Davian Meyers ditinggal oleh istrinya kabur yang mana baru saja melahirkan putrinya bernama Cassandra Meyers.
Sayangnya Cassandra kecil justru menolak semua orang, selalu menangis hingga tidak mau meminum susu sama sekali.
Sampai dimana Davian harus bersedih hati karena putri kecilnya masuk rumah sakit dengan diagnosa malnutrisi. Hatinya semakin hancur saat Cassandra kecil tetap menolak untuk menyusu. Lalu di rumah sakit Davian menemukan putrinya dalam gendongan seorang wanita asing. Dan mengejutkannya Cassandra menyusu dengan tenang dari wanita tersebut.
Akan tetapi, wanita tersebut tiba-tiba pergi.
Demi kelangsungan hidup putrinya, Davian mencari keberadaan wanita tersebut lalu menemukannya.
Tapi bagaimana jika wanita yang dicarinya adalah wanita gila yang dikurung oleh keluarganya? Akankah Davian tetap menerima wanita itu sebagai ibu susu putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20. PENYUSUP
Malam itu begitu hening, seolah dunia telah tertidur di bawah selimut gelap yang pekat. Hanya suara detik jam di ruang tengah yang terdengar samar, berpadu dengan sesekali desir angin menyapu dedaunan di halaman. Rumah besar itu seakan tenggelam dalam ketenangan, namun bagi Olivia, sunyi malam bukanlah ketenangan, melainkan ruang kosong yang mudah dipenuhi bayangan-bayangan menakutkan.
Ia baru saja menidurkan Cassandra. Bayinya yang mungil itu terlelap dengan wajah damai, napasnya teratur, sesekali bibir mungilnya bergerak seperti tersenyum dalam mimpi. Olivia duduk di sisi ranjang kecil, menatap bayi mungil itu dengan tatapan penuh cinta sekaligus cemas. Sejak peristiwa malam ketika ia melihat sosok asing di gerbang, tidurnya tidak lagi nyenyak. Ada rasa was-was yang terus membayangi, membuatnya lebih sering terjaga pada jam-jam sepi seperti ini.
Sebuah suara lirih memecah kesunyian.
Krek.
Seperti kayu yang terinjak, atau engsel yang berdecit pelan. Olivia menegakkan tubuhnya seketika, telinganya menangkap suara itu dengan jelas. Bukan suara biasa yang datang dari dalam rumah, karena ia telah terbiasa mengenali bunyi pintu, lantai, atau jendela yang sering dimainkan angin. Ini berbeda; asing, samar, dan terlalu nyata untuk diabaikan.
Tangannya refleks meraih selimut tipis, menutupi tubuh Cassandra seakan itu bisa melindunginya dari bahaya. Jantungnya berdegup keras, napasnya menjadi pendek. Dalam hati, ia mencoba menenangkan diri, meyakinkan bahwa mungkin itu hanya ranting jatuh atau hewan kecil yang melintas. Namun, suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih dekat. Gesek ... gesek .... seperti seseorang sedang berusaha membuka sesuatu dengan hati-hati.
Olivia menahan napas. Dadanya terasa sesak, ketakutan merayapi tubuhnya. Bayangan terburuk melintas: seseorang mencoba masuk.
Ia berdiri perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara, lalu mendekati pintu kamar dengan langkah gemetar. Tangannya terulur, namun berhenti tepat sebelum menyentuh gagang pintu. Dalam benaknya, ia bimbang, apakah ia harus keluar dan memastikan, atau tetap di dalam bersama Cassandra?
Sebelum ia memutuskan, suara itu berubah menjadi dentuman kecil.
Tok!
Seperti logam menyentuh kaca. Olivia terlonjak, tubuhnya kaku. Ia tahu suara itu berasal dari arah jendela ruang bawah. Ketakutan menelannya bulat-bulat. Ia segera berlari kembali ke sisi ranjang, menggendong Cassandra dengan cepat. Bayinya menggeliat, menggumam pelan, hampir terbangun.
Olivia menepuk lembut punggung mungil itu, berbisik dengan suara bergetar, "Shh ... mama di sini, Sweetie. Mama di sini."
Dengan langkah tergesa, ia menuju meja kecil di kamar Cassandra itu, mengambil telepon rumah yang terletak di atas meja. Telepon yang khusus dipakai untuk Olivia memanggil siapa pun di rumah, baik pelayan hingga Davian.
Namun, tangan Olivia gemetar terlalu hebat ketika mengangkat gagang telepon membuatnya hampir menjatuhkan gagang telepon tersebut. Ia menekan nomor internal yang langsung tersambung ke ruang kerja Davian.
"Da-Davian?" suaranya tercekat ketika suara pria itu menyahut dari seberang.
"Olivia? Ada apa?" suara Davian terdengar waspada, seolah nalurinya langsung menangkap sesuatu.
"Ada ... ada suara di luar. Aku rasa ... ada yang mencoba masuk," bisiknya panik, matanya melirik ke jendela gelap yang kini terasa begitu mengancam.
Butuh hanya beberapa detik bagi Davian untuk mengambil keputusan. "Tetap di kamar. Jangan keluar. Aku akan ke sana."
Tak sampai satu menit, suara langkah cepat terdengar di lorong. Davian muncul, wajahnya tegang, matanya tajam memeriksa sekeliling. Ia melihat Olivia berdiri sambil menggendong Cassandra yang kini mulai rewel karena merasakan ketegangan ibunya.
"Olivia, serahkan Cassandra padaku sebentar,” katanya dengan suara rendah namun penuh wibawa.
Olivia enggan, tangannya seolah tak rela melepaskan. Namun ketika menatap sorot mata Davian yang begitu serius, ia akhirnya menyerahkan putri mereka. Davian menggendong Cassandra dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menggenggam erat bahu Olivia.
"Peter?!" suara Davian menggelegar memanggil.
Tak lama, langkah tergesa terdengar. Peter muncul dari bawah, membawa pistol di tangannya. Wajahnya tegas, tanpa keraguan sedikitpun.
"Dav? Aku mendapat laporan dari penjaga di luar ada seseorang yang tampak menerobos masuk," lapor Peter yang ternyata telah bergerak duluan.
"Periksa seluruh halaman. Pastikan tidak ada seorang pun masuk. Mulai dari sisi jendela timur. Aku mendengar sesuatu dari arah sana," Davian memerintah cepat.
Peter mengangguk, lalu bergerak tanpa suara, tubuhnya lenyap dalam kegelapan lorong.
Olivia menempelkan tubuhnya pada Davian, gemetar hebat. "Aku ... benar-benar mendengar seseorang berusaha masuk."
Davian menunduk, menatapnya dengan penuh keseriusan. "Aku percaya padamu. Karena itu aku harus pastikan rumah ini aman."
Ia menyerahkan kembali Cassandra pada Olivia. "Tetap di kamar. Kunci pintu. Jangan buka sampai aku kembali."
Olivia ingin menahan, ingin mengatakan jangan tinggalkan ia sendirian, tapi sorot mata Davian membuatnya tak sanggup membantah. Dengan berat hati, ia masuk kembali ke kamar, menutup pintu rapat, lalu menguncinya. Tubuhnya melemah, bersandar di balik pintu sambil memeluk Cassandra erat.
Di luar, Davian melangkah dengan sigap menyusul Peter. Angin malam terasa dingin menusuk, sementara bayangan pepohonan di halaman berayun pelan, seakan menyembunyikan sesuatu.
Peter berdiri di dekat jendela timur, tangannya terarah pada sudut gelap. "Davian, lihat ini."
Davian mendekat. Di tanah terlihat jejak sepatu, jelas baru saja menapak di tanah yang lembab. Lebih parah lagi, ada bekas goresan di bingkai jendela, seolah seseorang mencoba mencongkelnya dengan benda tajam.
Olivia benar, batin Davian ketika melihat jejak penyusupan ini.
Wajah Davian mengeras. "Ada penyusup. Dan mereka cukup berani mencoba masuk."
Peter mengangguk. "Aku akan periksa keliling pagar."
Davian menarik napas dalam, pikirannya berputar cepat. Siapa pun mereka, ini bukan kebetulan. Ada seseorang yang mengincar keluarganya.
Sementara itu, di dalam kamar, Olivia duduk di lantai sambil mengayun lembut Cassandra yang kembali hampir tertidur. Namun telinganya masih awas, setiap bunyi kecil membuatnya terlonjak. Air mata menetes tanpa sadar.
Ia berbisik, seolah meyakinkan dirinya sendiri, "Tak apa. Davian ada di sini, tak ada yang bisa menyakitimu, Cassie. Tak ada ...."
Detik demi detik berjalan lambat, setiap suara seperti diperbesar oleh rasa takutnya. Hingga akhirnya suara ketukan pelan di pintu kamar terdengar.
"Olivia, ini aku." Suara Davian.
Dengan lega bercampur cemas, ia membuka pintu. Davian masuk, wajahnya masih tegang, namun sorot matanya sedikit lebih tenang.
"Mereka tidak berhasil masuk. Tapi ada jejak yang jelas. Ini bukan imajinasi, Olivia. Ada yang benar-benar mencoba menerobos," beritahu Davian.
Olivia menutup mulutnya, menahan isak. "Kenapa ... kenapa ada orang yang ingin masuk ke sini?"
Davian meraih wajah Olivia, menatapnya dalam. "Aku tidak tahu siapa mereka, tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh kalian. Mulai malam ini, pengawasan akan diperketat. Kau tidak akan pernah sendirian."
Olivia memejamkan mata, bersandar pada dada Davian. Jantungnya masih berdebar kencang, tapi ada kehangatan dalam dekapan pria itu.
Di luar, malam masih gelap. Angin masih berdesir. Namun rumah itu kini bukan lagi sekadar tempat tinggal, melainkan benteng yang harus dipertahankan. Karena mereka tahu, bayangan yang mencoba masuk malam ini hanyalah permulaan dari sesuatu yang lebih besar.
Casie mungkin anaknya Davian dengan Olivia?,,dan mungkin ini semua permainan Raymond?
kau yang berjanji kau yang mengingkari
kalo sampe Raymond tau wahh abis citra mu piann, di sebar ke sosial media dengan judul
" PEMBISNIS MUDA DAVIAN MAYER, MENJADI MENYEBABKAN SEORANG WANITA BERNAMA OLIVIA MORGAN BUNUH DIRI " tambah bumbu pelecehan dll wahh habis karir 🤣🤣🤣
bisa diskusi baik² bisa di omongin baik² , suka banget ngambil keputusan saat emosi