NovelToon NovelToon
Dinikahi Duda Mandul!!

Dinikahi Duda Mandul!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Romantis / Janda / Duda / Romansa / Chicklit
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Kirana menatap kedua anaknya dengan sedih. Arka, yang baru berusia delapan tahun, dan Tiara, yang berusia lima tahun. Setelah kematian suaminya, Arya, tiga tahun yang lalu, Kirana memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bertekad, apa pun yang terjadi, ia akan menjadi pelindung tunggal bagi dua harta yang ditinggalkan suaminya.

Meskipun hidup mereka pas-pasan, di mana Kirana bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako dengan gaji yang hanya cukup untuk membayar kontrakan bulanan dan menyambung makan harian, ia berusaha menutupi kepahitan hidupnya dengan senyum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25

Setelah perdebatan dengan Laura, Yuda langsung mengajak mereka pulang tanpa singgah ke mana lagi. Lagi pula ini sudah sore. Takut Kirana sudah pulang dan mengkhawatirkan mereka.

Sekalian juga, Yuda ingin menjemput Kirana. Ada satu hal yang harus ia pastikan.

Yuda membayar tagihan makan dengan cepat. Ia meraih tangan Tiara dengan lembut dan menepuk bahu Arka.

“Ayo, kita pulang. Udah sore,” ucapnya, berusaha menormalkan suasana.

Arka mengangguk patuh, meski masih terlihat sedikit bingung dengan kejadian barusan. Tiara menggenggam erat tangan Yuda, seolah mencari rasa aman. Mereka bertiga berjalan menuju area parkir. Begitu masuk ke mobil, Yuda menyalakan mesin dan melajukannya pelan.

“Om…” Tiara memecah keheningan, suaranya kecil.

“Hmm?”

“Kita pulang ke rumah Bunda, kan?”

“Iya, Sayang. Om anterin kalian pulang,” jawab Yuda lembut.

Mobil melaju meninggalkan pusat perbelanjaan. Sore itu langit mulai berubah warna, jingga keabu-abuan. Yuda sesekali melirik jam di dashboard.

“Semoga belum telat,” gumamnya pelan.

Setelah dekat dengan tempat kerja Kirana. Yuda langsung memelankan laju mobilnya. Beberapa meter dari toko itu Yuda melihat, perempuan berhijab berjalan kaki sambil membawa tas kerja di bahunya.

Itu Kirana.

Belum sempat Yuda membuka mulut, dua suara kecil di kursi belakang sudah lebih dulu berseru bersamaan.

“Bun!”

“itu Bunda om!”

Tiara langsung berdiri setengah di kursinya, wajahnya berseri. Arka mencondongkan tubuh ke depan, melambaikan tangan dengan semangat.

“Bun! Di sini!” teriak Arka dari kaca mobil yang sedikit turun.

Yuda refleks menepi dan menekan rem. Mobil berhenti tepat di sisi jalan. Kirana yang sejak tadi menunduk langsung mendongak. Langkahnya terhenti seketika.

“Arka? Tiara?” suaranya terdengar terkejut.

"Ayo mbak, sekalian aja pulangnya bareng kita" Ajak Yuda dari balik bangku kemudi.

Beberapa puluh meter di belakang, sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan kecepatan sedang. Di balik kemudinya, Laura menggenggam setir terlalu erat, rahangnya mengeras. Matanya tak lepas dari mobil Yuda di depan sana.

“Kurang ajar…” gumamnya dengan nada penuh amarah, saat melihat Kirana masuk kedalam mobil Yuda.

Saat mobil Yuda berhenti sejenak untuk menurunkan Kirana di depan rumahnya, Laura ikut memperlambat laju kendaraan, berhenti agak jauh, bersembunyi di balik mobil lain. Dari balik kaca, ia bisa melihat Yuda membantu mereka turun dan membawakan belanjaan mereka. Persis seperti keluarga harmonis.

Laura mendengus keras.

“Jadi ini yang membuat kamu berubah...” bisiknya penuh kebencian. “Janda kampung dengan dua anak.”

Tangannya mengepal. Rasa cemburu dan harga diri yang terluka bercampur jadi satu.

“Pantas aja kamu berubah, Yuda,” gumamnya sinis.

“Ternyata kamu sibuk main keluarga sama orang lain.”

Matanya menyipit saat menatap Kirana lebih lama.

“Jangan harap aku diam aja,” lanjutnya, nada suaranya bergetar oleh amarah. “Aku nggak bakal kalah sama perempuan kayak kamu.”

"Aku harus buat perhitungan sama perempuan itu, dia ngga boleh jatuh cinta sama mas Yuda. Cuma aku yang bisa bersanding dengannya. Mas Yuda ngga mungkin ngga cinta sama aku. Dia pasti belum move on"

Laura menyalakan mesin lagi, meninggalkan area itu jangan sampai Yuda melihatnya. Ia akan mencari tahu siapa Kirana sebenarnya, dan apa pun yang harus ia lakukan, ia tidak akan membiarkan Yuda benar-benar lepas darinya.

Di dalam mobilnya, Laura tersenyum tipis.

“Permainan baru aja mulai.”

Begitu Arka dan Tiara masuk ke dalam rumah, Kirana berdiri sejenak di ambang pintu. Ia menatap punggung kedua anaknya yang masih sibuk membicarakan mainan baru mereka, lalu berbalik menghadap Yuda.

“Mas… terima kasih banyak,” ucap Kirana tulus.

"saya jadi ngga enak sama mas Yuda, mainannya kebanyakan, makanan juga"

Yuda hanya tersenyum tipis, menggeleng pelan.

“Nggak apa-apa, Mbak. Mereka juga senang"

Kirana menghela napas kecil. Merasa berhutang banyak pada Yuda.

Ada jeda hening sesaat. Yuda tak beranjak pergi untuk pulang, dia malah berdiri dan sedikit gelisah.

“Mas Yuda…” Kirana membuka suara lagi, ragu. “Ada yang mau Mas bicarakan lagi?”

Yuda mengangguk pelan. “Iya, Mbak… kalau Mbak nggak keberatan.”

Kirana terdiam sejenak. Tatapannya mengarah ke dalam rumah, memastikan Arka dan Tiara benar-benar sudah sibuk dengan dunia mereka sendiri. Setelah itu, ia melangkah ke teras dan mengambil dua kursi plastik yang tersandar di dinding.

“Kita di sini aja, Mas,” ucapnya lembut. “Maaf ya, saya… belum terbiasa menerima tamu laki-laki ke dalam rumah.”

Yuda tersenyum kecil, justru menghargai sikap itu.

“Saya paham, Mbak.”

Yuda menarik napas panjang, seolah sedang mengumpulkan keberanian.

“Mbak Kirana…” katanya pelan. “Tentang yang kemarin saya sampaikan.”

Kirana menunduk, jari-jarinya saling bertaut di pangkuan. Dadanya terasa sedikit sesak, seolah sudah tahu ke mana arah pembicaraan ini.

“Apakah Mbak… masih ragu dengan saya?”

Kirana mengangkat wajahnya perlahan. Matanya bertemu dengan mata Yuda yang menatapnya, detik itu juga dia memalingkan wajahnya ke arah lain.

“Mas Yuda,” ucapnya lirih "Saya tahu mas niatnya baik"

Ia menarik napas dalam-dalam.

“Saya ini janda, Mas. Punya dua anak. Hidup saya… sudah penuh dengan tanggung jawab. Saya ngga mau membebani mas dengan tanggu jawab yang saya pikul."

Kirana menunduk sebentar, lalu tersenyum kecil yang lebih mirip getir.

“Mas Yuda…” ucapnya pelan. “Mas itu baik, Mas juga… mapan. Saya yakin Mas bisa dapat perempuan lain. Perempuan yang belum punya anak, yang hidupnya lebih baik dari saya.”

Yuda langsung menggeleng tegas, bahkan sebelum Kirana selesai bicara.

“Bukan itu yang saya cari, Mbak,” katanya mantap.

Kirana mendongak, sedikit terkejut dengan nada Yuda yang kali ini lebih serius.

“Saya juga duda, Mbak,” lanjut Yuda jujur. “Dan…saya juga pernah gagal dalam hal rumah tangga mbak. Dan saya juga tidak punya anak"

Ia menarik napas dalam, seolah sedang menguatkan diri untuk mengucapkan sesuatu yang selama ini ia simpan rapat.

“Saya juga duda, Mbak,” lanjut Yuda. “Dan… saya tidak punya anak.”

Kirana mengangkat wajahnya.

“Bukan karena saya tidak mau,” sambung Yuda lirih, matanya menatap lurus ke depan. “Tapi karena saya memang tidak bisa punya anak.”

Yuda tersenyum kecil, senyum yang lebih banyak menyimpan luka daripada bahagia. “Itu alasan istri saya dulu pergi. Dia ingin masa depan yang lengkap. Anak, keluarga utuh… sesuatu yang tidak bisa saya berikan.”

Kirana tercekat.

“Saya tidak bilang ini supaya Mbak kasihan,” ujar Yuda cepat. “Saya cuma ingin jujur dari awal. Saya tidak ingin Mbak berharap lebih lalu kecewa.”

Ia lalu melirik ke arah dalam rumah, ke tempat Arka dan Tiara berada.

“Dan soal Arka dan Tiara…” suara Yuda melembut. “Saya sudah menganggap mereka seperti anak saya sendiri. Bukan pengganti. Tapi karena saya benar-benar ingin menjadi bagian dari hidup mereka.”

“Jadi saya mau tanya jujur, Mbak Kirana,” ucapnya pelan namun jelas.

“Dengan kondisi saya seperti ini, tidak bisa punya anak apa Mbak masih mau menerima saya?”

Kirana menunduk sebentar, lalu tersenyum tipis. “Saya mohon beri saya waktu.”

Yuda mengangguk pelan, menunggu.

“Tiga hari,” kata Kirana akhirnya. “Saya ingin berpikir dengan tenang. Bukan hanya untuk saya, tapi juga untuk Arka dan Tiara. Saya tidak mau mengambil keputusan karena terharu atau kasihan.”

Ia kembali menatap Yuda, kali ini dengan tatapan jujur.

“Setelah tiga hari, saya akan memberi Mas jawaban.”

Yuda tersenyum kecil. Bukan senyum lega sepenuhnya, tapi senyum penuh harap.

“Terima kasih, Mbak,” ucapnya tulus. “Tiga hari pun sudah lebih dari cukup buat saya menunggu.”

1
Ds Phone
marah betul tak ada ampun
Ds Phone
orang kalau buat baik balas nya juga baik
Ds Phone
baru bunga bunga yang keluar
Ds Phone
mula mula cakap biasa aja
Ds Phone
terima aja lah
Ds Phone
orang tu dah terpikat dekat awak
Ds Phone
orang berbudi kitaberbads
Ds Phone
dia kan malu kalau di tolong selalu
Ds Phone
tinggal nikah lagi
Ds Phone
terlampau susah hati
Ds Phone
dia tak mintak tolong juga tu
Ds Phone
orang tak biasa macam tu
Ds Phone
senang hati lah tu
Ds Phone
dah mula nak rapat
Ds Phone
emak kata anak kata emak sama aja
Ds Phone
dah mula berkenan lah tu
Ds Phone
itu lah jodoh kau
Ds Phone
kenapa kau tak bagi dia balik
Ds Phone
anak yang kau pinjam wang nya
Ds Phone
makan nasi dengan mee insten campur telur
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!