Alleta, seorang gadis penurut yang kepolosannya dimanfaatkan oleh sang kakak dan ibu tirinya.
Di malam sunyi itu, sebuah pil tidur seketika mengubah kehidupannya 90 derajat.
Ia terpaksa harus dinikahi oleh seorang pria yang terjebak bersamanya, pria yang sama sekali tak pernah ada dalam tipe suami yang dia idamankan, karena tempramennya yang terkenal sangat buruk.
Namun, pria sekaligus suami yang selama ini selalu direndahkan oleh warga desa dan dicap sebagai warga termiskin di desa itu, ternyata adalah seseorang yang statusnya bahkan tak pantas untuk dibayangkan oleh mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah.
Alfarezi Rahartama, pria luar biasa yang hanya kekurangan izin untuk mengungkap identitas dirinya.
Bagaimanakah reaksi keluarga Alleta setelah tahu siapa sosok menantu yang mereka remehkan itu?
Dan lalu bagaimanakah reaksi Alleta sendiri apabila dia tahu bahwa pria yang menikahinya adalah tuan muda yang disegani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marnii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kucing Birahi
"Tunggu di sana sampai aku selesai mandi!" titah Alfarez sembari masuk ke ruangan yang Alleta tebak adalah kamar mandi.
Setelah Alfarez masuk ke sana, Alleta baru punya kesempatan untuk bernapas lebih lega.
"Akhirnya aku bisa merasa hidup lagi walau sejenak," gumamnya seraya menegakkan leher yang menegang akibat terus menunduk.
Di saat itulah, Alleta kembali dibuat takjub dengan mewahnya kamar itu, bahkan jika pun menghabiskan sisa umurnya, dia mungkin tak akan mampu memiliki rumah sebesar dan semegah ini, rumah milik ayahnya yang dikampung tak akan dapat dibandingkan dengan kamar Alfarez yang fasilitasnya super lengkap itu.
Namun, tak ada salahnya jika sekedar untuk bermimpi memiliki rumah seperti ini, 'kan? Setidaknya bisa tetap bahagia walau hanya sekedar mimpi.
"Berikan aku handuk!" seru Alfarez dari dalam kamar mandi. Alleta yang masih belum puas dengan kebebasan sementara itu pun terpaksa berlari kecil menuju ke sana. Namun, ia malah bingung, di mana letak handuk yang diminta oleh Alfarez.
"Maaf, Tuan, di mana saya harus mendapatkan handuk yang Anda minta?" Alleta balas berteriak dari luar.
"Masuk dan ambil di dalam!"
Jawaban Alfarez membuat Alleta diam berpikir.
"Apakah di dalam yang dia maksud itu artinya ada di dalam kamar mandi?"
Alleta takut ia salah menangkap ucapan dari Alfarez, yang akhirnya membuatnya harus bertanya lagi. "Apakah maksud Anda ada di dalam kamar mandi?"
Hening, tidak ada jawaban apa pun, hanya terdengar suara percikan air di lantai, dan lalu hening lagi.
"Sudahlah, berikan yang ini saja," gumamnya sembari memegang erat jubah mandi milik Alfarez, lalu memberanikan diri masuk ke ruangan tersebut, yang tak lain ada Alfarez di dalamnya.
"Ketika masuk ke sana, untungnya masih ada ruangan lain tempat di mana Alfarez mandi, itu dibatasi dengan dinding kaca yang buram, sehingga orang lain yang masuk ke sana tak bisa langsung melihatnya yang tanpa busana.
"Tuan, di mana saya harus meletakkan jubah mandi Anda?" tanya Alleta dengan nada yang dibuat sehati-hati mungkin.
"Apa aku meminta jubah mandi barusan?" ketus Alfarez dengan nada yang tak bersahabat.
"Saya tidak tahu di mana letak handuknya, Tuan."
"Apa gunanya matamu? Kau tak bisa melihat lemari di belakangmu itu?"
Alleta reflek menoleh ke belakang, dan benar saja, di sana ada lemari gantung yang ukurannya tidak bisa dibilang kecil, juga tak besar.
Ketika Alleta membukanya, di sana tersusun rapi handuk putih, dari yang besar, dan ada pula yang kecil.
"Astaga, padahal masih satu ruangan, kenapa harus repot-repot berteriak? Bahkan dengan terpejam saja dia bisa mengambilnya sendiri," batin Alleta, sedikit jengkel memang, tetapi kembali lagi, ia hanya bisa pasrah dan berserah diri, sadar akan siapa dirinya, dan sadar pula akan hutangnya pada Alfarez.
Setelah handuk berhasil ia raih, Alleta berjalan mendekat ke arah sana. Ya, ke arah di mana Alfarez sedang mandi.
"Handuk kecil ambil juga sekalian," ucap Alfarez, dan Alleta hanya bisa menghela napas bersabar.
"Kenapa tidak bilang dari tadi, Bambang!" kesalnya, menggerutu dalam hati.
Alleta dengan terpaksa berbalik lagi dengan mulut yang mengoceh tak jelas.
Diam-diam Alfarez tersenyum puas, meski tak dapat melihatnya secara langsung, ia yakin di dalam hati perempuan itu pasti ingin mencabik-cabik tubuhnya seperti seekor harimau betina yang kehilangan anaknya.
"Ini handuknya, Tuan," ujar Alleta dengan berusaha menekan rasa jengkelnya.
"Letakkan saja di sana."
"Baiklah."
Alleta meletakkan handuk besar dan kecil, serta jubah mandi ke atas meja yang ada tepat di pintu kaca tersebut.
"Apa yang kau lakukan dengan tetap berdiri di sana? Apa kau menungguku untuk keluar dan lalu dapat melihat setiap inci tubuhku? Apa kau sedang dalam puncak birahi?"
Cetusan Alfarez itu membuat wajah Alleta seketika memerah saking malunya, dan tentu juga sangat kesal setengah mati dikatakan bahwa sedang birahi, memangnya dia binatang?
Alleta bergegas berlari keluar tanpa mengatakan apa pun.
"Alfarez, aku benar-benar ingin menghajarmu dengan tanganku sendiri."
Jika bisa diibaratkan, Alleta mirip seperti kucing yang sedang marah, bagaikan tersengat listrik yang membuat tubuhnya kejang-kejang saking frustasinya menghadapi pria itu.
Tak lama, Alfarez kembali keluar dari balik ruangan sana, ia memakai handuk di bagian bawahnya, dan menutup bagian atas dengan jubah mandi, sementara handuk kecil berada di tangan kirinya sambil mengusap rambut yang habis berkeramas.
Alleta dengan cepat menyembunyikan wajah masamnya, dan berpura-pura tersenyum seolah apa yang sudah dikatakan Alfarez barusan adalah sesuatu yang normal, dan tak perlu dipermasalahkan.
Yap, yang berkuasa selalu menjadi pemenangnya.
"Siapkan pakaianku," ucap Alfarez tanpa menoleh pada gadis yang berdiri menatapnya.
"Bolehkah saya tahu di mana tempatnya, Tuan?" Alleta jelas harus bertanya, ia malas untuk mencari sendiri, sungguh.
Alfarez berbaring di kasur dalam keadaan rambut yang basah, sambil tangannya menunjuk ke sebuah ruangan, mengartikan bahwa di sanalah tempat pakaiannya berada.
Tanpa menunggu lagi, Alleta menuju ke ruangan itu, dan yah, seperti dugaan, gadis ini kembali dibuat terpana oleh beberapa barang yang tersusun di setiap lemari.
Jam tangan, sepatu, tas kerja, pakaian yang tak terhitung jumlahnya, semua memiliki tempatnya masing-masing. Hal itu sungguh memberikan sentuhan mahal nan mewah ketika di pandang, dan tentunya semua itu memang mahal, tidak hanya di mata, tetapi juga di harga.
Tanpa membiarkan dirinya larut dalam keterpanaan, Alleta bergegas mencari lemari yang khusus menyimpan pakaian tidur di sana.
Setelah menemukan apa yang diperlukan, ia kembali menemui Alfarez. Namun, tak pernah disangka, pria itu malah tertidur lelap tanpa sempat mengganti penampilannya.
"Tuan, saya sudah membawakan pakaian tidur untuk Anda," ucap Alleta, berharap Alfarez sebenarnya cuma memejamkan mata saja.
Akan tetapi, tidak ada pergerakan sama sekali, pria itu benar-benar pulas, entah apakah dia sedang bermimpi sekarang? kerutan di dahinya membuat Alleta ikut meringis.
"Apa dia sangat kelelahan?" gumamnya sambil memperhatikan wajah Alfarez dengan seksama.
Tak peduli mau dipandang dari sisi kanan, kiri, atas, dan bawah, pria ini benar-benar menawan, Alleta hanya bisa menyadari dan mengakui itu ketika Alfarez tenang dalam tidurnya.
Alleta duduk lesehan di lantai, tepat di samping Alfarez, pakaian tidur pria itu masih ia dekap dalam pelukannya, sambil menatap wajah sang mantan suaminya itu.
"Alangkah baiknya jika kau tidak terus mengusikku, dan akan tetap tenang seperti ini," gumamnya sambil tersenyum kecil, dan lalu ikut tertidur saking lelahnya. Seharian ini ia berjuang menghadapi kejamnya dunia pada hatinya yang lembut itu.
****
Malam akhirnya bisa terlewati oleh ketenangan dua jiwa yang tengah lelah.
Mentari menyambut pagi berembun dengan ditemani awan yang sesekali menutupi sinarnya.
Samar-samar, Alleta membuka mata, mendapati dirinya berada di atas kasur bersama Alfarez, bersama dekapan hangat dari pria itu.
Matanya terbelalak dan berteriak kecil karena terkejut.
Oleh karena teriakan itu, Alfarez terbangun dengan mata sedikit menyipit.
"Pagi-pagi meributkan apa?" kesalnya dengan suara berat khas bangun tidur.
"K-kenapa aku bisa tidur di sini?" cecarnya dengan masih menyisakan keterkejutan di wajah sembabnya.
Namun, Alfarez tidak peduli, ia lebih memilih melanjutkan tidur dan membiarkan Alleta sibuk sendiri di pagi yang mendung itu.
Aku sangat berterimakasih pada kalian yang sudah mau membaca sampai di bab ini, aku sangat menghargainya, semoga betah di sini ya.
Jangan lupa beri dukungan selalu! Terimakasih.
Saya Author Marnii, suka Durian dan Mangga, serta suka menulis tentunya. Buat kalian yang sudah bersedia mampir dan memberikan dukungan, semoga sehat selalu, diperlancar rezekinya.
Kapan-kapan aku sapa lagi ya, udah terlalu panjang soalnya /Scowl/