Suami Pinjaman

Andin yang baru keluar membawa minum serta cemilan untuk sang Bunda merasa heran dengan sikap keduanya apalagi mendengar Bunda nya mengatakan menunggu hasil, hasil apa maksud Bunda nya.

Diana dan juga Ivan tersenyum melihat kedatangan Andin, sang Bunda yang sudah sangat ingin menimang cucu langsung membantu Andin meletakkan semua bawaannya di atas meja dan membawanya duduk di sampingnya.

" Sini sayang, duduk sini. " Andin hanya menurut saja.

" Bunda nampak senang banget hari ini "

Melihat raut wajah sang Bunda Andin juga ikut bahagia.

" Tentu saja Nak, tidak lama lagi Bunda akan dapat kabar baik dari kalian " Diana tidak mampu menyembunyikan keinginan hatinya yang sudah menggebu.

Andin menatap Bunda dan Suaminya bergantian dengan dahi berkerut. Ivan mendadak bingung harus menjelaskan apa, ingin rasanya Ia menyembunyikan wajahnya di kolong ranjang agar tidak nampak oleh dua wanita di depannya kini.

" Maksud Bunda apa, kabar bahagia apa " Tanya Andin lagi.

Diana memperbaiki posisi duduknya dan menghadap Andin.

" Kalian harus sering-sering membuatnya biar cepet jadi, dan kamu Ivan tidak boleh kendor apalagi malas malasan, apalagi kamu Nak, kamu tidak boleh menolak "

Ivan yang mendengar itu tentu saja sangat bahagia, itu juga adalah kemauannya. Andai Istri cantiknya itu mau, Ia pasti akan dengan senang hati menggarap nya setiap waktu.

Berbeda dengan Ivan, Andin merasa sangat malu setelah tahu apa yang di maksud sang Bunda. Ia menatap wajah suaminya meminta penjelasan darimana Bunda nya tahu kalau mereka baru saja menunaikan tugas masing-masing. Ivan hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban.

" Sudah sudah Nak, Bunda sudah tahu kok semuanya. Bunda kan juga pernah mengalaminya dulu, apa kamu lupa kalau Bunda juga dulu pernah ada di pihak kamu. Bunda dulu malah lebih parah dari itu, Bunda bahkan tidak sanggup untuk jalan selama dua hari "

Diana tidak ingin Andin menyudutkan sang menantu dan itu akan membuat mereka marahan, kalau sudah begitu junior akan semakin lama OTW.

Andin tersipu malu, Ia tidak menyangka kalau Bunda nya akan tahu masalah yang menurutnya sangat memalukan ini.

" Ya sudah Bunda pulang dulu, kalian baik baik disini, jangan marahan ya. Oh ya, Bunda tunggu hasilnya secepatnya "

Diana akhirnya pamit pulang setelah cukup lama berbincang bincang dan memberikan beberapa nasihat untuk anak dan juga menantu kesayangannya.

......................

Mulai hari itu Ivan selalu meminta jatah, Ia selalu membuat pesan mertuanya sebagai alasan untuk mendapatkan kepuasan. Meskipun begitu miliknya itu tidak pernah merasakan puas apalagi bosan sama sekali.

" Bukankah Bunda ingin segera memiliki cucu, kalau kita tidak melakukannya bagaimana bisa kita mewujudkan keinginan Bunda "

" Apa kamu lupa pesan Bunda sayang untuk tidak menolak "

Kalau sudah begini apa yang bisa di lakukan Andin, selain melayani keinginan sang suami, meskipun sebenarnya Ivan tidak bermaksud memaksa namun melihat Andin yang langsung menurut ketika Ia mengungkit pesan sang Bunda tentu saja Ia sangat senang, ini adalah rezeki yang sayang untuk di tolak.

Andin mulai mengubah kebiasaan nya, Ia melakukan semua tugas seorang Istri dari bangun tidur hingga tidur lagi, itu membuat Ivan semakin mencintai nya.

" Van yuk sarapan " Andin mengajak Ivan untuk sarapan bersama sebelum berangkat bekerja.

Ivan yang mendengar panggilan Istrinya sedikit tidak senang.

" Bisakah kamu tidak memanggil suamimu ini dengan nama, aku rasanya seperti orang asing bagimu "

Andin membantu mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya.

" Memang begitu ya, terus kamu mau di panggil apa Van "

Ivan menyambut piring yng sudah berisi lengkap dari tangan Andin sambil menyebutkan panggilan yang baik untuknya.

" Panggil Abang, Mas atau Sayang gitu kan lebih bagus, yang penting jangan panggil nama saja "

Andin berpikir sesaat mencari nama yang nyaman menurut nya.

" Kelamaan sayang, panggil sayang saja ya itu lebih bagus "

Andin tersenyum malu

" Panggil Mas saja Van, soalnya kalau panggil sayang agak gimana gitu " Jawab Andin.

Ia bingung karena suaminya itu belum juga makan, Ia malah membahas nama panggilan untuk nya.

" Bukankah kemarin ada yang memanggil sayang ya, apa telingaku ini yang salah dengar "

Ivan masih mengingat jelas Istrinya itu memanggilnya " Sayang " waktu sang Bunda berkunjung.

Andin tersenyum malu, tentu saja dia masih mengingat nya, bagaimana bibir nya itu kepeleset memanggil suaminya dengan sebutan sayang.

" Sudahlah Van, nanti kita bahas lagi, sekarang kita sarapan dulu habis itu baru berangkat kerja"

Ivan meletakkan kembali sendoknya ketika mendengar Istrinya masih memanggil nama nya.

" Eh kok sarapan nya tidak di makan Van " Tanya Andin, dia bingung karena suaminya tidak jadi menyuapkan nasi kemulut nya malah menyimpan nya kembali.

" Aku makan di kantor saja Andin, aku duluan "

Ivan melangkah pergi bahkan tanpa berpamitan dengan baik pada Andin, Andin hanya memandang kepergian nya dengan tatapan nanar.

" Ada apa dengannya, apa dia marah besar. Masa sih hanya perkara panggilan nama doang dia marah. "

Andin menatap sarapan di depannya, sarapan yang sudah dia olah dengan setulus hati. Kini makanan itu seakan tidak berarti, karena dia pun jadi tidak berselera untuk makan.

Ia mengembalikan semua pada tempatnya dan naik ke atas untuk bersiap berangkat kerja.

Sepanjang jalan Ia terus memikirkan kejadian tadi, Ia bingung harus memanggil apa.

Setiba di kantor Andin langsung masuk keruangan nya, meskipun Ia ingin sekali bertemu sang suami namun di tahannya.

Dari berangkat kerja sampai pulang dan berada di kamar pun mereka tidak saling mengobrol, itu di sebabkan oleh aura Ivan yang di rasa berbeda. Dia nampak dingin dan menakutkan, Andin merasa ada yang kurang, sesungguhnya Ia sudah nyaman dengan perhatian Ivan selama ini, untuk itu melihat Ivan yang seperti itu membuat nya sedikit sedih.

Tidak hanya sampai di situ, pagi pagi sekali Ivan bahkan sudah berangkat bekerja di saat Andin sedang menyiapkan sarapan.

" Ada apa dengannya, apa dia punya masalah di kantor " Gumam Andin.

Banyak pertanyaan berkecamuk di benaknya membuatnya sedikit pusing, tiba-tiba pandangannya buram dan kemudian Ia tak sadarkan diri.

Andin mengerjapkan matanya memandang sekitar, kepalanya masih terasa berat. Melirik jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan angka sepuluh.

" Ya Allah, sudah jam 10, tapi aku masih di rumah. Apa tadi aku ketiduran disini, ini kenapa kepalaku rasa nya sakit sekali. "

Andin memutuskan untuk tidak berangkat bekerja bahkan butik miliknya pun Ia serahkan sepenuhnya pada sang sahabat

Ia melangkah perlahan sambil bertopang pada dinding agar tidak terjatuh.

Ia langsung merebahkan tubuh nya di atas tempat tidur, rasa lelahnya membuatnya langsung tertidur.

Sementara Ivan di kantor masih di sibukkan dengan beberapa pekerjaan yang belum juga usai.