cover diganti NT yah.
Kecelakaan membuat pasangan kekasih bernama Amanda Rabila dan Raka Adhitama berpisah dalam sekejap. Kehadiran ibunda Raka pada saat itu, membuat hubungan mereka pun menjadi bertambah rumit.
"Lima milyar!"
"Ini cek berisi uang lima milyar. Semua ini milikmu, asalkan kau mau pergi dari kehidupan putraku selamanya."
-Hilda-
Amanda pun terpaksa memilih pergi jauh meninggalkan Raka yang sedang terbaring tak sadarkan diri.
Hingga suatu hari, takdir mempertemukan mereka kembali dalam kondisi yang berbeda. Amanda datang bukan lagi sebagai Amanda Rabila, melainkan sebagai Mandasari Celestine, bersama seorang anak lelaki tampan berusia 5 tahun.
Apakah Raka mengenali kekasihnya yang telah lama hilang?
Mampukah Raka mengungkap anak yang selama ini dirahasiakan darinya?
Temukan jawabannya di cerita ini yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Keras Kepala
"Raka!" panggil Adelina namun Raka tak menghiraukannya.
Adelina terdiam, menatap kepergian Raka. Ia merasa terkejut akan reaksi pria itu terhadap kejadian ini.
Bisa-bisanya Raka membawa sekretaris jelek itu bersama putranya yang tidak jelas untuk pergi bersamanya?
Raka....kenapa dia sebenarnya?
Adelina pun mengambil ponselnya, tangannya menyentuh layar dan mulai menghubungi seseorang.
"Tante Hilda..."
"Adelina? Ada apa?" terdengar suara Hilda di seberang telepon.
"Perasaan ku tidak enak, Tante."
"Maksudnya? Tidak enak kenapa sayang?"
"Muncul seorang wanita aneh di sisi Raka. Dia...dia membawa seorang anak yang jika dilihat-lihat wajahnya hampir mirip dengan Raka, Tante."
"Hahahaha," terdengar suara Hilda tertawa.
Tante Hilda...
"Sayang, anak kecil tidak bisa dipastikan kemiripan wajahnya. Kalau dia sudah dewasa, baru bisa terlihat," ucap Hilda.
"Lagipula Raka tidak memiliki kekasih sama sekali, bahkan karena itulah aku memilihmu untuk bersanding dengannya kan? Aku melakukannya agar dia memiliki wanita di sisinya, Adelina. Mana mungkin Raka tiba-tiba memiliki seorang anak."
Mendengar itu Adelina pun tersenyum. Kegundahan hatinya seolah berangsur menghilang.
Benar juga, Tante Hilda pasti lebih tahu tentang putranya. Pasti ada alasan Raka bersikap seperti ini. Semua ini pasti karena Raka kasihan melihat wajah menyedihkan perempuan jelek dan anak lelakinya yang tidak punya ayah itu.
"Jangan meragukan Raka, Adelina. Bahkan jika dia memiliki wanita di luar sana, itu pasti hanya akan jadi mainannya saja. Dia pasti akan mencari istri dengan perempuan baik-baik, mulai dari bibit bebet dan bobot. Dan kamu memiliki semuanya."
"Begitu ya Tante?"
"Tentu, ngomong-ngomong wanita aneh yang kau maksud tadi bagaimana ciri-cirinya?" tanya Hilda yang tiba-tiba penasaran.
"Wanita itu jelek sekali Tante, penampilannya kuno dan terlihat tua. Rambut ikal bergelombang, mengenakan kacamata agak besar. Lalu ada tahi lalat di ujung dagu sebelah kanan, tapi lebih seperti tompel karena terlalu besar untuk ukuran tahi lalat. lalu di sekitar wajahnya ada titik-titik seperti bekas jerawat samar," jelas Adelina panjang lebar.
"Oh, wanita jelek seperti itu, tidak perlu ada yang kau khawatirkan. Tante membayangkannya saja merasa jijik! Percayalah putra Tante tidak akan menyukainya."
"Baik Tante, terima kasih."
"Sama-sama sayang," sahut Hilda lalu mereka pun menghentikan percakapannya.
Adelina mulai dapat menenangkan hatinya. Ia mulai bisa tersenyum tipis memikirkan ucapan Hilda.
"Benar yang dikatakan Tante Hilda, Raka tak mungkin menyukai Manda yang jelek itu, apalagi sudah memiliki anak."
"Aku harus lebih baik lagi dalam mengambil hatinya," gumam Adelina lalu berjalan pergi.
...----------------...
Sementara itu di Mansion Raka..
"Mama,, rumah ini besar dan bagus sekali," ujar Rayyan seraya mengagumi isi Mansion Raka.
"Sayang, ini rumah Om Raka, kita hanya sebentar saja di sini, nanti kita pulang ya?" sahut Manda.
Rayyan pun menoleh ke arah Raka yang berdiri di belakangnya. Ia berlari kecil ke arah Raka lalu menyentuh kedua kaki pria itu.
"Om tampan, apa mamaku dipecat?"
Raka terhenyak, ia menatap mata kecil yang ada di hadapannya itu.
"Maafin Rayyan ya om, tolong jangan pecat mama. Mama menjaga aku sendirian dari aku kecil. Dia sudah sangat lelah dan menderita. Kasihani mamaku Om."
Raka tercekat menatap Rayyan dengan tatapan yang sendu. Rasanya hatinya seperti tersentuh dan begitu dekat dengan bocah di hadapannya.
Anak ini...wajahnya sangat familiar, mengingatkan aku pada sesuatu. Tapi apa ya?
"Om tampan, aku janji tidak akan mendatangi tempat kerja mama lagi," ucap Rayyan dengan wajah sedihnya.
Raka menoleh ke arah Manda, entah mengapa hatinya begitu terenyuh dengan penuturan jujur anak lelaki di hadapannya.
Manda pun segera mendekati Rayyan dan duduk berlutut di hadapan putranya.
"Sayang, jangan ganggu om lagi ya. Mama nggak dipecat kok," sahut Manda.
Raka pun ikut duduk berlutut di hadapan Rayyan. Membuat Dito dan beberapa pelayan di sana terkejut melihatnya. Karena sebelumnya Raka tak pernah berlutut di hadapan siapapun.
"Rayyan, namamu sangat bagus. Mama mu benar sayang, mana mungkin om memecat mama Rayyan," ujar Raka tersenyum.
"Benarkah?" tanya Rayyan.
Raka pun menganggukkan kepalanya.
Rayyan tersenyum lalu tangan kecilnya terulur memeluk tubuh besar Raka.
"Om tampan, terima kasih banyak. Aku tahu om bukan orang yang jahat. Terima kasih telah baik kepada mama ku."
Raka terdiam sejenak, merasakan tangan kecil Rayyan menyentuh tubuhnya. Entah mengapa ada rasa nyaman dan rindu yang menyakitkan di dalam hatinya kala mendekap tubuh kecil itu.
Ia pun membalas pelukan Rayyan lalu tak lama dari itu, Raka membawa Rayyan dalam gendongannya.
Manda pun ikut berdiri dan memperhatikan keduanya.
Maafkan aku Raka. Aku tak bisa hidup tanpa Rayyan. Aku tak akan membiarkan kau membawanya dariku.
"Rayyan, kita pulang saja yuk?" ajak Manda.
"Rayyan, Rayyan suka nggak sama rumah Om?" tanya Raka.
"Suka Om," sahut Rayyan dengan polos.
"Rayyan mau tinggal di sini nggak? Di sini ada mainan banyak, ada juga film dan tivi yang besar. Rayyan pasti puas kalau tinggal di sini," ucap Raka merayu.
"Mau om, memangnya boleh?" tanya Rayyan.
"Boleh dong."
"Rayyan, jangan sayang, kita pulang saja ya?" ajak Manda.
"Mama.."
"Rayyan sama mba ke atas dulu ya ke lantai dua, nanti minta sama bibi mainan dan film yang bagus," ucap Raka lalu menurunkan Rayyan dari gendongannya.
Rayyan pun dengan senang hati pergi bersama Inah, pengasuhnya dan juga pelayan di mansion Raka untuk menuju lantai dua.
"Tuan, seharusnya Tuan tidak membawa kami kesini," ucap Manda setelah Rayyan tak terlihat lagi.
Raka menatap Manda lalu tersenyum tipis.
"Jika tidak ke rumahku, kau mau kemana? apa ke hotel kemarin bersamaku?"
"Saya bisa pulang ke rumah—"
"Anakmu ingin di sini, apa kau begitu egois memaksa nya pulang, Manda?"
Manda pun terdiam mendengar ucapan Raka.
"Pergilah ke kamar mandi," perintah Raka.
"Apa?"
"Pergi ke kamar mandi dan ganti bajumu!"
"Tapi ini bukan rumahku, aku ingi —"
"Jika kau masih meributkan hal ini, aku akan mengikatmu di kamarku agar tidak bisa pergi kemanapun!" ancam Raka.
Manda pun langsung terdiam.
"Pergi ganti bajumu atau aku yang akan menggantikannya untukmu?"
"Sa—saya bisa ganti baju sendiri," sahut Manda cepat.
Wanita itu bergegas pergi dari hadapan Raka dipandu oleh seorang pelayan.
Raka hanya menatap kepergian Manda sambil duduk di sofa seraya menekan pelipisnya dengan pelan.
"Dasar wanita keras kepala."