NovelToon NovelToon
Meluluhkan Hati Tuan Ferguson

Meluluhkan Hati Tuan Ferguson

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Anak Kembar / Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:975
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Isabella Rosales mencintai Alex Ferguson dan ketiga anak kembar mereka—Adrian, Eren, dan Alden—lebih dari hidupnya sendiri. Namun, kebahagiaan mereka direnggut secara paksa. Berasal dari keluarga Rosales yang merupakan musuh bebuyutan keluarga Ferguson, Isabella diancam oleh keluarganya sendiri: tinggalkan Alex dan anak-anaknya, atau mereka semua akan dihancurkan.

Demi melindungi orang-orang yang dicintainya, Isabella membuat pengorbanan terbesar. Ia berpura-pura meninggalkan mereka atas kemauannya sendiri, membiarkan Alex percaya bahwa ia adalah wanita tak berperasaan yang memilih kebebasan. Selama lima tahun, ia hidup dalam pengasingan yang menyakitkan, memandangi foto anak-anaknya dari jauh, hatinya hancur setiap hari.

Di sisi lain kota, Celine Severe, seorang desainer yatim piatu yang baik hati, menjalani hidupnya yang sederhana. Jiwanya lelah setelah berjuang sendirian begitu lama.

Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah malam yang tragis. Sebuah kecelakaan hebat terjadi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Pelukan itu terasa seperti sebuah jangkar di tengah lautan badai yang telah mengombang-ambingkan mereka selama lima tahun. Bagi Isabella, kehangatan dan kekuatan lengan Alex di sekelilingnya adalah satu-satunya hal nyata di dunia yang telah menjadi gila. Ia menghirup aroma yang familier dari suaminya—campuran samar dari cologne mahal, kopi, dan sesuatu yang unik milik Alex—dan untuk pertama kalinya sejak ia terbangun di rumah sakit, ia merasa telah pulang. Ia bukan lagi Celine yang tersesat; ia adalah Isabella yang telah ditemukan.

Bagi Alex, memeluk wanita ini adalah sebuah tindakan iman yang melawan semua logika. Tubuh yang ia dekap adalah milik seorang wanita asing, tetapi jiwa yang gemetar di dalamnya, isak tangis yang ia rasakan di bahunya, adalah milik istrinya. Keraguan yang telah menyiksanya selama berminggu-minggu kini lenyap, digantikan oleh sebuah kepastian yang begitu mendalam dan mutlak hingga terasa menyakitkan sekaligus membebaskan.

Perlahan, setelah waktu yang terasa abadi, mereka melepaskan pelukan itu. Mereka masih berlutut di atas karpet tebal di ruang keluarga, wajah mereka basah oleh air mata, dikelilingi oleh mainan anak-anak yang berserakan—saksi bisu dari reuni mereka yang mustahil.

Alex mengulurkan tangannya dan dengan lembut menyeka air mata dari pipi Isabella dengan ibu jarinya. Sentuhan itu begitu lembut, begitu penuh dengan penyesalan dan kerinduan.

"Kau..." bisik Alex, suaranya serak karena emosi. "Kau harus menceritakan semuanya padaku, Isabella."

Mendengar namanya diucapkan oleh bibir pria itu setelah sekian lama terasa seperti sebuah musik yang paling indah. Itu adalah sebuah pengakuan. Sebuah pembenaran atas keberadaannya. Dengan gemetar, Isabella mengangguk. Kebenaran, setelah begitu lama menjadi musuhnya yang paling menakutkan, kini akan menjadi pembebasnya.

Alex membantunya berdiri, kaki Isabella terasa begitu lemas hingga ia hampir tidak bisa menopang tubuhnya sendiri. Dengan lengan yang masih melingkari pinggangnya untuk menopangnya, Alex menuntunnya menjauh dari ruang keluarga yang terlalu terbuka, menuju ke tempat yang lebih pribadi. Bukan ke ruang kerja yang dingin, bukan ke perpustakaan yang menjadi ruang kolaborasi mereka, melainkan ke sebuah ruang duduk kecil yang jarang digunakan, yang jendelanya menghadap langsung ke taman atap.

Ia mendudukkan Isabella di atas sofa yang empuk dan mengambilkan segelas air untuknya. Ia tidak duduk di seberang, melainkan duduk di sampingnya, cukup dekat untuk menunjukkan dukungan, namun cukup berjarak untuk memberinya ruang.

Dan kemudian, cerita itu pun mengalir.

Seperti bendungan yang akhirnya jebol, Isabella menceritakan segalanya. Ia menceritakan malam saat ayahnya memberinya ultimatum yang kejam, mengancam akan menghancurkan Alex dan masa depan anak-anak mereka jika ia tidak pergi. Ia menceritakan rasa sakit yang merobek-robek jiwanya saat ia harus menulis surat perpisahan yang dingin dan penuh kebohongan itu, setiap kata terasa seperti racun.

Ia menceritakan tentang lima tahun hidupnya dalam pengasingan, bekerja serabutan, tinggal di apartemen sempit, di mana satu-satunya kemewahannya adalah foto-foto curian dari anak-anaknya. Ia menceritakan bagaimana ia mengamati mereka dari jauh, merayakan ulang tahun mereka dalam kesendirian, hatinya hancur setiap kali ia melihat betapa cepatnya mereka tumbuh besar tanpanya.

Terakhir, ia menceritakan tentang malam kecelakaan itu. Tentang keputusasaannya, tentang keinginan terakhirnya yang begitu kuat, dan tentang keajaiban yang tak bisa dijelaskan saat ia terbangun sebagai Celine Severe.

Selama ia bercerita, Alex hanya mendengarkan dalam diam. Wajahnya yang biasanya setenang batu pualam kini menjadi kanvas dari badai emosi. Kemarahan yang membara saat ia mendengar kekejaman keluarga Rosales. Rasa bersalah yang begitu dalam saat ia menyadari betapa salahnya ia telah menilai wanita yang paling ia cintai, membencinya karena sebuah pengorbanan yang ia buat untuk melindunginya. Dan di atas segalanya, rasa cinta dan kekaguman yang meluap-luap pada kekuatan wanita ini.

Saat cerita Isabella berakhir, keheningan menyelimuti ruangan. Air mata tak lagi mengalir. Yang tersisa hanyalah kebenaran yang telanjang dan menyakitkan.

"Aku... aku minta maaf, Isabella," bisik Alex, suaranya pecah. "Aku minta maaf karena telah membencimu. Aku seharusnya tahu. Aku seharusnya berjuang lebih keras untukmu."

"Kau tidak tahu," jawab Isabella lembut, meletakkan tangannya di atas tangan Alex. "Itulah tujuanku. Aku ingin kau membenciku, agar kau bisa terus hidup dan menjadi kuat untuk anak-anak."

Dan di tengah momen yang berat itu, sebuah ingatan tajam menyentak Alex. "Adrian," katanya, wajahnya tiba-tiba memucat. "Dia melihat kita. Dia melihatmu menangis."

Mereka saling berpandangan, menyadari bahwa di tengah reuni emosional mereka, mereka telah melupakan saksi kecil dari drama itu. Tanpa berkata-kata lagi, mereka bangkit dan berjalan bersama menuju kamar Adrian.

Mereka menemukan putra sulung mereka tidak sedang tidur. Ia duduk tegak di atas tempat tidurnya, memeluk lututnya, matanya yang besar menatap pintu dengan cemas.

Alex duduk di satu sisi tempat tidur, dan Isabella, setelah ragu sejenak, duduk di sisi yang lain. Mereka mengapit putra mereka, sebuah formasi keluarga yang telah lama hilang.

"Adrian," Alex memulai dengan lembut. "Ayah tahu kau pasti bingung dan mungkin sedikit takut melihat apa yang terjadi tadi."

Adrian mengangguk, matanya beralih dari ayahnya ke Nona Celine.

"Nona Celine sedang sangat sedih karena teringat sesuatu dari masa lalunya," lanjut Alex, memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Dan Ayah hanya berusaha menenangkannya. Yang perlu kau tahu adalah... Nona Celine sangat, sangat penting bagi keluarga kita. Dan semuanya akan baik-baik saja."

Isabella mengulurkan tangannya dan mengelus rambut Adrian, sebuah sentuhan yang begitu familier dan menenangkan. "Kami baik-baik saja, jagoan," katanya, suaranya hangat. "Hanya... percakapan orang dewasa yang sedikit emosional. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Melihat ayahnya dan Nona Celine duduk bersama di sampingnya, bersatu dan tenang, tampaknya sudah cukup bagi Adrian. Ketakutan di matanya perlahan memudar, digantikan oleh rasa kantuk. Ia merebahkan kepalanya kembali ke bantal, dan dalam beberapa menit, napasnya menjadi teratur.

Setelah memastikan putra mereka benar-benar tertidur, Alex dan Isabella kembali ke ruang duduk dalam diam. Kelelahan emosional yang luar biasa kini menyelimuti mereka berdua.

Isabella adalah yang pertama memecah keheningan. "Apa yang akan kita lakukan sekarang, Alex?" tanyanya, pertanyaan yang paling penting dari semuanya.

Alex tidak langsung menjawab. Ia berjalan ke arah jendela besar yang menghadap ke timur. Di kejauhan, garis cakrawala mulai memerah, menandakan fajar yang akan segera tiba. Malam yang panjang hampir berakhir.

Ia berbalik dan berjalan kembali ke arah Isabella. Ia tidak lagi duduk terpisah, melainkan duduk di sampingnya di sofa. Ia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Isabella, jari-jari mereka bertaut dengan pas, seolah tidak pernah terpisah.

"Untuk saat ini," katanya, suaranya mantap dan penuh keyakinan. "Kau akan terus menjadi Nona Celine. Kita harus melindungi rahasia ini, terutama dari anak-anak sampai waktunya tepat, dan dari keluarga Rosales. Tapi di balik pintu yang tertutup, bagiku... kau adalah Isabella. Kau adalah istriku."

Ia meremas tangannya dengan lembut. "Kita akan menghadapi ini bersama-sama. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Aku bersumpah."

Isabella menatap tangan mereka yang bertaut. Itu adalah sebuah janji. Sebuah sauh di tengah lautan ketidakpastian. Tantangan di depan mereka sangat besar. Ada keluarga yang harus disembuhkan, musuh yang harus dihadapi, dan kebohongan yang harus dijalani.

Tetapi saat ia menatap wajah suaminya, yang kini dipenuhi oleh cinta dan tekad, bukan lagi kemarahan, ia tahu mereka akan baik-baik saja. Fajar pertama dari kehidupan baru mereka telah tiba, dan untuk pertama kalinya dalam lima tahun yang sangat panjang, mereka akan menyambutnya bersama.

1
Indah Ratna
bagus thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!