NovelToon NovelToon
Cinta Kecil Mafia Berdarah

Cinta Kecil Mafia Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Beda Usia / Fantasi Wanita / Cintapertama / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Zawara

Zoya tak sengaja menyelamatkan seorang pria yang kemudian ia kenal bernama Bram, sosok misterius yang membawa bahaya ke dalam hidupnya. Ia tak tahu, pria itu bukan korban biasa, melainkan seseorang yang tengah diburu oleh dunia bawah.

Di balik kepolosan Zoya yang tanpa sengaja menolong musuh para penjahat, perlahan tumbuh ikatan tak terduga antara dua jiwa dari dunia yang sama sekali berbeda — gadis SMA penuh kehidupan dan pria berdarah dingin yang terbiasa menatap kematian.

Namun kebaikan yang lahir dari ketidaktahuan bisa jadi awal dari segalanya. Karena siapa sangka… satu keputusan kecil menolong orang asing dapat menyeret Zoya ke dalam malam tanpa akhir.

Seperti apa akhir kisah dua dunia yang berbeda ini? Akankah takdir akan mempermainkan mereka lebih jauh? Antara akhir menyakitkan atau akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zawara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Awal

DUARRR!!!

Suara ledakan menggema di seluruh gedung tak berpenghuni itu. Gedung tua yang cukup rapuh itu bergetar, menjatuhkan serpihan-serpihan kecil dari atapnya.

"TIARAP!" Bariton seorang laki-laki mengiringi ledakan itu sambil membuang sebuah granat siap ledak ke tengah gedung.

DUARRR!!!

Sekali lagi ledakan terjadi, memaksa beberapa orang yang berada di sana mengikuti perintah laki-laki misterius itu untuk menyelamatkan diri.

Kebisingan mereda.

Tiba-tiba, dari empat penjuru gedung muncul beberapa orang. Masing-masing dari mereka dilengkapi berbagai macam alat perang ala medan tempur angkatan militer.

Ratatatatatatatata!

Tanpa aba-aba, salah satu dari mereka mengeluarkan senjata dan mulai menembak secara membabi buta, membuat dua orang lainnya tak tinggal diam.

Zoya, salah satu gadis yang tengah kalang kabut oleh tembakan itu, segera mengeluarkan senjata andalannya, sebuah pistol replika yang ia simpan di balik jaket hitamnya untuk digunakan saat benar-benar terdesak.

"Riani, tiarap!" teriak Zoya memberi peringatan kepada salah seorang temannya.

Seolah mengerti, Riani segera mengubah posisinya menjadi tiarap. Si penembak sontak menghentikan aksinya dan menoleh ke arah teriakan Zoya. Pertahanannya melemah.

Dor! Dor! Dor!

Sekarang giliran Zoya yang beraksi, mengambil alih alur permainan. Secara beruntun, Zoya berhasil "menembak" lawannya di bagian kepala dan perut, menyebabkan musuhnya langsung "menjemput ajal" di tempat.

Setelah menghabisi satu pengganggu, Zoya bergerak gesit mencari musuh yang tersisa.

Pertempuran memanas. Tinggal satu musuh lagi agar label pemenang menjadi milik Zoya. Ia meningkatkan kewaspadaan, memaksimalkan semua indra untuk menerawang keberadaan musuh terakhirnya.

Dor!

"Akhh!"

"Zoya?" Mendengar rintihan Zoya, Riani segera memastikan keadaan temannya, tak menghiraukan musuh yang bisa saja menjadikannya korban kedua.

"Zoyaaaa!" pekik Riani dramatis, melihat tubuh Zoya terkapar di lantai.

Kondisi Zoya terlihat memprihatinkan. "Darah" segar mengalir dari dada kirinya, membuat bibirnya seolah memucat. Tatapan waspadanya memudar, berubah sendu. Ia meletakkan kepalanya di pangkuan Riani, menggenggam tangan temannya itu erat-erat.

"Ni... keknya ini ajal gue... gue pergi ya... gue bersyukur punya temen kayak lo... nitip kata buat Bi Inem, kasih tau dia kalo gue sayang banget sama dia..."

"Yaaaa... hiks hiks... Zoyaaaa... hiks hiks... jangan mati! Utang lo masih banyak... hiks hiks... bayar dulu!"

Perang sengit berakhir nestapa. Peperangan yang terasa begitu nyata, setidaknya bagi empat siswa SMA itu diakhiri oleh hasil seri.

"Yeeee, si anjing drama banget! Bangun lo!"

"Ihhh, apaan sih! Lo lagi dramatis juga, ganggu aja," protes Zoya pada Dandi, teman sekolah sekaligus teman sepermainannya sejak kecil, yang baru saja "membunuhnya".

Zoya bangkit, membersihkan pakaiannya dari debu.

"Udah sore nih, gue ama Andre mau pulang. Udahan mainnya, emak gue ngamuk nanti," kata Dandi.

"Iya nih, Mama gue kalo marah seremnya gak ketulungan," Riani menyetujui.

"Yaudah ayo pulang, Bi Inem juga pasti nyariin gue."

Imajinasi hebat dari empat remaja itu membuat permainan perang-perangan terasa next level. Akting apik mereka membuat permainan kekanakan itu tak kalah dari adegan film Hollywood.

"Daaaaah!"

Mereka berpisah di perempatan jalan setapak. Teman-temannya pulang disambut orang tua, namun berbeda dengan Zoya. Bukan ayah atau ibu yang menantinya, melainkan seorang asisten rumah tangga sepuh yang sudah dianggap nenek oleh Zoya. Beliaulah yang senantiasa menunggu dikala Zoya pulang terlambat.

Zoya berjalan sendirian di jalan tanah yang diterangi lampu jalan temaram. Sudah pukul 6 sore, ia pulang terlalu larut karena keasyikan bermain.

Di sisi lain, tak jauh dari tempat Zoya berada.

"Akhhh, sialan!" umpat seorang lelaki berumur saat sebuah peluru berhasil menggores lengan berototnya.

Hanya sepersekian detik ia lengah, musuh berhasil melukainya. Mereka melanggar perjanjian tertulis untuk tidak menggunakan senjata api.

"Tuan!" pekik seorang pria melihat lelaki itu terluka.

"BAJINGAN!" Lelaki itu, Bram, terlihat murka. Kilatan amarah terpancar jelas dari netra abunya. Aura mengintimidasinya membuat siapapun bergidik ngeri, termasuk para musuh yang sempat menghentikan aksi mereka sesaat karena takut.

Dor! Dor! Dor!

Kepalang tanggung, walau takut setengah mati, musuh tetap menarik pelatuk. Kali ini kaki dan perut Bram terkena timah panas. Mereka berharap peluru itu cukup untuk menghabisi nyawa seorang Bram.

"Tuan! Pengecut kalian! Kalian melanggar perjanjian!" teriak Rian, bawahan setia Bram.

Melihat Bram tak berdaya, musuh merasa di atas angin. Nyali mereka yang tadi ciut kini kembali besar.

"Persetan dengan perjanjian! Kami tidak peduli! Yang penting nyawa Tuanmu lenyap di tangan kami!"

"Tangkap mereka!"

"Tuan, ayo!" Rian memapah Bram. Pasukannya yang tersisa sukarela menyerahkan nyawa demi menahan musuh, memberi waktu bagi Bram dan Rian untuk meloloskan diri.

Zoya yang sedang berjalan santai tiba-tiba mendengar suara letusan asli.

"Akhhh.. Suara tembakan?" gumamnya bingung, berbeda dengan suara mainannya tadi.

Tiba-tiba, dari arah samping muncul dua laki-laki dengan kondisi mengenaskan.

Brukk!

Salah satu dari mereka ambruk di depan Zoya.

"Astaghfirullah!" Zoya terlonjak kaget melihat darah sungguhan berlumuran di tubuh mereka.

"Nona, tolong selamatkan Tuan saya!"

"Darah..." Fokus Zoya teralihkan oleh cairan merah pekat yang terus mengucur dari tubuh kekar Bram. Ia terlalu syok untuk mendengar kata-kata Rian dengan jelas.

Suara derap langkah musuh terdengar mendekat. Rian tak punya pilihan.

"Nona, saya titip Tuan saya di sini! Tolong jaga dia, saya akan segera kembali!" ucap Rian terburu-buru, tak menghiraukan wajah bingung gadis itu. Ia harus memancing musuh menjauh.

Rian langsung berlari pergi, meninggalkan tuannya berdua bersama Zoya yang masih bengong.

"Eh, mau ke mana?" teriak Zoya pada punggung Rian yang menjauh. "Aduh, gimana ini?"

Ia menatap lelaki yang terkapar di kakinya. "Pak? Pak, Bapak masih hidup, kan?"

Zoya gelagapan. Ia panik karena darah terus keluar.

"Bapak ini berdarah beneran... kalau gak diobati nanti meninggal."

Setelah menarik nafas panjang untuk menenangkan diri, Zoya memutar otak. Tidak ada cara lain selain membawanya ke rumah.

"Ayo, Pak... eughhh... Ya Allah, si Bapak berat amat sih!"

Dengan susah payah, Zoya memapah hampir menyeret tubuh besar itu. "Bismillah, ayo Pak, saya bawa ke rumah biar diobati."

Keesokan paginya.

Sayup-sayup Bram membuka matanya. Ia mencoba mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan asing itu. Ia terkejut saat matanya menangkap sosok gadis kecil tengah memandanginya dengan wajah penasaran tepat di samping tempat tidur.

"Arghhh!" Bram terlonjak kaget.

"Biiiik! Bibikkkk!"

Untuk kedua kalinya, Bram dikejutkan oleh suara melengking dari gadis mungil itu.

"Iya, Non, ada apa?" tanya Bi Inem tergopoh-gopoh datang.

"Bi, Bapaknya udah bangun."

"Oalah, alhamdulillah."

"Tolong..." lirih Bram sambil berusaha mengubah posisi tidurnya.

"Bi, Bapaknya ngomong."

"Iya Pak, ada apa?"

"Tolong... saya mau duduk."

Mendengar itu, Zoya dengan gesit membantu. "Sini, Zoya bantuin."

"Terima kasih."

Dalam posisi duduk, Bram mulai memahami kondisinya. Dadanya dibalut perban, begitu juga tangan dan kakinya. Ia yakin dua wanita inilah penyelamatnya.

"Kalian sudah menyelamatkan saya. Terima kasih."

"Iya Pak, sama-sama," jawab Bi Inem lembut, disertai anggukan Zoya.

"Bibi ambil sarapan dulu ya. Bapak ngobrol dulu sama Non Zoya," pamit Bi Inem. Ia tahu laki-laki itu pasti lapar karena tak sadarkan diri sejak semalam.

Sepeninggal Bi Inem, keheningan melanda sesaat.

"Nama kamu Zoya?" tanya Bram memecah sunyi.

"Iya. Tepatnya Zoya Wilhelmina Suren."

"Kalo Bapak siapa?"

"Saya Bram."

"Oh, oke."

Hening lagi. Bram menatap lekat wajah gadis yang menyelamatkannya itu.

"Cantik," lirih Bram tanpa sadar.

"Hah? Apa?"

"Kamu gadis yang cantik," puji Bram lebih jelas.

Pipi Zoya bersemu merah. "Hehe, si Bapak bisa aja. Saya jadi malu."

Refleks karena salah tingkah, tangan Zoya melayang menepuk lengan Bram.

PLAK!

"Akhhh!" Bram meringis. Tepukan "malu-malu" itu mendarat tepat di luka lengannya.

Zoya terbelalak panik. "Eh! Sorry, sorry! Maaf, Pak! Saya lupa Bapak lagi sakit!"

1
knovitriana
iklan buatmu
knovitriana
update Thor saling support
partini
🙄🙄🙄🙄 ko intens ma Radit di sinopsis kan bram malah dia ngilang
partini
ini cerita mafia apa cerita cinta di sekolah sih Thor
partini
yah ketauan
partini
Radit
partini
😂😂😂😂😂 makin seru ini cerita mereka berdua
partini
ehhh dah ketauan aja
partini
g👍👍👍 Rian
partini
seh adik durjanahhhhhh
partini
awal yg lucu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!