Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Mahendra duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Kevin Tiba Di Lokasi Proyek
Siang itu matahari menyengat, debu proyek berterbangan karena deru truk yang keluar masuk area pembangunan..
Kevin turun dari mobil dengan napas berat, bajunya belum sempat rapi, wajahnya masih membawa sisa amarah dan tekanan dari telepon pagi tadi..
Ia melangkah cepat menuju area utama, tempat laporan menyebut terjadi masalah.
Dan di sana, telah berdiri seorang pria dengan jas hitam tipis, lengan terlipat, aura dingin dan tegas memancar kuat..
Beberapa staf proyek berdiri sedikit jauh, menunduk, tak berani menatap..
... Bryan...
Orang yang paling tidak ingin Kevin temui hari ini..
Begitu Bryan melihat Kevin, rahangnya mengeras, ia mendekat dengan langkah cepat.
Tanpa menunggu salam, ia langsung menghantam Kevin dengan kata-kata tajam:
"Akhirnya kamu datang juga.” ucap nya
Kevin langsung menelan ludah.
“Maaf Pak, saya...”
Bryan menunjuk bangunan proyek yang masih setengah jadi dengan kasar..
"Lihat itu! Ini proyek yang kamu bilang ‘siap jalan’? Ini lebih terlihat seperti proyek yang ditinggalkan!” ucap Bryan keras
Beberapa pekerja yang mendengar menunduk makin dalam. Kevin mencoba menahan diri.
"Pak Bryan, izinkan saya menjelaskan” ucap Kevin
“Tidak ada penjelasan” Bryan membentak sambil meninju papan laporan hingga bergoyang keras..
Wajah Kevin memerah.
Ia menahan napas, rahangnya terkunci..
Bryan melangkah semakin dekat, jarak mereka tinggal beberapa sentimeter.
"Kamu pikir saya mau main-main? Perusahaanmu ngajuin kerja sama dengan saya, tapi kamu sendiri nggak mampu kontrol proyek sebesar ini! Dimana otak kamu, Kevin?!” cerca Bryan
Kevin mengepalkan tangan, keringat dingin mengalir dari pelipisnya, campuran marah dan malu..
"Pak Bryan, dengan segala hormat… jangan rendahkan saya seperti itu di depan tim,” katanya, suaranya bergetar menahan amarah.
Bryan malah tertawa sinis.
"Kamu tersinggung? Bagus.”
Ia mendekat lebih agresif, menekan dada Kevin dengan jarinya..
"Orang yang nggak bisa kerja, nggak layak merasa tersinggung.”
Sekejap, Kevin menepis tangan Bryan dari dadanya, tapi beberapa staf langsung mundur panik, situasi memanas..
“Jangan perlakukan saya seolah-olah saya ini bawahan Anda dan jangan perlakukan saya seolah-olah saya ini tidak tahu apa-apa! Saya punya kemampuan, saya punya pengalaman dan saya bukan bawahan Anda" balas Kevin dengan suara meninggi
"Pengalaman?!” Bryan memotong.
Ia menarik kerah kemeja Kevin kasar.
Para staf proyek langsung terkejut, beberapa mau melerai tapi tak berani..
Bryan berbisik dengan nada paling mematikan yang pernah Kevin dengar:
"Satu kesalahan kecil dari kamu… dan bukan cuma kerja sama kita yang batal. Perusahaan mu bisa tenggelam, kamu ngerti?”
Kevin meraih tangan Bryan, menepis dengan keras.
Kini wajah Kevin pun gelap, amarah nya tidak lagi bisa ia sembunyikan.
“Jangan ancam saya, Pak.” ucap Kevin
Bryan maju lagi, Kevin menahan, hanya butuh satu dorongan kecil… dan mereka bisa saling hantam..
Suasana hening tegang, hanya suara mesin proyek yang terdengar dari kejauhan..
Akhirnya Bryan melepaskan Kevin dan menghela napas panjang, namun tetap penuh kemarahan..
"Saya kasih kamu kesempatan terakhir. Benahi proyek ini, hari ini juga. Kalau tidak…” ucap Bryan sambil menatap Kevin lurus, tatapannya tajam seperti pisau.
"Saya pastikan kamu akan kehilangan lebih banyak dari sekadar kerja sama.” tegas Bryan
Tanpa menunggu jawaban, Bryan melangkah pergi diikuti para asistennya..
Kevin hanya berdiri diam, dadanya naik turun cepat, giginya terkatup, tangannya mengepal hingga uratnya terlihat..
Ia hampir kehilangan kendali barusan dan ia sadar…
Sekarang, bukan cuma proyek yang harus ia selamatkan tapi juga masa depan perusahaan nya dan harga dirinya sebagai seorang pria.
***
Setelah Bryan pergi, suasana proyek terasa jauh lebih sunyi, semua orang menunduk, pura-pura sibuk, padahal mereka jelas mendengarkan pertengkaran tadi..
Kevin menarik napas panjang, mencoba menetralkan emosinya, ia tahu satu hal:
Kalau dia tidak bergerak cepat, karier dan perusahaannya bisa hancur, ia langsung memanggil mandor proyek..
“Pak Fajar, saya ingin semua laporan mingguan, harian, dan progres material ditumpuk di ruang kontrol, sekarang.” ucap Kevin dengan tegas
Raut wajah mandor itu langsung pucat.
“I-iya Pak, sekarang juga…” ucap nya gugup
Gerak-geriknya mencurigakan, tapi Kevin belum berkomentar.
Beberapa menit kemudian, Kevin duduk di ruang kontrol sementara berkas-berkas menumpuk di hadapannya..
Ia membuka satu per satu laporan:
* laporan material
* pembayaran vendor
* kedatangan barang
* progres mingguan
* laporan foto
Semakin lama ia membaca, semakin kelihatan kekacauan yang tidak wajar, di salah satu laporan:.
**Tertulis pembelian besi ukuran 12mm — 200 batang..**
Tapi di laporan stok gudang:.
**Tercatat hanya 80 batang.**
Kevin mengerutkan kening.
“Kenapa jumlahnya beda jauh begini?”
Ia membuka laporan lain, hal yang sama terjadi pada
* semen
* pasir
* cat dasar
* dan pipa besi
**Semua material lebih sedikit dari yang dibeli.**
Ini bukan salah input.
**Ini pencurian, atau sabotase.**
Kevin mengepal meja.
Ia mengambil laporan foto mingguan, photo menunjukkan pembangunan berjalan normal, tapi Kevin merasa ada yang janggal..
Ia membandingkan:
* foto dari dua minggu lalu
* dengan kondisi bangunan yang baru ia lihat barusan
Dan ia menemukan hal aneh, beberapa foto progres ternyata foto lama yang diedit dan hasilnya tampak berbeda jika dilihat bayangan cahaya dan posisi pekerja..
"Yang edit ini… sengaja nutupin keadaan sebenarnya,” gumamnya dingin.
Kevin memanggil kembali mandor Fajar.
“Pak Fajar… saya tanya satu hal.”
Fajar berdiri kaku tangan gemetar..
“Semua laporan ini… kenapa tidak cocok?” ucap Kevin dengan tatapan tajam
Mandor itu tersentak.
“Pa-pak… mungkin bagian administrasi salah input"
“Salah input semua? Dari minggu pertama sampai minggu ketiga?” lagi-lagi Kevin menatap tajam.
Fajar langsung terdiam, keringat membasahi pelipisnya.
Saat Kevin hampir menekan mandor lebih jauh, seorang lelaki berperawakan tinggi dengan pakaian supervisor datang tergesa-gesa.
"Maaf, Pak Kevin… saya Jeremy, supervisor proyek.” ucap nya
Kevin menatap lelaki itu tajam.
“Kamu baru muncul sekarang?”
Jeremy tersenyum canggung.
“Ada urusan di lapangan, Pak.”
Kevin tahu itu bohong, Jeremy lalu mengambil beberapa laporan di meja dan berkata cepat:
“Mengenai perbedaan material, itu mungkin dari vendor Pak, kami sering terlambat dapat barang.”
Kevin memotong:
“Vendor bilang barang sudah dikirim lengkap, ada bukti tanda tangan penerimaan barang… dan tanda tangan itu punya kamu.”
Jeremy langsung terdiam, matanya bergerak gelisah..
Fajar, sang mandor, terlihat makin pucat, ada sesuatu antara dua orang ini...
Kevin membuka folder terakhir folder pengeluaran, di dalamnya ada slip pembayaran vendor.
Dan salah satu slip membuat Kevin berhenti bernapas sejenak.
Pembayaran sebesar 120 juta dilakukan ke rekening pribadi, bukan rekening vendor resmi..
Nama penerima! Yoga Pratama
"Kenapa namanya muncul di proyek ini? Dan siapa yang masukkan dia ke sini?" Gumam Kevin
Kevin menatap Jeremy dan Fajar bergantian.
“Siapa dari kalian yang bekerja sama dengan Yoga Pratama dan siapa dia, jelaskan kepada ku"
Tidak ada jawaban.
Keduanya menunduk.
“INI proyek miliaran, masalah seperti ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada yang sengaja mengatur.”
Jeremy mulai panik.
“Pak Kevin… ini bukan seperti yang Bapak pikirkan…”
Kevin berdiri, mendekat, suaranya dingin:
“Kalau saya temukan bukti kalian terlibat… kalian bukan hanya kehilangan pekerjaan. Kalian bisa masuk penjara.”
Fajar langsung gemetar.
Jeremy menelan ludah keras.
Tiba-tiba ponsel Kevin bergetar, saat ia melihat layarnya…
Dadanya langsung mengencang.
Nama yang muncul:
"Raisa"
Ia terdiam sesaat.
Di tengah kekacauan ini… hanya suara Raisa yang bisa sedikit membuatnya tenang.
Namun sebelum Kevin sempat mengangkat, Jeremy tiba-tiba panik dan berkata:
“Pak… Pak Kevin… saya harus bicara… ada sesuatu yang lebih besar dari ini.”
Kevin menatapnya.
“Apa?”
Jeremy menelan ludah, jelas ketakutan.
"Ini bukan hanya pencurian material… ada seseorang dari luar proyek yang memerintahkan kami… dan Bapak pasti kaget kalau tahu siapa dia…”