NovelToon NovelToon
CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:690
Nilai: 5
Nama Author: Rii Rya

dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 24

"Ale!" Elena berteriak memanggil Alejandro dan berlari keluar dari kamarnya dengan napas tersengal dan wajah penuh ketakutan.

Alejandro, yang tengah membasuh tangannya di wastafel, refleks menoleh ke belakang. Ia bahkan belum sempat menyeka seluruh noda merah yang menempel di punggung tangannya. Entah apa yang dilakukan pria itu di tengah malam seperti ini. Setelah memasang kembali alat bantu dengarnya yang sempat terjatuh saat ia menoleh, ia segera melangkah cepat dan membuka pintu.

"Elena..." panggilnya pelan saat melihat gadis itu berlari ke arahnya dengan raut wajah cemas.

"Ale..." Elena langsung memeluknya erat dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu sambil menangis.

"Ada apa? Kenapa kau menangis?" tanyanya, meski bingung. Sudut bibirnya terangkat tipis, seolah tak kuasa menyembunyikan rasa senang. Bagaimana mungkin ia bisa bahagia di tengah ketakutan gadis itu? Tapi nyatanya, dipeluk seperti ini membuat hatinya bergetar.

Elena tersadar. Ia refleks melepaskan pelukannya dan menunduk, merasa malu sekaligus menyesal. Gadis itu menggigit bibir bawahnya ketika Alejandro menunduk, menatap wajahnya dari dekat.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu takut?" tanyanya lagi.

Elena hanya mengangguk tanpa berkata sepatah pun. Ia menggenggam tangan Alejandro dan menariknya menuju kamar, hendak memperlihatkan coretan berdarah yang mengusik pikirannya.

Alejandro menyibak tirai jendela dengan cepat dan menemukan coretan merah mencolok di sana. Wajahnya tetap tenang, tak menunjukkan ekspresi terkejut atau takut. Terlalu tenang!

Ia berbalik, menyentuh kedua bahu Elena dan menatapnya lekat sebelum berkata pelan, "Tetap di sini. Aku akan memeriksa ke bawah."

Tanpa menunggu persetujuan gadis itu, Alejandro segera melangkah pergi. Namun, mata hazel Elena sempat menangkap noda tanah di ujung kemeja pria itu.

'Apa yang sebenarnya yang dia lakukan tengah malam seperti ini?' batinnya sambil memandangi punggung Alejandro yang semakin menjauh.

Di luar, Alejandro memanjat naik ke jendela kamar Elena. Ia menghapus dan membersihkan coretan merah itu dengan sangat teliti hingga tak menyisakan noda sedikit pun.

Tirai jendela kamar sudah ditutup, namun Alejandro masih bisa melihat sedikit dari celah yang tidak tertutup rapat. Gadis itu duduk diam, membelakanginya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Alejandro kembali setelah membersihkan tangannya dari noda.

Elena bangkit dari duduknya dan menatap Alejandro dengan serius.

"Bagaimana? Apa kau menemukan siapa pelakunya?"

Alejandro menggelengkan kepala pelan, lalu menjawab pertanyaan Elena dengan nada serius.

"Mungkin dia sudah pergi. Saat aku turun ke bawah tadi, aku melihat jejak sepatu di sekitarnya."

"Lalu... bagaimana jika dia kembali dan berusaha mencelakaiku? Ale..." Elena menyentuh lengan berotot pria itu. Kepanikan dan ketakutan sudah terlanjur menguasainya.

"Kita bisa tidur bersama malam ini," ucap Alejandro tiba-tiba, membuat Elena mengernyitkan dahi, heran.

"Eh, maksudku, kau tidur di kasur, dan aku akan tidur di sofa. Aku janji tidak akan berbuat yang aneh-aneh padamu. Kau bisa mempercayaiku, Elena."

Pria itu mengangkat tangannya dan meletakkannya di depan dada, lalu tersenyum lucu dan kikuk.

Tak lama kemudian... terdengar suara benda jatuh dari luar, disusul suara kucing bertengkar. Suara itu mengejutkan Elena hingga ia spontan memeluk Alejandro kembali dan kali ini lebih erat.

Alejandro terdiam, deg-degan, dan bahkan detak jantungnya berpacu dengan cepat.

Gila, kenapa dia jadi penakut seperti ini? Padahal sebelumnya dia menyuruhku pergi dengan alasan tidak bisa menggaji ku... astaga... kalau dia terus bertingkah seperti ini, bagaimana aku bisa menghadapi dia setiap hari?

Apa aku memang enak buat dipeluk, ya? gumam Alejandro dalam hati, penuh rasa percaya diri.

Akhirnya, gadis itu sudah terlelap di ranjang milik Alejandro, sedangkan pria itu berbaring di sofa, masih dalam ruangan yang sama.

Alejandro memiringkan tubuhnya, menopang kepala dengan satu tangan sambil memperhatikan bagaimana gadis itu bisa tertidur pulas.

"Bisa-bisanya dia tertidur pulas seperti itu, padahal di dalam ruangan ini ada pria dewasa?" ujarnya pelan.

Huft... Alejandro bangkit dan masuk ke kamar mandi.

Hari ini, Sean, Alana, dan Ryuga kembali ke tanah air.

Mobil hitam pekat memasuki halaman rumah yang luas. Sean menyipitkan mata, memperhatikan beberapa mobil yang telah terparkir di halaman rumahnya.

"Hati-hati, Sayang," ucap Sean sambil membantu Alana berpindah ke kursi roda, lalu mendorongnya masuk ke dalam rumah. Ryuga mengikuti dari belakang sambil menyeret koper, sebelum beberapa pelayan datang menghampiri dan mengambil alih.

Sean menghentikan langkahnya sejenak ketika melihat rumahnya telah ramai oleh orang-orang yang mengisi warna dalam hidupnya, selain istrinya sendiri.

"Tuan Sean! Nyonya Alana!" seru seorang pria bermata sipit dengan penampilan dewasa yang berlari kecil menghampiri mereka dengan wajah sumringah.

"Ben?" Sean melirik ke arah Donna, Dirgantara, dan Yerin, yang tengah mengusap perutnya yang besar, menandakan usia kehamilannya sudah memasuki 8,5 bulan.

Donna ikut mendekat. Ia berjongkok dan menggenggam tangan Alana. Meski dulunya hanya rekan kerja di toko bunga, Donna memahami penderitaan wanita yang kini menatapnya dengan sorot mata bingung seolah mencoba mengingat sesuatu.

"Aku sangat sedih saat mendengar kabar kau sakit keras, Alana... Tapi aku bersyukur karena sekarang kau sudah sembuh," ucap Donna dengan mata berkaca-kaca.

"Tuan, kau tega sekali! Bagaimana bisa kau menyembunyikan semua ini dari kami? Apa selama belasan tahun aku mengabdi padamu masih belum cukup untuk membuktikan bahwa aku pantas dipercaya?" Ben bahkan sudah berlinang air mata.

Sean menggeleng pelan, lalu melirik ke arah Ryuga yang tengah menahan tawanya. Sudah pasti anak itu yang menyebarkan kabar ini.

"Apa yang kau bicarakan? Sudahlah, berhenti menangis seperti itu. Kau hanya akan menakut-nakuti Alana," ujar Sean sambil mengusap kedua bahu istrinya dari belakang.

Alana lalu memandang ke arah Dirgantara, pria yang berdiri di sebelah wanita hamil itu, sambil membawa sebuket bunga. Wajah pria itu tampak tak asing baginya, namun ia tak bisa mengingat lebih jauh.

Dirgantara maju dan menyerahkan bunga itu kepada Alana. Sean langsung berdeham dan melirik tajam ke arah bunga malang yang tak bersalah.

Dirgantara terkekeh pelan. "Sudah setua ini, kau masih menyimpan rasa cemburu padaku?" sindirnya.

"tua apanya? Jangan bicara sembarangan," sahut Sean dengan nada kesal.

Ucapan itu langsung membuat semua orang tertawa, termasuk Alana yang menyentuh lengan Sean sambil tersenyum hangat. Ia merasa sangat bahagia berada di antara orang-orang ini.

"Oh iya, ini untuk Nyonya. Kami sepakat menulis surat tentang pertemuan pertama kita dulu, agar Nyonya Alana bisa mengingat siapa kami," kata Ben sambil menyodorkan beberapa surat berwarna-warni pada Alana.

Namun, Sean lebih dulu merebutnya dari tangan Ben.

"Maaf, tapi aku harus memeriksa punyamu dan punyanya," ujarnya sambil melirik ke arah Dirgantara yang kini tertawa geli melihat sikap Sean.

"Aku harus memastikan kalian tidak menulis cerita yang aneh-aneh, apalagi mengarang bebas," Sean berdecak sambil membuka dan memeriksa isi surat-surat tersebut.

Ben mendekat dan berbisik, "Tuan pasti takut, ya? Kalau-kalau Nyonya mengingat betapa nekatnya Tuan dulu saat menculiknya berkali-kali."

Ben menahan senyum geli melihat wajah Sean yang langsung muram.

Tak lama kemudian

"Kak Ryu!" seru seorang gadis, membuat semua orang menoleh ke arah sumber suara.

"Natasha?" Ryuga tersenyum melihat putri paman Ben itu, yang sudah lama tak ditemuinya. Terakhir kali mereka bertemu adalah saat Ryuga masih duduk di bangku SMP.

Natasha mengucapkan salam kepada semua orang. Sementara itu, Ben menatap putrinya dengan sorot curiga.

"Kau bilang tidak ingin ikut, tapi tiba-tiba muncul di sini tanpa mengabari Ayah dan Ibumu lebih dulu. Bisa-bisanya kau nekat naik pesawat sendirian!" ucap Ben kesal.

"Aku tidak sendirian, Ayah. Aku bersama 75 penumpang lainnya di pesawat itu, kok. Lagipula, aku kan sudah dewasa. Ayah lupa ya, kalau aku baru saja ulang tahun? Aku sudah 20 tahun sekarang," jawab Natasha jujur.

Semua orang langsung tertawa melihat ekspresi wajah Ben yang habis diserang logika.

Sean menepuk bahu mantan asistennya itu sambil tertawa. "Ck, ck, ck... Kau tidak cocok jadi ayah yang protektif. Wajahmu terlalu imut!"

"Astaga, Tuan!"

Semua orang tampak sibuk menikmati hidangan di meja makan, kecuali Sean dan Dirgantara yang sengaja duduk menjauh untuk berbicara empat mata.

Sean meniup teh yang masih mengepulkan uap dengan tenang, membiarkan Dirgantara membuka pembicaraan terlebih dahulu.

"Kau sudah dengar beritanya, kan? Tentang kematian Tuan Wigantara?" tanya Dirgantara, ekspresi wajahnya cukup serius.

Sean menyandarkan punggungnya di kursi, lalu mengembuskan napas singkat.

"Itu mungkin karma untuknya," jawabnya dingin dan singkat.

"Jangan-jangan kau pelakunya. Apa kau yang meracuni pria tua itu dengan insulin dosis tinggi?" tuduh Dirgantara seenaknya.

Mata Sean langsung menajam, menatap Dirgantara dengan sorot yang menusuk.

"Kau mau kubuat bisu permanen? Suka sekali menuduhku sembarangan," balasnya tajam. Pandangannya sekilas melirik ke arah istrinya. Ia hanya takut jika Alana sampai mendengar ucapan Dirgantara tadi.

"Aku bahkan tidak punya waktu untuk mengurusi pria tua itu lagi. Kau tahu sendiri, aku sedang sibuk dengan operasi besar istriku."

Dirgantara mengangguk pelan, mencoba memahami.

"Lalu siapa sebenarnya yang melakukannya? Pihak kepolisian dan tim forensik tidak menemukan kejanggalan lain. Kasus itu akhirnya ditutup sebagai kasus overdosis insulin. Tapi aku yakin, dia sengaja dibunuh."

"Menurut pengakuan salah satu petugas lapas, sore harinya Tuan Wigantara sempat bertemu dengan seorang gadis cantik. Mungkin itu putrinya."

Sean terdiam. Ia memutar bola matanya, seolah menyadari sesuatu.

"Alejandro... Kau berani juga, ternyata," gumamnya dalam hati.

1
Mamimi Samejima
Terinspirasi
Rock
Gak nyangka bisa sebagus ini.
Rya_rii: terima kasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!