Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa pergi
Suasana di dalam ruangan CEO begitu mencekam saat Nathan dan Marvin saling melempar tatapan tajam. Marvin menahan tangan Nathan yang hendak menampar Via.
"Cukup Tuan, Jangan menyakitinya lagi." Ucap Marvin seraya menghempas tangan Nathan.
Nathan cukup terkejut dengan sikap Marvin yang lebih memilih membela Via di bandingkan dengan nya.
"Marvin, Kau..." Nathan yang marah langsung mencengkram kerah baju Marvin.
Marvin menutup mata bersiap menerima pukulan dari Bos nya saat melihat Nathan hendak melayangkan tinju ke wajahnya.
"Hahhhhhh." Pekik Nathan mendorong Marvin hingga terjungkal ke lantai.
Nathan tak sanggup untuk memukul Marvin. Walau bagaimana Marvin adalah asisten pribadi sekaligus sahabatnya, hanya Marvin yang selalu ada untuknya selama ini, dia orang yang paling mengerti dirinya.
"Kenapa Vin? Kenapa kamu berpihak pada wanita ini?" Tanya Nathan dengan suara bergetar karena menahan amarah.
"Maafkan saya Tuan, saya tidak bermaksud melawan anda." Ucap Marvin bangkit dan berdiri kembali dihadapan Nathan.
"Tapi memang tidak seharusnya Tuan memperlakukan Via seperti itu. Disini dia hanya korban Tuan, dia tidak salah apa pun." Bela Marvin, "Kita tidak mungkin menghukum orang yang tidak bersalah Tuan, itu sangat tidak adil untuknya." Sambungnya menatap Via sendu.
"Aku tidak perduli, yang pasti aku tidak akan menikahi dia." Ucap Nathan seraya menunjuk Via.
Tubuh Via terguncang, ucapan Nathan begitu menggema di telinganya. Namun dia hanya bisa diam dengan menundukan kepalanya.Melawan pun rasanya percuma karena semua hanya sia-sia, dia sudah bertekad tidak akan menerima uang dari Nathan dan juga tidak akan meminta Nathan untuk menikahinya. Kalau pun nantinya dia hamil, dia akan membesarkan anak itu sendiri.
"Tapi Tuan tidak harus menyakitinya lagi." Sahut Marvin.
"Kalau begitu, kau bawa dia pergi, aku tidak ingin melihatnya lagi." Ucap Nathan.
Marvin menghela napasnya, rasanya percuma berbicara dengan orang yang perasaannya sedang kacau.
"Baik Tuan, saya akan membawanya pergi, dan saya akan pasti kan Tuan tidak akan bisa menemuinya lagi. Permisi." Ucap Marvin membantu Via untuk bangkit dan merangkul bahunya.
"Ingat Tuan, anda memiliki seorang kakak perempuan, bagaimana perasaan anda kalau Kakak perempuan anda di perlakukan seperti anda memperlakukan Via. Pikirkan itu, Tuan." Ucap Marvin sebelum meninggalkan ruangan itu.
Nathan terdiam mematung menatap kepergian Marvin dan Via yang perlahan hilang dari pandangannya. Kata-kata Marvin bagai busur panah yang menancap tepat di hatinya.
"Kak Trisha." Lirih Nathan seraya memegangi dadanya yang terasa sesak karena menahan tangis.
"Ahhhhh, kenapa harus seperti ini, Kenapa?" Teriak Nathan seraya menyapu semua yang ada di meja kerja nya, hingga semua yang ada di meja itu berhamburan, bahkan laptop yang memang ada di meja itu pun terjatuh dan rusak.
Napas Nathan memburu, amarah nya sudah benar benar meluap, "Awas kau Clarissa, kau akan menerima balasan dari semua perbuatan mu. Bersiap lah menghadapi kehancuran mu." Ucapnya penuh dendam.
***
Via merasa dirinya tenggelam dalam ketakutan dan keputusasaan, setiap langkah nya terasa berat. Lalu Ia menatap laki-laki yang dengan wajah datarnya membawanya ke luar dari ruangan yang begitu mengerikan bagi nya, karena di sana ada seorang laki laki yang telah menginjak-injak harga dirinya.
"Masuk lah." Ucap Marvin setelah membuka pintu mobil untuk Via.
Via kembali menoleh pada Marvin, Marvin mengangguk seraya tersenyum, "Kamu akan aman bersamaku, tak ada yang perlu kamu takuti lagi." Ucap Marvin yang terasa bagai angin segar yang menerpa hidup Via.
Via tersenyum canggung lalu perlahan masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang di sana, meski hatinya telah hancur, tapi hidupnya belum berakhir.
Marvin masuk dan duduk di balik kemudi, di pandangnya sang wanita pujaan yang tengah menatap ke arah depan, "Via." Panggil nya dengan suara yang begitu dalam.
Via tersentak dan langsung menoleh ke samping, "Ya." Sahutnya serak.
Marvin hendak meraih bahu Via, namun seketika Via terbayang saat Nathan mencengkram bahunya, Ia pun segera menghindar dari tangan Marvin.
"Maaf." Ucap Marvin yang mengerti Via masih mengalami trauma, padahal tadi Ia hanya ingin memberikan Via kekuatan, tapi sepertinya Via masih terbayang dengan peristiwa semalam.
Marvin pun mengalihkan pandangannya ke depan dan segera melajukan mobil miliknya.
Marvin berniat membawa Via pergi sejauh mungkin, agar Nathan tak bisa melihat Via lagi.
***
Brakkk
Jay yang kesal pada security segera mendatanginya di pos, security itu terkejut saat tiba-tiba Jay menggebrak meja.
"Siapa yang mengijinkan kamu mengusir tamu ku? Apa kau tau, wanita yang hampir kau usir itu istriku." Jay meninggikan suaranya.
Seketika lutut security pun terasa lemas seakan tak bertulang. Memikirkan nasibnya yang seakan berada di ambang kehancuran karena kebodohannya.
"Ma..maafkan saya Pak, saya tidak tau kalau wanita itu ternyata istri Bapak, karena yang saya tau Pak Jay belum menikah." Ucap security itu menunduk.
"Ohhh ya, yakin hanya itu alasannya?" Ujar Jay yang tau arti tatapan Security itu.
"Maafkan saya Pak, saya salah karena hanya menilai seseorang dari penampilannya." Ucap Security itu.
"Ohhh jadi karena penampilannya seperti ini lalu kamu berhak mengusirnya, apalagi kamu menuduhnya sebagai seorang penipu?" Tanya Jay, "Kamu lihat baik-baik wajah istriku, Apa ada tampang penipu di wajah lugu ini, Hah?" Sambungnya seraya mengusap lembut pipi istrinya.
"Maafkan saya Pak, saya salah." Ucap security itu membungkuk hormat, "Maafkan saya Bu." Sambungnya kali ini menatap Luna dengan tatapan penuh penyesalan.
"Sudah berapa lama kamu bekerja disini?" Tanya Jay, sontak security itu beralih menatap Jay.
"Su...sudah tujuh tahun, Pak." Jawab Security gugup.
"Tujuh tahun." Ulang Jay, "Cukup lama bukan, tapi apa selama bekerja disini kamu sama sekali tidak memiliki nomor ponsel ku?" Tanya nya.
"Apa sulit buat kamu menghubungi ku terlebih dahulu untuk memastikan apa wanita ini benar istriku atau bukan?" Cerca nya.
"Sudah Mas, sudah. Luna ngga apa-apa kok " Ucap Luna menarik tangan Jay berusaha untuk menenangkan amarah Jay.
Jay menghela napasnya, berusaha menahan emosinya di depan sang istri, dia tak ingin Luna tau bagaimana sifat Jay saat sedang marah.
"Kali ini aku maafkan, tapi... sekali lagi kamu bertindak seperti tadi, jangan harap kau mendaptkan pengampunan dariku, bahkan aku bisa membuatmu kehilangan pekerjaan." Ujar Jay penuh penekanan dan di selingi ancaman.
"Terimakasih Pak, saya janji ini yang pertama dan terakhir saya membuat kesalahan." Ucap Security itu.
Jay mengangguk lalu segera merangkul pinggang Luna dan membawanya kembali ke ruangan.
Disana, Rahma dan Aryas sudah menunggunya, "Mbak." Panggil Rahma lalu menghambur ke pelukan Luna.
"Mbak tidak apa apa?" Tanya Rahma yang masih mengkhawatirkan Kakak Ipar nya.
"Aku tidak apa apa Ra." Jawab Luna tersenyum., Rahma pun ikut tersenyum.
"Ini kapan ya kita berangkatnya, keburu jam makan siang habis nanti?" Sindir Aryas pada istri dan Kakak iparnya.
"Hehehe, Maaf Bee." Rahma cengengesan seraya melepas pelukan nya dari Luna.
"Ya sudah kita berangkat sekarang, udah laper benget ini." Ajak Aryas lalu menuntun Rahma yang terlihat kesusahan untuk berjalan.
Jay menganggukan kepalanya, lalu mengikuti langkah Rahma dan Aryas dengan tangan yang masih merangkul pinggang Luna.
***
Sesampainya di restoran, mereka masuk ke dalam ruangan khusus untuk mereka makan berempat, ruangan yang sebelumnya sudah di booking oleh Jay.
"Dek, kenapa Syifa ngga ikut?" Tanya Jay setelah mereka sudah duduk dengan tenang di kursi masing-masing.
"Syifa tidur Mas, mau di bangunkan tapi ngga tega, jadi ya sudah, aku titipkan saja sama Mamah dan Papah. Kebetulan mereka ada di rumah." Jawab Rahma, Jay pun manggut-manggut.
Seorang pelayan datang membawakan makanan yang sudah di pesan sebelum nya oleh Jay, sehingga mereka tak menunggu lama.
"Silahkan Pak, Bu." Ucap pelayan itu.
"Terimakasih." Sahut mereka serempak, lalu pelayan itu pun segera undur diri dari ruangan itu.
"Wahhh, udah lama banget aku ngga makan ini, kayanya enak banget. Ayo Mas, Mbak." Ajak Aryas antusias seraya mengambil kan makanan untuk istrinya.
Jika Aryas terlihat begitu antusias, berbeda dengan Jay yang langsung menutup mulut dan hidungnya.
"Astaga, kenapa bau makanan ini ngga enak sekali, membuat perutku mual saja." Ucap Jay dalam hatinya seraya menahan gejolak di perut nya.