NovelToon NovelToon
When Love Comes Back

When Love Comes Back

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers / Pelakor jahat
Popularitas:13.5k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Irish kembali, membawa dua anak kembar dan luka lama yang telah berubah menjadi kekuatan. Ethan, pria yang dulu mengabaikannya tanpa rasa, kini tak bisa mengalihkan pandangan. Ada yang berbeda dari Irish, keteguhan hatinya, tatapannya, dan terutama... anak-anak itu. Nalurinya berkata mereka adalah anaknya. Tapi setelah semua yang ia lakukan, pantaskah Ethan berharap diberi kesempatan kedua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EP: 5

"Kenapa? Mengajari menantu sendiri apa tidak boleh? Rumah sakit ini kamu yang punya?!" ujar Yunita dengan nada tinggi. Meski sedikit ciut melihat dokter datang, wajahnya tetap menunjukkan kesombongan.

Leo terkekeh, menanggapi dengan tenang, "Anda benar. Rumah sakit ini memang milik keluargaku."

Beberapa orang di sekitar mulai tertawa pelan. Betapa tidak? Yunita sama sekali tidak tahu bahwa pria di depannya adalah Leo Krisna, Direktur sekaligus pemilik jaringan rumah sakit Mardika Medical. yang ternama di seluruh negeri. Bahkan rumah sakit terbesar di kota ini pun miliknya. Siapa yang berani bersikap seperti itu kepadanya?

Mendengar pernyataan Leo, Yunita merengut, lalu berkata ketus, "Kalau memang milik keluargamu, terus kenapa? Aku ke sini buat berobat, bukan buat dimarahi."

Leo membalas santai, "Kalau begitu, anda silakan ke bagian psikiatri,"

Biasanya, Leo malas meladeni orang seperti Yunita. Tapi entah kenapa, hari itu ia sedang dalam mood yang cukup baik untuk menghadapi pasien yang menyebalkan sekalipun.

"Apa maksud kamu?!" Jeremy justru yang duluan bereaksi. Ia merasa Leo sedang menghina ibunya. Apa dokter itu mengira jika ibunya sakit jiwa?

"Hmm... jadi bukan ke bagian psikiatri," sahut Leo masih dengan ekspresi santai. "Lalu ke bagian mana?"

"Tentu saja aku tidak sakit! Itu menantu sialan yang bilang aku kena kanker paru-paru. Padahal tubuhku sehat-sehat aja!" Yunita memelototi Jessi yang sejak tadi menunduk diam.

Leo mengalihkan pandangan ke Jessi. Meski samar-samar terasa familiar, ia belum bisa mengenali wanita itu. Tanpa berkata apa pun, Leo mendekat dan mengambil hasil tes serta CT scan dari tangan Jessi. Ia menatapnya sejenak, lalu mengernyit.

Kemudian, ia menatap Yunita dengan dingin. "Sel kanker sudah menyebar. Ada invasi mediastinum dan tekanan pada organ di sekitar tulang rusuk atas. Ini biasanya menyebabkan nyeri di dada dan bahu, pembengkakan pada lengan, dan gangguan gerak. Aku juga melihat kelopak mata turun, pupil mengecil, mata cekung, dan wajah tanpa keringat."

Leo berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Jadi... saat menantumu bilang kamu dalam stadium lanjut kanker paru-paru, itu bentuk penghiburan. Karena faktanya, kamu sudah dalam kondisi sangat serius. Kami hanya bisa menyarankan perawatan konservatif untuk mengurangi rasa sakit, atau... pulang."

Kata terakhir tidak ia ucapkan dengan keras. Ia tahu, mendengar hal itu dari seorang dokter bisa menghancurkan semangat siapa pun.

Setelah menyerahkan kembali hasil pemeriksaan kepada Jessi, Leo berbalik dan meninggalkan ruangan tanpa berkata apapun lagi.

Kerumunan orang yang berada di sana, yang tadi sempat menyaksikan kemarahan Yunita pada Jessi hanya bisa menatap kepergiannya dalam diam.

Yunita, yang semula menolak percaya, mulai gemetar. Tubuhnya terasa dingin dan lemas, dan ia jatuh berlutut di lantai.

"Bu! Ada apa?!" Jeremy segera membungkuk, panik, mencoba menopang ibunya.

"Nak, selamatkan aku... Aku tidak mau mati... tolong selamatkan aku!" ratap Yunita, suaranya penuh ketakutan.

"Aku akan melakukan segalanya untuk menyelamatkanmu, Bu," ucap Jeremy, matanya mulai memerah.

Yunita lalu berpaling pada Jessi. "Jessi... Jessi!"

Jessi menatapnya. Meski wajahnya masih terasa perih karena tamparan barusan, ia tetap maju, menopang Yunita, dan berkata pelan, "Ibu."

"Tolong selamatkan aku... aku tidak mau mati... Aku salah, Jessi. Aku tidak seharusnya memperlakukanmu seperti itu..."

Jessi mengangguk, suaranya tegas, "Bu, Jeremy dan aku akan berusaha sebisanya. Kalau perlu, kami keluarkan semua tabungan kami."

Namun Yunita langsung menolak panik, "Tidak! Jangan pakai uang anakku! Aku Tidak bisa biarkan itu! Bukankah ayahmu seorang profesor? Ibumu punya usaha juga, kan? Keluargamu pasti punya tabungan. Jual salah satu rumah kalian untuk biayai aku, ya?"

Jessi tercengang mendengarnya. Ia memang siap membantu semampunya. Tapi meminta orang tuanya menjual aset demi biaya pengobatan mertuanya? Itu keterlaluan.

"Jessi, tolong... kamu pinjam dari orang tuamu, ya? Aku mohon... Aku berlutut untukmu!" seru Yunita sambil jatuh berlutut di hadapan Jessi.

"Aku..." Jessi menelan ludah, lalu menjawab dengan lirih, "Aku dan Jeremy akan tanggung biayanya dulu, Bu. Kalau tidak cukup, aku akan bicarakan dengan orang tuaku."

"Jangan pakai uang anakku! Kamu harus pinjam dari orang tuamu! Kumohon!" Yunita menangis sejadi-jadinya, memegangi tangan Jessi erat-erat.

"Bu! Apa yang kamu lakukan!" Jeremy cepat melangkah maju dan menarik Yunita. Dia memandang Jessi dengan kesal. "Ibuku seperti ini, tidak bisakah kamu menurutinya?"

"Tapi..." Stella menggigit bibirnya. Orang tuanya telah membesarkannya bertahun-tahun. Kecuali saat Tahun Baru di mana ia mengunjungi mereka dan memberikan hadiah, ia belum banyak berbakti.

Sementara Jeremy, hampir seluruh pendapatannya diserahkan pada Yunita dan bahkan membantu keluarga besar mereka.

Rumah tempat mereka tinggali saat ini pun sebenarnya adalah milik orang tua Jessi yang dibeli sebelum pernikahan. Bahkan, orang tuanya sesekali masih memberi uang agar Jessi bisa membeli pakaian baru, agar tidak tampak terlalu sederhana.

Jessi menggeleng. Ayah dan ibunya tak pernah menikmati hidup dari hasil kerja anak mereka. Kini mereka harus menjual rumah demi perawatan ibu mertua yang bahkan sering merendahkannya?

“Aku tidak bermaksud membebani orang tuaku, tapi kamu juga harusnya lebih masuk akal!” ucap Jessi pelan, mencoba menahan emosinya.

Jeremy menatapnya dengan tajam. “Jessi, aku tidak menyangka kamu seegois ini!”

“Aku...”

Sebelum Jessi sempat menjawab, Yunita tiba-tiba batuk keras dan memuntahkan darah. Cairan merah itu mengenai lantai, mengejutkan keduanya.

“Bu!”

Jeremy dan Stella panik dan segera membawa Linda ke ruang gawat darurat...

-------

Di depan kantor Irish, Hanna memegang undangan di tangannya, ragu untuk mengetuk pintu.

Sudah tiga hari sejak Irish dan Ethan bertemu kembali. Sejak saat itu, Hanna selalu menghindar. Ia bingung dan tak tahu bagaimana menghadapi i

Irish yang baru dia labeli sebagai sahabat itu.

Namun seminggu lagi adalah perayaan ulang tahun pernikahan Ethan dan Carisa. Hanna diminta langsung oleh sang kakak untuk memberikan undangan kepada Irish.

Tapi bagaimana cara menyampaikannya? Langsung menyerahkan begitu saja, lalu pergi? Atau duduk dan mencoba bicara, seolah tak ada yang terjadi?

Saat Hanna masih bingung, Erick muncul di belakangnya sambil membawa dokumen.

“Hanna? Kenapa kamu berdiri di sini?” tanya Erick lembut.

Hanna tersentak. “Ah... halo, Kak Erick...”

Erick tersenyum, “Kamu mencari Irish?”

“Iya. Irish baru saja merancang gaun untuk Kak Carisa. Aku pikir, karena dia perancangnya, tentu dia akan senang melihat karyanya dipamerkan. Jadi, aku diminta mengundangnya secara langsung.”

Erick tersenyum mendengar perhatian Hanna pada Irish. “Kamu bijaksana, Hanna.”

“Ah, tidak juga...” Hanna tersipu malu, mencoba menyembunyikan kegugupannya.

“Kalau begitu masuk saja. Nanti kalau sempat, kita bisa bahas soal kerjaan kita juga,” kata Erick santai.

“Kerjaan kita?” Hanna menatap Erick bingung.

Erick tertawa kecil. “Kamu kan akan syuting iklan dengan Kirana bulan depan? Kalian berdua jadi brand ambassador produk Sang Kupu. Dan aku yang akan menangani proyek itu.”

Mata Hanna membesar. “Kak Erick yang tangani langsung?”

Erick mengangguk. “Iya. Ayahku yang minta. Jadi nanti akan ada beberapa aktivitas promosi yang akan aku koordinasikan.”

Hanna tampak antusias. “Aku akan standby 24 jam! Siap kapan pun!” katanya sambil mengangkat tiga jari.

Erick tertawa karena sikap Hanna yang lucu. “Baik. Sekarang masuk saja, temui Irish.”

Namun sebelum Hanna mengetuk, Erick kembali memanggilnya.

“Hanna...”

“Ya?” Hanna cepat-cepat berbalik.

Erick menatap Hanna sejenak. “Kamu selalu tulus. Bisa berteman baik dengan Irish seperti itu, aku kagum.”

Hanna hanya tersenyum getir dalam hati. Sebenarnya, aku melakukannya karena kamu...

Tapi dia tidak mengatakan itu. Ia hanya tersenyum. “Tidak apa-apa. Aku senang bisa melakukannya.”

Erick mengangguk, lalu berlalu.

Hanna menatap punggung Erick lama, kemudian menghela napas dan mengetuk pintu Irish.

1
Nanda
The best thorku😊
Nanda
The best thorku😉
Delisa
Bagus thor.. bintang lima pokoknya
Mikeen SI
Ceritanya bagus karna gk terlalu berat...
Mikeen SI
Ceritanya bagus karna gk terlalu berat...
Ddek Aish
siap2 kau bakal tersingkir jalang
Desi Trikorina
semangat lanjut ceritanya thor
Waryu Rahman
Thor update tambah lagi donx
Ddek Aish
itu belum seberapa dari penderitaan yang dialami oleh Irish.
Adinda
Lanjut thor
Adinda
kapan si carissa ketahuan thor, lanjut Thor
Desi Trikorina
asik bacanya tidak terlalu menekan pembaca
Ddek Aish
Ethan pasti galau dengan perasaanny sekarang
Adinda
Lanjut thor
Nurul Boed
lepasin jessy dari jeremy kak,, abis tu semoga kelakuan bejat Carisa dan zyan juga segera ke bongkar

gemessaa lihatnya
Desi Trikorina
thor hajar wanita dan laki2 jalang yang ngak tau terimakasih itu..biar mereka sadar
Waryu Rahman
judulnya di ganti ya thor
Lela Alela: Iya kak, judulnya saya ganti
total 1 replies
Ety Murtiningsih
hadehhtt ada lagi manusia macem jeremy
Desi Trikorina
hajar jeremy dan ibunya dong dokter
Nurul Boed
jgn sampek uang Irish buat pacarnya jeremy kak,, bener² ngak relaaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!