NovelToon NovelToon
Zero Point Survival

Zero Point Survival

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / PUBG / Perperangan / Game
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yudhi Angga

Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Badai di Mata Publik dan Hati yang Retak

Pintu kosan yang tertutup rapat itu terasa seperti batas antara dua dunia. Di luar, badai media sosial telah mengamuk. Di dalam, Rangga merasakan kehampaan yang dingin, ditinggalkan oleh orang yang paling ia hargai. Kata-kata Aisha, "Aku butuh waktu, Ren," terngiang-ngiang di telinganya, menuduh, menghakimi, dan membelah hatinya.

Ia buru-buru meraih ponselnya, mencari akun gosip yang disebutkan manajer Aisha. Benar saja. Tangkapan layar chat lamanya terpampang jelas. Percakapan dengan Guntur dan Bara, di mana ia, dalam kekesalan sesaat setelah kekalahan di final, pernah menyebut mereka "beban." Lalu, chat yang lebih menyakitkan: kalimatnya yang dulu pernah ia tulis kepada Guntur, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa kedekatannya dengan Aisha hanyalah sebatas profesionalisme untuk menaikkan karir. Sebuah refleksi dari rasa mindernya yang terdalam, yang kini dipelintir menjadi senjata untuk menghancurkannya.

Komentar-komentar di bawah unggahan itu seperti ribuan pisau kecil yang menusuk hatinya.

"Dasar muka dua! Pura-pura humble tapi aslinya sombong!"

"Dulu miskin, sekarang sombong! Lupa diri!"

"Aisha cuma dimanfaatin sama si Ren ini!"

"Memang benar kata orang, jangan percaya sama orang yang baru kaya!"

Ia melihat beberapa penggemar setianya mencoba membela, tetapi suara mereka tenggelam di antara gelombang kemarahan dan kekecewaan. Trending topic di seluruh platform media sosial adalah namanya, dan nama Aisha. Reputasinya, yang baru saja ia bangun dengan susah payah, kini tercabik-cabik.

Manajernya segera menelepon. "Ren, kamu harus segera buat klarifikasi! Ini parah banget! Sponsor-sponsor sudah mulai bertanya-tanya. Beberapa sudah ancam akan cabut kontrak!"

Rangga mencoba menenangkan dirinya. "Aku tahu, Pak. Aku akan siapkan."

"Dan soal Aisha... Aku dengar dia marah besar. Kamu harus bicarakan ini baik-baik dengannya," lanjut manajernya, nadanya penuh desakan.

"Aku akan coba, Pak."

Malam itu, Rangga tak bisa tidur. Ia mencoba menghubungi Aisha berkali-kali, namun tidak ada jawaban. Pesan-pesannya hanya bercentang dua biru, tanpa balasan. Kosan itu terasa sangat dingin dan sepi, meskipun lampu-lampu masih menyala terang. Ini adalah kali pertama ia merasa begitu terpuruk sejak ia menjadi Ren. Dulu, kesulitan finansial dan pekerjaan serabutan hanya membuatnya lelah secara fisik. Tapi ini, ini menghancurkan jiwanya, mengancam segala yang telah ia bangun.

Keesokan harinya, ia memutuskan untuk mengambil langkah pertamanya. Ia tidak akan lari lagi. Ia tidak akan bersembunyi di balik perisai virtual. Ia akan menghadapi ini sebagai Rangga, yang jujur.

Ia merekam sebuah video singkat, tanpa makeup atau pencahayaan profesional, hanya duduk di depan kameranya. Wajahnya terlihat lelah, matanya sembab, namun ada ketulusan yang terpancar.

"Halo semuanya. Saya Ren. Atau lebih tepatnya, saya Rangga," ia memulai, suaranya sedikit bergetar, namun tegas. "Saya tahu kalian semua pasti sudah melihat chat yang tersebar di media sosial. Saya tidak akan mengelak. Itu memang chat saya."

Ia menarik napas dalam-dalam. "Percakapan tentang anggota tim lama saya, Guntur dan Bara, itu terjadi di masa lalu, saat saya masih sangat muda, sangat frustrasi setelah kekalahan besar di final turnamen. Saya minta maaf. Kata-kata saya kasar, tidak pantas, dan saya tidak seharusnya meremehkan perjuangan teman-teman saya. Saya sudah meminta maaf kepada mereka secara pribadi, dan kami sudah berbaikan."

Kemudian, ia menatap lurus ke kamera, seolah sedang berbicara langsung kepada Aisha. "Dan untuk chat tentang Teteh Aisha... saya juga minta maaf. Kata-kata itu juga dari masa lalu, saat saya masih sangat minder, sangat takut. Saya tidak pernah punya apa-apa, dan tiba-tiba ada orang hebat seperti Teteh Aisha yang mendekati saya. Saya jujur, waktu itu saya tidak percaya diri. Saya mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini hanya tentang karir, sebuah cara untuk melindungi hati saya yang dulu sangat rapuh. Tapi itu salah. Itu adalah kebodohan saya. Saya sadar, semua yang terjadi antara saya dan Teteh Aisha itu nyata. Perasaan saya, dukungan Teteh kepada saya, semua yang kita bangun. Itu nyata."

Ia berhenti, menahan emosinya. "Saya sangat menyesal telah menyakiti Teteh Aisha. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa menebusnya. Saya hanya ingin Teteh tahu, bahwa semua yang saya rasakan untuk Teteh itu tulus. Dan saya tidak pernah, sedikit pun, berniat memanfaatkan Teteh."

Rangga mengakhiri video itu dengan ekspresi putus asa. Ia tahu video itu mungkin tidak akan cukup, namun ia harus mencoba. Ia mengunggahnya di semua platform media sosialnya, lalu mematikan ponselnya. Ia butuh waktu.

Beberapa jam berlalu dalam keheningan yang menyiksa. Rangga duduk di sofa, menatap kosong ke dinding. Ia sudah melakukan yang terbaik. Sisanya, ia serahkan pada takdir.

Tiba-tiba, ada ketukan keras di pintu. Rangga terlonjak kaget. Ia membuka pintu. Di sana, berdiri Aisha, dengan mata sembab, namun wajahnya kini menunjukkan kombinasi kemarahan, kesedihan, dan sesuatu yang lain—mungkin pengertian.

"Aisha!" Rangga berseru, terkejut.

Aisha melangkah masuk, mendorong pintu hingga tertutup di belakangnya. Ia menatap Rangga tajam. "Kamu pikir dengan video itu semuanya selesai, Ren?"

Rangga menunduk. "Aku... aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Teteh Aisha. Aku cuma mau jujur."

"Jujur?" Aisha mendengus, air mata kembali menggenang di matanya. "Kamu pikir gampang buatku melihat semua itu, Ren? Semua orang ngomongin aku, bilang aku bodoh, dimanfaatin. Kamu pikir gampang bagiku untuk percaya sama kamu lagi setelah melihat tulisanmu sendiri?"

"Aku tahu, Teteh Aisha. Aku pantas menerima ini," Rangga mengakui, suaranya pelan. "Aku sangat minta maaf."

Aisha menghela napas panjang, menatapnya dengan tatapan yang lama. "Aku sudah melihat videomu. Aku... aku percaya kamu menyesal. Aku percaya kamu tidak sepenuhnya bohong tentang perasaanmu sekarang." Ia berhenti sejenak, lalu mendekat, tangannya menyentuh pipi Rangga. Sentuhan itu lembut, membasuh panas di wajah Rangga. "Tapi ini tidak mudah, Ren. Kita harus hadapi ini bersama-sama."

Rangga menatapnya, matanya dipenuhi harapan. "Maksud Teteh?"

"Kita harus tunjukkan pada mereka. Bukan cuma di video. Tapi di dunia nyata," kata Aisha, suaranya kini kembali tegas, dominan, namun diwarnai kelembutan. "Kita akan hadapi media. Kita akan tunjukkan bahwa Ren dan Rangga adalah satu, dan bahwa aku... aku tidak akan pergi. Kita akan buktikan bahwa kemitraan ini, hubungan ini, itu nyata."

Rangga meraih tangan Aisha yang berada di pipinya, menggenggamnya erat. Air mata mengalir di pipinya, kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena lega dan syukur. Ia tahu badai ini belum berakhir, namun ia tidak lagi sendirian. Dengan Aisha di sisinya, ia siap menghadapi apa pun. Ini adalah awal dari pertempuran baru, bukan di arena virtual, melainkan di panggung kehidupan yang sesungguhnya.

1
angin kelana
awalnya blom tau menarik atw enggak lanjut aja cusss
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!