Luna terjebak dalam pernikahan kakaknya dengan william, pria itu kerap disapa Tuan Liam. Liam adalah suami kakak perempuan Luna, bagaimana ceritanya? bagaimana nasib Luna?
silahkan dibaca....
jangan lupa like, komen dan vote
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momy ji ji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24.
Di saat Liam sedang menyusun rencana penghancuran bisnis di ruang kerjanya dan menyuruh Dimitri memberikan peringatan keras pada Dion.
Di sebuah kafe di tengah kota, diruangan VVIP.
Dion duduk dengan bahu merosot. di hadapannya ada Dea, sahabat terdekat Luna yang sejak awal mengetahui perjuangan cinta mereka.
Dion menyesap whiskey dengan tangan gemetar. matanya merah, kantung matanya menghitam jelas saja Ia tidak tidur sejak kejadian di rumah sakit.
"Aku sudah mengirimkan kalung itu.. Dea," bisik Dion parau.
"Kalung yang dulu dia anggap sebagai janjiku. aku ingin Luna tahu kalau aku tidak menyerah begitu saja."
Dea menghela napas panjang, menatap iba pada pria di depannya. kekuatan cinta memang luar biasa, seseorang yang mencintai dengan tulus maka dialah yang paling tersakiti.
"Dion, kamu sudah gila. kamu tahu siapa Tuan Liam kan? dia bukan sekadar pengusaha. dia itu predator, semua temannya itu kejam dan aneh. aku pernah membacanya di artikel, dia memiliki bisnis gelap seperti seorang mafia atau psikopat. hiss menyeramkan tapi tampan juga,"
"Mengirim barang ke mansionnya sama saja dengan mengantarkan lehermu ke pisau penggalnya."
"Lalu aku harus bagaimana, Dea?" Suara Dion pecah. Ia menelungkupkan wajah di atas meja, pundaknya mulai berguncang.
"Luna di sana, dipaksa melayani pria yang bahkan tidak dia cintai. dia memanggil Liam dengan sebutan Tuan... itu menyakitkan sekali. seolah-olah Luna bukan lagi manusia, tapi budak pria itu."
Dea mengusap punggung tangan Dion pelan.
"Luna melakukan itu demi ayahnya, demi keluarga nya dan demi kakaknya yang egois itu, Dion. kamu tahu sendiri kondisi keuangan keluarganya."
"Tapi aku mencintainya!" Dion mendongak, air mata kini mengalir di pipinya. Ia menangis tanpa malu di depan Dea.
"Aku membangun bisnisku ini dari nol hanya untuk dia. aku ingin melamarnya dengan layak. tapi sekarang? Liam datang dan membeli semuanya seolah Luna hanya barang dagangan. kenapa dunia tidak adil, Dea? kenapa cinta kalah oleh angka di saldo bank?"
Dion menutup wajahnya karena airmata yang terus mengalir, dia benar-benar mencintai Luna dengan sangat tulus.
Meskipun keluarga nya memiliki beberapa properti dan bisnis. namun dia juga punya seorang kakak tertua yang memegang kendali, dan Dion harus berusaha di atas kendalinya sendiri. dia tidak ingin menyusahkan orang tuanya.
Walaupun demikian, tentu saja kekayaan yang dia dan keluarganya miliki tidak sebanding dengan pria itu.
Dea terdiam, sebagai sahabat Luna dan teman bagi Dion, Ia tahu betapa tersiksanya Luna di mansion mewah itu dan seberapa keras kepalanya Dion. tapi Ia juga tahu betapa nekatnya Tuan Liam.
"Dion, dengerin aku," bisik Dea serius.
"Tadi pagi Luna sempat menelponku memakai telepon mansion itu. dia bilang Tuan Liam sangat marah karena paket itu. kamu harus sembunyi. Liam sedang memburu perusahanmu."
"Biar saja!" Seru Dion frustasi, mengusap air matanya kasar.
"Biarkan dia ambil perusahaanku, biarkan dia ambil uangku, tapi kembalikan Luna padaku! aku rela hidup miskin lagi asal Luna ada di sampingku, bukan di pelukan monster kejam itu. lagipula aku masih punya saham di perusahaan keluargaku."
'Ya ampun... sebenarnya yang dewasa disini cuman diriku saja, lama kelamaan aku bisa gila. apakah semua pria senekat ini?'
Dea menggeleng lemah. "Masalahnya, Tuan Liam tidak akan melepaskan Luna. semakin kamu melawan, semakin Tuan Liam akan menjepit Luna. kamu tidak sedang menyelamatkannya Dion... kamu justru sedang membuat penjara Luna semakin sempit."
Dion kembali terisak, meratapi nasib cintanya yang kini berada di ujung tanduk. Ia merasa sangat tidak berdaya melawan kekuatan besar bernama Liam ini.
'Heii berhentilah menangis seperti itu, pantas saja Tuan Liam menyebutmu bocah D-Group!'
Teriak Dea dalam hati namun tak tega untuk mengatakannya langsung, kalau dilihat-lihat sebenarnya cukup imut menyaksikan seorang pria menangis.
Di saat yang sama.
Liam sedang duduk di ruang monitornya. di layar besar itu terlihat titik GPS dari kamera CCTV yang sedang disadap.
Liam menyalakan cerutu, menatap foto pernikahan mereka di atas meja dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Menangislah sepuasmu... bocah D-Group," Gumam Liam puas, asap cerutu mengepul di depannya.
"Karena sebentar lagi, kau bahkan tidak akan punya uang untuk membeli tisu untuk menghapus air matamu sendiri."
Ia menoleh ke arah Luna yang berdiri di ambang pintu dengan wajah pucat.
"Masuk... Luna," perintah Liam dingin.
Luna mendekat ke arah Liam dan pria itu langsung menariknya duduk ke atas pangkuannya.
"Duduk di sini, mari kita lihat bagaimana sahabatmu dan kekasihmu itu sedang meratapi nasib."
"Tuan.. anda benar-benar kejam!" Kata Luna kasihan melihat monitor menyala di hadapan mereka, pria ini bahkan tidak ingin ke kantor dan menyibukkan diri membuat Dion hancur tepat di hadapan Luna.
Luna menahan airmata sebisa mungkin, supaya Dion tidak terkena imbasnya.
Aura kegelapan menyelimuti ruangan kerja Liam yang dingin. setelah puas menonton penderitaan musuhnya melalui monitor, Liam memutuskan bahwa melihat dari layar saja tidak cukup untuk memuaskan egonya yang cemburu buta.
Hanya butuh waktu kurang dari 30 menit bagi tim Liam untuk melacak koordinat kafe tersebut.
Saat Dion dan Dea melangkah keluar dari kafe, sebuah mobil van hitam besar menutup jalan mereka.
Tanpa suara, beberapa pria berbadan tegap membungkam mulut mereka dan menyeret keduanya masuk ke dalam mobil.
"Tuan, mereka sudah tiba di ruang bawah tanah," lapor Dimitri pada Liam melalui interkom.
Liam menyeringai, sebuah ekspresi yang membuat Luna merinding ketakutan.
Ia mencengkeram dagu Luna, memaksanya untuk menatap matanya yang penuh dengan ketidakpuasan.
"Ayo Luna.... pertunjukan yang sesungguhnya baru saja dimulai. aku ingin kau melihat betapa kekanak-kanakan pria yang selalu kau banggakan itu."
Liam mengangkat Luna ala bridal menuju ruang bawah tanah yang luas namun kedap suara.
Di tengah ruangan, Dion dan Dea sudah terikat di kursi besi yang dipaku ke lantai.
Mulut mereka dilakban hitam, hanya mata mereka yang membelalak ketakutan saat melihat sosok Liam masuk sambil merangkat posesif memegang pinggang dan paha Luna.
"Hmm... pemandangan yang menyedihkan," Sindir Liam sambil berjalan mengitari mereka.
"Seorang pengusaha gagal dan seorang sahabat yang terlalu banyak tahu."
Luna melompat dari tubuh Liam dan ingin mendekati keduanya.
"Dion! Dea!" jerit Luna histeris, mencoba berlari ke arah mereka. namun Liam dengan cepat menarik pinggangnya hingga punggung Luna menempel di dada bidangnya.
Tetap di sini Luna," bisik Liam posesif di telinganya.
"Lihat mereka baik-baik. ini adalah akibat jika seseorang mencoba mengusik apa yang menjadi milikku."
Liam memberikan isyarat, dan salah satu anak buahnya melepas lakban di mulut Dion dengan kasar.
Juga dengan hati-hati melepaskan lakban di mulut Dea dan tali yang mengikat tangan wanita itu. sementara Dion masih terikat.
"Liam! kau pengecut! lepaskan mereka! urusanmu hanya denganku!" Teriak Dion dengan suara serak, napasnya memburu melihat Luna berada dalam dekapan pria yang paling ia benci.
Liam tertawa meremehkan. "Pengecut? aku menyebutnya efisien. kau mengirimkan kalung sampah itu ke rumahku dan sekarang aku mengirimkan kau ke neraka pribadiku." Kata Liam.
Liam mengambil sebuah map dari meja dan melemparkannya ke pangkuan Dion yang terikat.
"Buka matamu lebar-lebar. Itu adalah bukti kehancuran D-Group yang sudah aku tangani." Dion menatapnya tanpa ekspresi sama sekali.
Dea menggeleng keras dengan mata berkaca-kaca, mencoba berteriak namun mulutnya masih tertutup.
Dia tidak menyangka pria yang mereka hadapi ternyata lebih bar-bar dan nekat sekali.
"Anda keterlaluan, Tuan Liam!" Luna memukul-mukul lengan Liam, air matanya tumpah.
"Aku akan melakukan apa saja! aku akan menjadi istri yang patuh, aku tidak akan pernah menemui Dion lagi! tolong lepaskan mereka!"
Liam menghentikan gerakannya. Ia menatap Luna dengan tatapan lapar akan kepatuhan.
"Apa saja? kau janji akan melupakan namanya selamanya?"
"Iya! aku janji!" Isak Luna.
Liam tersenyum puas. Ia menarik Luna ke hadapan Dion yang terikat.
Di depan mata pria yang hancur itu, Liam mencium Luna dengan sangat dalam dan penuh dominasi, sebuah klaim kepemilikan yang mutlak.
Luna tidak menolaknya dan membalas ciuman Liam sementara airmatanya terus turun.
"Dengar itu... Dion?" Liam berbisik setelah melepas ciumannya, matanya menatap Dion dengan ejekan yang mematikan.
"Dia memilihku untuk menyelamatkan nyawamu yang tidak berharga itu. sekarang, kau tidak punya apa-apa lagi. tidak perusahaan, tidak harta, dan yang paling penting... kau tidak punya Luna."
Dion hanya bisa tertunduk lesu, air matanya jatuh membasahi lantai ruang bawah tanah. Ia benar-benar tidak berkutik, dihancurkan secara mental dan finansial tepat di hadapan wanita yang Ia cintai.
"Aku akan melepasmu dan mencoba melupakan hubunganmu dengan istriku, jika kau anak yang berbakti kepada orang tuamu. jangan membuatku menghancurkan mereka seperti aku menghancurkanmu!"
Hari itu, Liam melepaskan Dion begitu saja setelah merasa puas dengan apa yang Ia lakukan.
Bersambung...