NovelToon NovelToon
Love, On Pause

Love, On Pause

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:385
Nilai: 5
Nama Author: Nisa Amara

Jovita Diana Juno dikhianati oleh kekasihnya sendiri, Adam Pranadipa tepat tiga bulan sebelum pernikahan mereka. Sementara itu, Devan Manendra lekas dijodohkan dengan seorang anak dari kerabat ibunya, namun ia menolaknya. Ketika sedang melakukan pertemuan keluarga, Devan melihat Jovita lalu menariknya. Ia mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan, dan sudah membicarakan untuk ke jenjang yang lebih serius. Jovita yang ingin membalas semua penghinaan juga ketidakadilan, akhirnya setuju untuk berhubungan dengan Devan. Tanpa perasaan, dan tanpa rencana Jovita mengajak Devan untuk menikah.

update setiap hari (kalo gak ada halangan)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa Amara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10

Devan duduk santai di sebuah kafe kecil dekat kantornya, menunggu pesanannya selesai. Ia menyilangkan kaki, sesekali menatap ke arah barista yang sedang menyiapkan kopi. Aroma biji kopi panggang memenuhi udara, namun entah kenapa, perasaannya terasa tidak tenang.

Di sudut ruangan, dua pria duduk berhadapan. Keduanya tampak biasa saja, tapi dari cara mereka sesekali melirik ke arahnya, Devan tahu ada yang tidak wajar. Tatapan itu terlalu sering, terlalu lama.

Awalnya ia mengabaikannya. Mungkin hanya kebetulan, pikirnya. Namun begitu baristanya menyerahkan segelas kopi hangat, Devan berdiri dan berjalan keluar. Langkahnya santai, tapi matanya sempat melirik bayangan di kaca jendela. Dua pria itu ikut bangkit dan berjalan di belakangnya.

Devan menarik napas pelan. “Siapa lagi mereka?” gumamnya, berusaha tetap tenang. Ia mempercepat langkah, menuju gedung kantornya yang tak jauh dari sana.

Begitu memasuki lobi dan men-tap kartu akses, ia menoleh cepat. Kedua pria itu berhenti di depan gedung, berdiri diam, memperhatikannya dengan tatapan samar.

Sementara itu, di kantor lain, tempat Jovita bekerja, suasananya tampak sibuk. Telepon berdering, printer berdengung, dan suara langkah kaki saling bersahutan di lorong. Adam dan Arum kini semakin terlihat. Mereka sering rapat berdua, tertawa bersama, bahkan tak lagi berusaha menutup-nutupi hubungan mereka.

Jovita berdiri di pantry kecil kantor, mengisi ulang botol minumnya. Udara di ruangan itu terasa pengap, mungkin karena pikirannya sendiri yang penuh sesak. Ia hanya ingin cepat-cepat keluar dari sana. Namun langkah seseorang terdengar mendekat. Tanpa menoleh pun, ia tahu siapa yang datang.

Adam.

Pria itu berjalan masuk tanpa ragu, suaranya langsung memecah hening. “Sejak kapan kamu berhubungan sama dia?” tanyanya tiba-tiba.

Jovita menoleh sekilas, lalu kembali memusatkan perhatian pada botol di tangannya. “Bukan urusanmu,” jawabnya datar, dingin.

“Jo, aku gak masalah kamu berhubungan sama laki-laki lain, tapi kamu yakin dia orang baik?”

Jovita menarik napas panjang. Tangannya meremas botol minum itu begitu kuat. Ia menatap Adam lurus, sorot matanya menusuk, nyaris tanpa emosi. “Lalu, apa kamu baik untukku?”

Adam terdiam. Matanya sempat berubah, seolah hendak berkata sesuatu tapi tak sempat. Pintu pantry terbuka lagi, seorang rekan kerja masuk, menatap mereka sekilas dengan rasa ingin tahu.

Jovita segera mengalihkan pandangannya, menahan diri agar ekspresinya tetap tenang. Ia menutup botolnya, lalu berjalan melewati Adam tanpa sepatah kata pun. Langkahnya mantap, meski dadanya terasa sesak.

Ketenangan seolah tak berpihak padanya. Seusai jam kerja, Jovita masih menyempatkan diri menemani Sena membeli kopi di kafe. Di tengah obrolan ringan, ponselnya bergetar, sebuah pesan dari Devan masuk, menanyakan posisinya sekarang.

Meski sempat bingung, Jovita tetap menjawab jujur. Tak lama kemudian, balasan muncul.

-Tunggu di sana.-

Jovita mengernyit, heran dengan pesan singkat itu. Saat Sena kembali dengan dua gelas kopi dan mengajaknya pulang, Jovita menolak halus. Ia menyuruh Sena pulang duluan, beralasan masih ada urusan.

Sena mengangguk tanpa curiga. Ia tak tahu apa-apa tentang hubungan Jovita dan Devan, begitu pun Karen. Jovita memang belum siap menceritakan apapun pada siapa-siapa.

Begitu Sena pergi, suasana kafe terasa jauh lebih sepi. Tak lama kemudian, Devan datang dan langsung duduk di hadapan Jovita. Ia tampak gelisah, dasinya dilonggarkan, bahunya menegang, pandangannya menyapu ruangan seolah mencari sesuatu.

“Kenapa tiba-tiba…” belum sempat Jovita menyelesaikan kalimatnya, Devan menatapnya tajam sambil mengangkat tangan pelan, memberi isyarat agar diam.

“Ada orang yang memata-mataiku,” bisiknya rendah, matanya masih bergerak mengawasi sekeliling.

Refleks, Jovita ikut menoleh. Namun sebelum sempat mencari siapa yang dimaksud, Devan menahan gerakan kepalanya dengan cepat. “Jangan lihat ke sana,” ujarnya pelan tapi tegas. “Bertingkahlah seperti biasa.”.

Sejak siang tadi, ternyata dua pria itu tak pernah benar-benar pergi. Mereka terus membuntuti Devan, bahkan sempat terlihat di ruang sidang ketika ia menghadiri persidangan siang tadi. Saat perjalanan pulang pun, sebuah mobil tampak terus mengikuti di belakangnya.

Jovita berusaha tetap tenang. Ia tersenyum manis, memainkan perannya sebagai kekasih yang sedang berkencan. Dengan gerakan pelan, ia mencondongkan tubuh mendekati Devan, suaranya nyaris berbisik.

“Mereka mengikutimu, lalu kamu malah menemuiku,” katanya, senyum tetap menghiasi wajahnya meski sorot matanya tajam. “Kalau ternyata mereka orang jahat gimana? Aku bisa-bisa ikut kena imbasnya.”

Devan terdiam sejenak. Ia tak bisa menyangkal, apa yang dikatakan Jovita benar. Ia bahkan belum tahu siapa mereka, atau apa tujuan mereka mengikutinya.

“Harusnya kamu urus masalahmu sendiri,” lanjut Jovita, nada kesalnya tak bisa disembunyikan. “Kenapa selalu narik aku ke dalam urusanmu?”

“Itu…” Devan terhenti. Tak ada penjelasan yang terdengar cukup masuk akal. Ia tahu tindakannya kali ini terburu-buru.

Jovita hanya mendesah, lalu menegakkan punggungnya kembali dengan senyum tipis. “Tapi karena kamu udah di sini, aku mau nanya,” ujarnya santai, seolah mata-mata yang mengawasi mereka bukan hal besar. “Gimana kabar Brownie?”

Devan terkekeh pelan. Ia sempat mengira Jovita akan menanyakan sesuatu yang penting, tapi ternyata hanya tentang Brownie. Meski bagi Devan terdengar sepele, bagi Jovita jelas tidak.

“Dia baik. Sepertinya dia lebih bahagia tinggal bersamaku,” jawab Devan santai, nada suaranya penuh percaya diri.

Jovita langsung menatapnya tajam. “Maksudmu dia gak bahagia sama aku?” tanyanya, suaranya naik setengah oktaf.

“Yah… aku hanya bilang, dia bahagia bersamaku,” balas Devan dengan senyum menggoda yang begitu menyebalkan. Jovita mendecih pelan, menahan diri agar tidak melemparkan sesuatu ke arahnya.

Belum sempat mereka melanjutkan percakapan, ketenangan itu kembali terusik oleh kehadiran dua sosok yang sama sekali tak diharapkan, Adam dan Arum. Jovita langsung mengembuskan napas panjang, campuran antara kesal dan lelah.

Devan melirik sekilas ke arah mereka, lalu mencondongkan tubuh sedikit sambil berbisik pelan, “Sepertinya kamu punya fans setia,” ujarnya dengan nada menggoda yang membuat Jovita makin mendengus jengkel.

Pertemuan itu jelas bukan kebetulan. Saat Adam dan Arum lewat di depan kafe, pandangan Adam tak sengaja menangkap Jovita yang duduk berhadapan dengan Devan. Bukannya melanjutkan perjalanan, Adam malah memutuskan untuk masuk, beralasan ingin membeli sesuatu. Padahal, alasan sebenarnya sederhana saja: ia tidak suka melihat Jovita bersama Devan.

“Oh, kalian di sini juga?” suara Arum terdengar begitu ringan, seolah pertemuan itu kebetulan. Tanpa menunggu izin siapa pun, ia langsung menarik kursi dan duduk di meja mereka.

Wajah Jovita seketika berubah. Senyumnya lenyap, digantikan ekspresi muram yang sulit disembunyikan. Devan memperhatikan perubahan itu dengan seksama, lalu menatap Arum. Dalam sekejap, ia paham, wanita inilah yang telah menghancurkan hubungan Jovita dengan Adam.

“Kalian beneran pacaran?” tanya Arum, suaranya terdengar manis tapi penuh rasa ingin tahu. Tak ada jawaban dari Jovita maupun Devan. Namun diam mereka justru memberi ruang bagi Arum untuk terus berbicara.

Ia terkekeh pelan, pandangannya menusuk ke arah Jovita. “Kamu cepat juga cari pacar baru? Atau jangan-jangan kalian udah mulai waktu kamu masih tunangan sama Adam?” ujarnya dengan nada sinis yang terselubung di balik senyuman tipisnya.

Jovita menoleh cepat, keningnya berkerut tajam. Adam ikut mengernyit, menatapnya dengan pandangan penuh tanda tanya dan sedikit cemas. Apa benar seperti itu? Pikirnya.

“Itu sebabnya kamu cepat melupakan Adam, meski bertahun-tahun menjalin kasih,” lanjut Arum, suaranya terdengar puas karena berhasil memancing reaksi.

Jovita hampir saja tertawa mendengar tuduhan konyol itu. Namun sebelum sempat membuka mulut, Devan sudah lebih dulu bersuara. Ia mencondongkan tubuh ke arah Arum, tatapannya tajam dan dingin.

“Apa maksudmu mengatakan itu?” suaranya pelan, tapi cukup menekan untuk membuat udara di sekitar meja menegang. “Maaf harus mengatakan ini, tapi aku gak sepertimu, merebut seseorang yang masih punya pacar.”

Arum terdiam, wajahnya menegang. Ucapan Devan terasa seperti tamparan keras, apalagi datang dari seseorang yang bahkan baru ditemuinya.

Sementara itu, Jovita hanya bisa menatap Devan, ada campuran emosi di matanya: bingung, terkejut, tapi juga tersentuh. Ia tak menyangka pria itu akan membelanya begitu.

Tanpa berkata lagi, Devan berdiri, menggenggam tangan Jovita, dan menariknya pergi dari sana. Membiarkan Adam dan Arum terdiam di tengah kafe yang tiba-tiba terasa begitu hening.

Begitu mereka masuk ke dalam mobil, dua pria yang sejak tadi membuntuti Devan kembali bergerak, mengikuti dari kejauhan. Devan sempat melirik lewat kaca spion, namun memilih diam. Dalam hati ia menggerutu, kerja mereka payah. Begitu mudah ditebak, begitu jelas, seolah tak sadar kalau Devan sudah menyadari keberadaan mereka sejak lama.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Jovita, suasana di dalam mobil dipenuhi keheningan. Tapi Jovita tak berhenti melirik ke arah Devan, sorot matanya penuh rasa ingin tahu yang tak tersampaikan.

“Kenapa liatin?” tanya Devan akhirnya, tanpa menoleh. Rupanya sejak tadi ia juga menyadarinya.

Jovita cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke luar jendela, lalu terkekeh pelan. “Aku baru tau, mulutmu sekejam itu,” katanya, mengingat kembali ucapan Devan di kafe tadi.

Devan hanya tersenyum miring, samar tapi penuh arti. Dalam hati, ia masih ada banyak kata yang bisa ia lontarkan, yang jauh lebih menyakitkan. Tapi untuk kali ini, ia memilih diam.

Mereka berhenti di depan rumah Jovita. Tak ada banyak kata yang terucap, hanya “terima kasih” singkat dari Jovita yang menjadi penutup hari itu. Devan menunggu sampai wanita itu benar-benar masuk ke dalam sebelum kembali menyalakan mobil dan melaju pelan.

Namun tak butuh waktu lama hingga ia menyadarinya lagi, mobil yang sama masih membuntuti dari belakang. Awalnya Devan berniat membiarkannya saja. Tapi kalimat Jovita terngiang di kepalanya, bagaimana kalau mereka orang jahat? Dan kini, mereka bahkan tahu alamat rumahnya.

Tanpa pikir panjang, Devan menginjak rem dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Mobil di belakang sontak ikut berhenti.

Ia keluar dengan langkah cepat, wajahnya tegas, lalu mengetuk kaca depan mobil itu dengan nada keras dan pasti. “Keluar,” perintahnya, suaranya dingin dan tak memberi ruang untuk perdebatan.

Kaca jendela perlahan turun, memperlihatkan dua pria yang sejak tadi mengikutinya. Devan sedikit menunduk, menatap mereka dengan sorot tajam yang membuat suasana menegang.

“Siapa yang menyuruh kalian?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi. Keduanya saling berpandangan, ragu menjawab.

Devan mencondongkan tubuh, nada suaranya turun satu oktaf, lebih berbahaya. “Katakan selagi aku masih baik-baik. Siapa yang menyuruh kalian?”

Salah satu pria itu akhirnya membuka mulut, pelan. “Itu…”

To be continued

1
Nindi
Hmm jadi penasaran, itu foto siapa Devan
Fairuz
semangat kak jangan lupa mampir yaa
Blueberry Solenne
🔥🔥🔥
Blueberry Solenne
next Thor!
Blueberry Solenne
Tulisannya rapi Thor, lanjut Thor! o iya aku juga baru join di NT udah up sampe 15 Bab mampir yuk kak, aku juga udah follow kamu ya😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!