NovelToon NovelToon
SUSUK JALATUNDA

SUSUK JALATUNDA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Duniahiburan
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Misda terpaksa harus bekerja di kota untuk mencukupi kebutuhan keluarga nya. Saat Dikota, mau tidak mau Misda menjadi LC di sebuah kafe. Singkat cerita karena godaan dari teman LC nya, Misda diajak ke orang pintar untuk memasang susuk untuk daya tarik dan pikat supaya Misda.

Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti cerita novelnya di SUSUK JALATUNDA

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Wono tenggelam dalam hasrat yang membara, tubuhnya nyaris meleleh oleh sentuhan wanita yang wajahnya begitu mirip Misda. Nafasnya memburu, jantungnya berdegup tak terkendali, seolah gelombang panas itu akan menghanguskan seluruh akalnya. 

Namun tiba-tiba, pintu kamar terhempas terbuka, memecah momen itu seperti petir di langit senja. Matanya terbelalak saat sosok asli Misda muncul di ambang pintu, wajahnya membeku bagai patung es, mata yang dulu penuh cinta kini melebar penuh luka dan pengkhianatan.

 “Mas Wono! Apa yang sedang kamu lakukan?!” suaranya pecah, bergema di ruang hening dengan getaran amarah dan kecewa yang menusuk jantung. 

Wono terhenti kaget, dadanya sesak seperti terjepit jerat tak terlihat. Tubuhnya membeku, tangan dan kakinya serasa beku, tak sanggup menepis kenyataan yang menusuk hingga ke tulang. Matanya melebar, membelalak, mencoba menangkap sosok di depannya, tapi yang ada hanyalah nenek tua kurus keriput, pakaiannya menyerupai sinden tempo dulu, tertinggal dari masa yang lama. 

 Misda berdiri di sebelah, wajahnya pucat, mulut ternganga tanpa suara. Tatapannya kosong, lebih sakit daripada seribu pengkhianatan, seperti dunianya remuk jadi serpihan. 

 Di tengah keheningan yang menusuk, Wono berjuang melepaskan diri. Tangannya meronta, berusaha melepaskan genggaman nenek itu yang mengepalkan tubuhnya semakin erat. Napasnya tercekat, tubuhnya terhimpit sampai nyaris terkapar. Tapi wanita tua itu tak mengendur, malah menariknya lebih dekat seolah ingin menenggelamkan Wono ke dalam masa lalu yang suram.

Misda menatap panik sosok nenek tua yang tangannya mencekik leher Wono dengan kejam. Matanya berlari mencari sesuatu, sesuatu yang bisa jadi penyelamat kekasihnya. Ingatan tentang liontin keramat yang dulu diceritakan Wono langsung membawanya ke lemari tua di sudut kamar. Nafasnya tercekat saat tangannya menggenggam benda dingin itu. 

 “Misda, cepat! Bawa liontin itu ke sini!” suara Wono terengah-engah, sekuat tenaga melawan genggaman nenek tua yang kian menjeratnya. 

 Dengan tangan gemetar, Misda mengulurkan liontin itu tepat saat Wono menjulurkan tangan lemah. Seketika, Wono menempelkan liontin itu di dada si nenek tua, lalu meluncurkannya ke dahi sang sinden dengan wajah penuh tekad. 

 Tiba-tiba, suara tawa melengking menghantam ruang itu, membuat bulu kuduk Misda berdiri. Sosok arwah penasaran yang selama ini menghantui Wono seakan terhisap lenyap, menghilang tanpa jejak. Wono terjatuh dari ranjang, napasnya tersengal-sengal. Tanpa ragu, ia meraih Misda, memeluknya erat, seolah ingin meyakinkan bahwa dia masih hidup, masih di sisinya.

Wono menunduk, wajahnya penuh kecemasan dan sesal yang dalam. Tangannya gemetar saat berusaha mencari keberanian mengucapkan,

 Matanya berkaca-kaca, Wono menggigit bibir bawahnya. "Misda, maafkan aku... Aku benar-benar tak bisa membedakan mana kamu yang asli," suaranya bergetar, membayangkan dua kali dirinya tertipu oleh arwah penasaran itu. 

Ia teringat bagaimana tanpa sadar bergumul di atas ranjang, mengira sosok yang ada di hadapannya adalah Misda yang sebenarnya. Misda menarik napas panjang, matanya menatap tajam sekaligus lembut, seperti mencoba menembus kebingungan yang menyesakkan dada Wono.

 "Kamu nggak salah, Mas," katanya pelan, suaranya hampir berbisik.

 "Tapi mulai sekarang, kamu harus belajar mengenali aku yang asli." Bibirnya bergetar halus, menahan campuran marah dan rindu yang bergemuruh di dadanya. Wono menatap Misda penuh harap, matanya menyiratkan ketakutan dan kelelahan. 

"Misda, sayang, jujurlah padaku! Sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dan arwah penasaran itu? Kamu tahu kan, arwah itu terus membuntutiku. Dia selalu muncul dengan wajahmu, mencoba mendekatiku," ucapnya, suaranya agak serak karena takut dan bingung. Sementara itu, Misda tersenyum tipis, menggoda.

 "Artinya, kamu disukai oleh arwah sinden itu, Mas. Dia sangat cantik, lho." Wono mengerutkan dahi, ekspresi berubah serius.

 "Cantik? Itu dulu, beberapa tahun yang lalu. Sekarang dia cuma mayat hidup," jawabnya pelan, matanya membara dengan gelisah.

Misda menarik napas panjang, matanya menatap jauh ke depan seolah mencoba mengulang ingatan yang memilukan itu. 

“Semuanya sudah terlanjur basah, Wono. Dukun yang memasang susuk di wajah dan tubuhku… dia sudah mati.” Bibirnya sedikit bergetar saat menyebut nama Ki Jombrang.

 “Ki Jombrang tewas karena arwah sinden itu. Arwah itu merasuki aku, meminjam kedua tanganku… dan mencekiknya ketika dia coba melecehkan aku di goa.” 

Tangannya mengepal perlahan, memegang erat rasa sakit yang tak bisa terucap. “Itu terjadi waktu aku dan Dona pergi ke desa Pleret, untuk berobat sama dukun cabul itu.”

Di sebelahnya, Wono duduk terdiam, wajahnya kerut memikirkan cara agar Misda bisa bebas dari kutukan susuk Jalatunda yang menghantui. Matanya menatap kosong, berusaha mencari harapan dalam gelap yang membayangi kekasihnya.

Wono menatap dalam mata Misda, suaranya bergetar penuh harap. "Kalau kamu benar-benar ingin melepaskan susuk Jalatunda yang sudah tertanam di tubuhmu itu, aku bisa membawamu ke orang pintar." 

Napasnya agak berat, seolah beban itu sudah lama dipendam. "Di sana, Ki Kusumo akan membantu melepaskan susuk yang selama ini kamu pakai." Misda menghela napas panjang, wajahnya menampakkan kelelahan yang mendalam. 

"Baiklah, demi kebaikan bersama. Aku juga sudah muak dengan peristiwa aneh dan keganjilan yang selalu datang setelah aku memasang susuk ini," ujarnya pelan, suara serak menyiratkan penyesalan dan kebingungan. Wono mengangguk mantap, matanya tajam namun penuh pengertian. 

Wono menatap dalam-dalam mata Misda, berusaha menghapus keraguan yang menggelayuti.

“Kalau begitu, saat liburan nanti aku akan mengajakmu ke Ki Kusumo. Dia bisa menghilangkan semua pengaruh gaib yang jelas-jelas menguasai tubuh dan hidupmu.” 

 Mata Misda yang sebelumnya sayu mulai berkilat. Harapan itu seperti secercah cahaya yang menembus kelam hatinya. Ia hanya mengangguk pelan, pasrah, sambil menggigit bibir bawahnya. Wono menghela napas, menatapnya lebih lembut. 

“Oh iya, satu lagi, Misda. Jujurlah padaku. Apakah semalam kamu benar-benar berkencan dengan tamu kafe itu?” Mata Misda melebar, tubuhnya sedikit tegang. 

“Menurutmu?” balasnya dengan nada sebal, suara kecilnya mengandung luka karena Wono tak pernah benar-benar percaya padanya. Wono mengusap pelan rambut Misda, penuh penyesalan.

 “Maafkan aku, sayang. Aku nggak mau kamu harus menjatuhkan harga dirimu demi uang.” Misda menatap lurus ke mata Wono, bibirnya mengeras. 

“Tapi, gak enak rasanya kalau nggak punya uang, Mas Wono.” Suaranya tegas, tapi di dalam hatinya terselip kesedihan yang dalam.

Wono merangkul tubuh Misda dengan erat, tangan kanannya lembut menyentuh puncak kepala kekasihnya. Napasnya terasa hangat saat berkata pelan, 

"Aku janji akan berjuang supaya kamu bahagia, sayang. Tapi setelah kita menikah, aku nggak ingin kamu kerja di kafe itu lagi." 

 Misda terpaku, matanya menatap kosong tanpa sepatah kata keluar. Hatinya bergumul; janji Wono terasa manis, tapi keinginannya lain. Ia ingin pria yang lebih kaya, yang lebih mapan bukan hanya sekadar kata-kata yang menenangkan sementara. Dalam diam, Misda bertanya-tanya apakah keputusan ini benar-benar miliknya.

1
NAIM NURBANAH
Semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!