Long Zhu, Kaisar Dewa Semesta, adalah entitas absolut yang duduk di puncak segala eksistensi. Setelah miliaran tahun mengawasi kosmos yang tunduk padanya, ia terjangkit kebosanan abadi. Jenuh dengan kesempurnaan dan keheningan takhtanya, ia mengambil keputusan impulsif: turun ke Alam Fana untuk mencari "hiburan".
Dengan menyamar sebagai pengelana tua pemalas bernama Zhu Lao, Long Zhu menikmati sensasi duniawi—rasa pedas, kehangatan teh murah, dan kegigihan manusia yang rapuh. Perjalanannya mempertemukannya dengan lima individu unik: Li Xian yang berhati teguh, Mu Qing yang mendambakan kebebasan, Tao Lin si jenius pedang pemabuk, Shen Hu si raksasa berhati lembut, dan Yue Lian yang menyimpan darah naga misterius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Obat Ubi Panas dan Pujian yang Merugikan
Li Xian menghantam batu giok putih itu dengan bunyi gedebuk yang pelan.
Keheningan total menyelimuti halaman.
Skreee... skreee... yang telah menjadi suara dataran tinggi itu selama dua puluh empat jam terakhir, akhirnya berhenti. Ketiadaan suaranya terasa memekakkan telinga.
Shen Hu adalah yang pertama bereaksi. Dia menjatuhkan ubi yang sedang dipegangnya. "Zhu Lao!" serunya, suaranya dipenuhi kepanikan yang tulus. "Li Xian rusak! Dia... dia berhenti bernapas!"
Shen Hu berlari mendekat, tubuh besarnya bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan, berlutut di samping Li Xian.
Mu Qing dan Tao Lin membeku, memproses pemandangan itu dengan cara mereka sendiri.
Tao Lin tampak hancur. Dia salah menafsirkan. "Leluhur!" katanya, suaranya bergetar. "Dia pingsan! Dia... dia tidak bisa menerima kegagalannya!" Dia mengira kritik Zhu Lao-lah yang membuat Li Xian pingsan.
Mu Qing, sebaliknya, tidak melihat ke arah Li Xian. Matanya terpaku pada goresan-goresan halus di lantai. Dia berjongkok, jarinya yang ramping menelusuri ukiran baru itu. Batu ini adalah material surgawi, sekeras berlian. Dan Li Xian... mengukirnya. Dengan bambu.
"Dia tidak gagal," bisik Mu Qing pada dirinya sendiri, matanya melebar tak percaya. "Dia berhasil."
Zhu Lao menghela napas melodi yang terdengar seperti perpaduan antara kekesalan dan geli.
"Tentu saja dia pingsan," katanya. "Dia baru saja menyalurkan Niat murni untuk pertama kalinya. Tubuhnya yang lemah tidak bisa menanganinya. Keseimbangan yang buruk. Tekad bintang lima, tubuh bintang satu."
Dia berjalan santai, melewati Tao Lin yang masih terkejut dan Mu Qing yang tercerahkan. Dia berdiri di atas Li Xian, menatap muridnya yang pingsan dengan ekspresi seorang pengrajin yang sedang memeriksa barang yang cacat.
"Dan sekarang dia mengotori lantaiku dengan darah dan keringat," gumam Zhu Lao. "Benar-benar merugikan."
"Zhu Lao, tangannya!" kata Shen Hu, suaranya tegang. "Tangannya hancur! Dagingnya... hilang!"
Zhu Lao melirik ke telapak tangan Li Xian. Itu memang pemandangan yang mengerikan. Telapak itu bukan lagi tangan, melainkan daging mentah yang berdarah, terkoyak habis oleh gesekan ribuan kali dengan gagang sapu.
"Ugh. Berantakan," kata Zhu Lao.
"Bagaimana dia bisa menyapu lagi dengan tangan seperti itu? Merepotkan."
Dia menoleh ke Shen Hu. "Kau."
"Ya, Zhu Lao?"
"Ambil ubi."
"Ubi?"
"Ya. Ambilkan aku ubi. Yang paling panas, langsung dari bara. Yang karamelnya mendidih," perintah Zhu Lao.
Shen Hu, meskipun bingung, adalah satu-satunya yang tidak pernah mempertanyakan perintah Zhu Lao. Dia bergegas ke dapurnya, menusuk bara api, dan kembali dengan ubi bakar terbesar, yang kulitnya menghitam dan karamel gulanya mendesis-desis, memancarkan panas yang hebat. "Ini, Zhu Lao?"
"Berikan padaku," kata Zhu Lao.
Dia mengambil ubi yang sangat panas itu. Di mana kulitnya yang sempurna menyentuh ubi, tidak ada tanda-tanda terbakar. Dia meniupnya sekali, bukan untuk mendinginkannya, tapi untuk meniup abu.
"Baiklah, Li Xian," gumam Zhu Lao pada muridnya yang tidak sadar. "Ini akan sedikit..."
Dia menatap Tao Lin dan Mu Qing. "Oh, kalian mungkin ingin melihat ini. Ini pelajaran pertama tentang Dao Ubi."
Tanpa peringatan lebih lanjut, Zhu Lao membelah ubi panas yang mendidih itu menjadi dua dengan tangannya yang rapi.
Dan dia menempelkan kedua bagian yang panas dan lengket itu ke telapak tangan Li Xian yang hancur dan berdarah.
TSSSSSSSSSSZZZZZHHHH!
Suara daging mentah yang bertemu dengan gula yang mendidih memenuhi udara, bersama dengan aroma manis ubi panggang yang menyengat.
Li Xian tidak bangun. Dia meledak dari ketidaksadarannya.
"AAAAAARRRGGGHHHHHHH!!"
Jeritan kesakitan yang murni dan tidak manusiawi merobek keheningan gunung. Mata Li Xian terbelalak, dipenuhi teror murni dan rasa sakit yang tak terbayangkan. Dia mencoba menarik tangannya, tetapi karamel yang mendidih itu bertindak seperti lem, menempelkan ubi itu ke dagingnya.
"PANAS! PANAS! LEPASKAN! LEPASKAN!" teriaknya, menghentak-hentakkan kakinya di tanah seperti ikan yang baru ditangkap.
"Ah, kau sudah bangun," kata Zhu Lao tenang, menahan tangan Li Xian agar tidak bergerak. "Berhenti meronta. Kau akan menumpahkan obatnya."
"OBAT APA INI?! INI MEMBUNUHKU!" Li Xian terisak, air mata mengalir di wajahnya yang kotor.
"Ini ubi Shen Hu," jelas Zhu Lao, seolah itu adalah hal yang paling logis di dunia. "Dipanggang dengan Dao Kesabaran. Penuh dengan Qi kehidupan murni. Energi bumi. Jauh lebih baik daripada pil-pil sampah yang kalian makan."
Dia menunjuk ke tangan Li Xian yang berasap. "Panasnya membakar kotoran dan menutup lukanya. Karamelnya menyegel Qi kehidupan di dalam. Jangan jadi bayi. Ini akan sembuh dalam satu jam."
Dan, anehnya, saat Zhu Lao berbicara, rasa sakit yang membara itu mulai memudar. Jeritan itu mereda menjadi erangan. Rasa sakit itu digantikan oleh sensasi kehangatan yang luar biasa, berdenyut-denyut. Karamel itu, yang tadinya terasa seperti lahar, kini terasa seperti balsam yang menenangkan.
Li Xian, masih terisak, membuka matanya yang berkaca-kaca. Dia melihat ke tangannya. Ubi itu masih menempel, tapi pendarahannya sudah berhenti total. Dagingnya yang mentah, alih-alih hangus, malah tampak rileks di bawah ubi itu.
Zhu Lao melepaskan cengkeramannya. Dia menatap Li Xian yang kelelahan dan berlumpur ubi.
"Kau," kata Zhu Lao. "Berisik. Merusak. Dan boros."
Dia menyeringai senyuman pertama yang tulus yang pernah dilihat Li Xian. Itu adalah senyuman yang sangat kecil, nyaris tak terlihat di wajahnya yang sempurna, tetapi itu ada di matanya.
"Tapi," kata Zhu Lao. "Goresanmu di lantai... arahnya bagus."
Dia menepuk kepala Li Xian yang kotor. "Lumayan. Untuk pemula."
Zhu Lao berdiri. Dia menatap tiga muridnya yang lain Tao Lin yang pucat, Mu Qing yang termenung, dan Shen Hu yang bangga karena ubinya bisa menjadi obat.
"Kalian semua gagal kemarin," kata Zhu Lao. "Li Xian adalah satu-satunya yang benar-benar melakukan tugasnya. Dia tidak berpikir. Dia hanya menyapu."
Dia berbalik dan berjalan kembali ke dapurnya.
"Li Xian, kau punya waktu satu jam sampai obatmu meresap. Habiskan ubi itu setelahnya, jangan buang-buang makanan."
Zhu Lao berhenti di ambang pintu, menatap halaman yang tergores.
"Setelah itu," katanya. "Halaman ini masih perlu disapu. Dan aku butuh sapu baru."
😍💪
💪