NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23

Anton mengambil kedua tangan mamanya sambil tersenyum.

“Mama, jangan pernah bicara begitu. Mama itu wanita yang baik, dan aku bersyukur karena bisa berada di perut Mama selama sembilan bulan. Aku benar-benar bersyukur memiliki Mama seperti Mama. Aku juga tidak bisa menyalahkan Mama atas kejadian saat itu. Mungkin sebenarnya ada salah di aku juga. Tapi aku tahu bagaimana perasaan Mama waktu itu. Aku minta maaf ya, walaupun terlambat.”

“Kamu nggak ada salah apa-apa, sayang. Yang salah itu Mama dan Papa. Harusnya Mama dan Papa memahami kamu, bukan malah mengusir kamu. Tapi setelah mengusir kamu, kamu malah jadi anak yang hebat. Itulah yang membuat Mama dan Papa merasa kecewa lagi.”

“Kenapa Mama dan Papa kecewa? Bukannya harusnya Mama dan Papa bangga sama aku?”

“Kecewa karena tidak bisa melihat proses keberhasilan kamu. Tiba-tiba kamu sudah berhasil saja. Itulah yang membuat Mama dan Papa merasa kecewa dan merasa bukan orang tua yang tepat buat kamu.”

Anton yang mendengar itu merasa bingung dan tidak bisa berkata apa-apa.

Mungkin maksud mamanya baik, tapi bagi Anton sendiri, ia takut salah paham dengan ucapan mamanya.

“Tenang aja, Ma. Semua proses ini pasti berkat doa Mama dan Papa juga. Makanya aku bisa seperti sekarang. Aku percaya doa kalian itu lebih manjur daripada doa siapa pun.”

Mamannya tersenyum mendengar perkataan anaknya. Ia kagum, anaknya sudah begitu pintar merangkai kata sampai membuat dirinya terhanyut dalam perasaan.

“Udah pintar ya sekarang cara bicaranya. Tapi tetap aja belum punya pasangan yang tepat. Gimana sih kamu? Kamu mengecewakan Mama lagi, nih, untuk kedua kalinya.”

“Mama jangan bilang kecewa terus, nanti aku nangis nih kalau Mama ngomong kecewa melulu. Aku nggak mau Mama kecewa sama aku. Minimal Mama sayang sama aku aja, itu udah cukup.”

“Mama sayang kok sama kamu. Kalau Mama nggak sayang, nggak mungkin Mama telepon kamu, walaupun telat. Sebenarnya Mama juga takut menghubungi kamu, karena Mama yakin kamu nggak akan jawab telepon Mama. Mama takut kamu masih benci sama Mama.”

Anton tidak pernah berpikir untuk membenci orang tuanya. Justru ia selalu merasa kalau orang tuanyalah yang masih membencinya karena kejadian di masa lalu.

“Aku nggak pernah berpikir untuk membenci Mama. Mungkin sebaliknya, aku malah takut menghubungi Mama karena takut Mama belum memaafkan aku sepenuhnya, dan masih mengingat masa lalu yang gelap itu.”

“Maafin Mama ya, yang dulu meninggalkan kamu di masa-masa gelapmu. Padahal kamu bisa menemukan jalan itu bersama kami, tapi kami malah memilih mengusirmu daripada menghadapi hal itu.”

“Mungkin itu hukuman buat aku, karena aku sudah melanggar dan membantah kalian. Jadi aku merasa itu bukan salah Mama dan Papa, tapi memang hukuman untuk diriku sendiri.”

Mamanya mendengar itu hanya diam. Apa yang dikatakan anaknya tidak sepenuhnya benar, tapi semuanya sudah berlalu. Yang sudah lewat, biarlah berlalu.

Anton kemudian melihat ke arah papanya dengan wajah bingung, memikirkan cara agar papanya cepat sembuh.

Ia mencoba menelpon sekretarisnya untuk mencari tahu bagaimana cara menyembuhkan papanya secepat mungkin.

Anton tidak kuat melihat papanya sakit seperti itu. Ia ingin orang tuanya selalu sehat, hingga dirinya menua nanti.

Anton ingin kedua orang tuanya bahagia bersama-sama, karena itu satu-satunya keinginannya.

Anton tidak pernah mengharapkan hal besar. Ia hanya ingin melakukan hal-hal kecil yang bisa membahagiakan orang tuanya, membuat mereka merasa cukup dan tenang.

Anton juga menyuruh sekretarisnya mencari rumah yang nyaman untuk kedua orang tuanya agar mereka selalu merasa aman dan terjaga.

Ia tidak mau keluarganya lagi-lagi merasakan hal buruk seperti dulu.

Anton berharap diberi kesempatan untuk membahagiakan orang tuanya dan tidak membuat mereka kecewa lagi.

“Mama udah makan? Kalau belum, mau makan nggak? Aku beli makanan, loh, buat Mama.”

“Mama nggak lapar, sayang. Mungkin Mama udah makan tadi.”

“Mama makan apa?”

“Tadi Mama cuma makan nasi sama kuah sayur aja. Habis itu Mama nggak makan lagi. Kadang-kadang nafsu makan hilang, soalnya lihat kondisi Papa kamu begini, Mama jadi malas makan.”

Anton memahami perasaan mamanya. Ketika papanya sakit, pasti mamanya kehilangan selera makan.

Ia jadi teringat masa lalu, ketika papanya sakit dulu, mamanya selalu ribet mengurusnya. Tapi waktu itu masih ada Anton yang bisa membantu menjaga papanya secara bergantian.

Sekarang, semuanya terbalik. Mamanya selalu menjaga papanya, sementara papanya tidak bisa menjaga mamanya lagi.

“Mama makan dong. Aku beli makanan kesukaan Mama, loh. Mama suka pangsit kuah, kan? Makanya aku beli buat Mama.”

“Ya udah, kalau anak Mama yang nyuruh. Anak Mama udah jauh-jauh datang juga ke sini. Maafin Mama ya, harus lihat rumah sederhana kayak gini.”

“Ini bukan gubuk, Ma. Ini rumah. Tapi Mama tenang aja, aku punya hadiah kok buat Mama. Mama harus terima dan suka, ya.”

“Kamu nggak perlu repot mikirin Mama. Kan Mama dulu pernah buang kamu. Lagian, Mama nggak pernah berharap hal mewah dari kamu. Mama cuma berharap masih punya kesempatan buat ketemu kamu, walaupun Mama udah bersalah.”

Anton tidak setuju dengan perkataan mamanya. Ia merasa semuanya bukan sepenuhnya salah orang tuanya.

“Mama, jangan ngomong kayak gitu. Aku sedih dengarnya. Aku udah bilang, Mama nggak usah mikir yang aneh-aneh. Aku cuma pengen bahagiain Mama dan Papa. Masa lalu biarlah berlalu. Kita nggak tahu ke depannya kayak apa. Aku juga nggak bisa ubah masa lalu, jadi lebih baik kita lihat masa depan dan perbaiki hal-hal yang belum sempat kita lakukan dulu.”

Mamanya terharu mendengar itu. Ia tak menyangka anak yang dulu ditelantarkan bisa tumbuh sebijak ini.

Dari cara bicaranya saja, mamanya sudah kalah.

Ia merasa tak pantas, tapi juga sangat bangga. Walau sudah diperlakukan tidak adil, anaknya tidak menyimpan dendam sedikit pun.

Bagi mamanya, bisa bertemu anaknya saja sudah membuatnya bahagia. Ia tahu anaknya sibuk, dan waktu bersama seperti ini sudah lebih berharga daripada apa pun.

“Kamu emang nggak sibuk, Sayang? Kamu kan kerja. Mama nggak enak ganggu kamu. Nanti kamu terganggu, Mama juga malu. Apalah daya Mama, cuma orang tua yang nggak berguna ini.”

“Kata siapa? Waktu quality time sama Mama jauh lebih berguna daripada kerja. Aku bisa kerja lewat laptop, telepon, handphone. Jadi Mama nggak usah khawatir. Aku udah atur semua pekerjaan dengan baik.”

“Hehe, hebat ya anak Mama sekarang. Mama nggak nyangka kamu jadi anak yang baik dan pintar begini. Bahkan kamu nggak marah atau benci sama Mama. Tapi kalau kamu mau benci, Mama juga bisa terima, karena itu hal yang wajar.”

Anton menggeleng pelan.

“Kata siapa wajar, Ma? Membenci Mama dan Papa itu nggak wajar sama sekali. Bukan begitu caranya anak membalas orang tua. Waktu Mama dan Papa menghukum aku dulu, itu bukan perbuatan jahat, tapi justru kebaikan yang membentuk aku jadi seperti sekarang. Jadi aku sama sekali nggak merasa harus membalas atau membenci kalian.”

Mamanya akhirnya menangis. Ia kehabisan kata-kata mendengar perkataan anaknya.

Padahal ia tak pernah mengajarkan anaknya untuk berkata sebijak itu, tapi kini anaknya justru menasihatinya dengan penuh kasih.

Anton lalu menghampiri papanya dan bersiap berbicara untuk meminta maaf lebih dulu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!