NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tatapan yang Mengusik

Kereta kuda kembali melaju, roda berderit di atas jalan berbatu yang panjang. Matahari condong ke barat, menyinari atap-atap rumah pedesaan dan ladang gandum yang mulai menguning. Di dalam, Elena duduk bersandar, tubuhnya masih terasa pegal setelah kejadian di gudang.

Ia melirik keluar jendela kecil, melihat barisan kesatria Carwyn yang mengawal ketat. Sudah beberapa kali kereta berhenti di depan tempat-tempat penting lumbung penyimpanan biji-bijian, tempat distribusi rempah, juga rumah perwakilan pedagang namun Mervyn selalu turun sendirian.

“Myra…” bisiknya pelan, menahan helaan napas panjang. “Berapa lama lagi ia akan kembali?”

Myra menunduk sopan. “Saya tidak tahu, Duchess. Tuan Duke sedang memastikan laporan di setiap tempat.”

Elena mengerutkan kening. Rasa bosan merayap, apalagi setiap kali Mervyn pergi, ia harus duduk berjam-jam menunggu di dalam kereta. Ia menahan diri, tapi pada kunjungan ketiga ia tak kuasa lagi.

Begitu pintu kereta terbuka dan Mervyn kembali, Elena langsung bersuara. “Berapa lama kau akan meninggalkan aku di sini?”

Mervyn menoleh cepat, alisnya terangkat. Nada suaranya dingin. “Kau seharusnya beristirahat, Elena. Jangan memaksa.”

“Aku sudah duduk terlalu lama. Aku bosan, Mervyn.” Nada Elena penuh keluhan, tapi matanya menatap langsung pada suaminya, seakan menuntut jawaban. “Apakah aku hanya akan menjadi penunggu di kereta sepanjang hari?”

Sorot mata Mervyn menggelap, rahangnya menegang. “Lebih baik kau bosan daripada terluka lagi.”

Elena terdiam sesaat. Amarah bercampur frustasi mengalir dalam dirinya, tapi ia memilih menahan kata-kata. Hanya helaan napas berat yang keluar, membuat suasana dalam kereta kaku.

Menjelang senja, kereta berhenti di depan bangunan megah yang menjulang di pusat distrik perdagangan. Pilar-pilar tinggi menopang atap berukir lambang Carwyn, dan di sekelilingnya berdiri puluhan penjaga bersenjata penuh.

“Elena.” Suara Mervyn kali ini lebih lembut, meski masih tegas. “Ini Carwyn Trade Consortium. Aku tahu kau ingin melihat, jadi… kau boleh ikut. Tapi satu hal jangan pernah jauh dari sisiku. Kau mengerti?”

Mata Elena membesar, seakan tak percaya. “Aku benar-benar boleh ikut?”

Mervyn menatapnya lama, kemudian mengangguk perlahan. “Ya. Tapi aku tidak akan mengulanginya dua kali.”

Senyum samar muncul di wajah Elena. Meski tubuhnya masih letih, ia mengangkat gaun pelan-pelan dan turun bersama Mervyn. Myra mengikuti dari belakang, sementara kesatria membentuk barisan pelindung.

Begitu melangkah masuk ke halaman, Elena langsung terpesona. Bangunan itu tampak seperti pusat denyut nadi kekuasaan Carwyn pedagang dari berbagai wilayah hilir-mudik, membawa gulungan kontrak, peti barang, dan lembaran catatan. Aroma kertas, tinta, dan kayu bercampur di udara.

Namun, di balik hiruk-pikuk itu, penjagaan begitu ketat. Setiap pintu dijaga dua kesatria, dan tatapan para prajurit menyapu waspada.

Elena berjalan pelan di sisi Mervyn, matanya menelusuri detail ukiran di dinding dan panji-panji Carwyn yang berkibar. Ia ingin melangkah lebih jauh, tapi tangan Mervyn sudah menahan lengannya lembut namun kuat.

“Jangan,” bisik Mervyn. “Tetap di sisiku.”

Elena menoleh, mendapati sorot mata suaminya yang penuh kewaspadaan. Ia ingin berdebat, namun akhirnya hanya menghela napas dan mengangguk kecil. Bagaimanapun juga, ia tahu Mervyn tidak sedang main-main.

Kunjungan berlangsung cukup lama. Mervyn menerima laporan dari para pengelola perdagangan, sementara Elena hanya mendengarkan. Meski sedikit jengkel karena tak bisa bergerak bebas, hatinya tenang karena setidaknya ia boleh melihat dengan mata kepala sendiri betapa besar dan teratur sistem perdagangan Carwyn.

Malam mulai turun ketika kereta kembali membawa mereka pulang ke Duchy. Jalanan gelap hanya diterangi obor para kesatria pengawal. Di dalam kereta, Elena duduk bersandar, lelah mendera tubuhnya.

Ia sempat ingin berbicara pada Mervyn, mungkin mengeluh sekali lagi. Namun matanya berat, kepalanya perlahan bersandar pada jendela. Dalam beberapa detik, napasnya teratur, tubuhnya terlelap dalam keheningan malam.

Mervyn berpindah duduk, kini berada tepat di sisi Elena. Dengan hati-hati ia meraih tubuh istrinya, menyandarkannya perlahan pada bahunya agar tidur Elena lebih nyaman.

Tatapannya jatuh ke lengan Elena yang masih terbalut perban. Pandangannya tertahan di sana lama sekali, seakan ada rasa bersalah yang berat menghantam dadanya.

Kunjungan panjang dan melelahkan itu akhirnya berakhir, menyisakan hanya bunyi roda kereta yang berderit pelan di jalan pulang.

Duchy Carwyn

Barisan pelayan telah menunggu di depan pintu utama. Mereka berdiri berjajar rapi, menundukkan kepala hormat, memastikan penampilan dan kerapihan masing-masing sempurna sebelum sang tuan rumah tiba.

Suara derap tapak kuda mulai terdengar mendekat. Degup teratur itu semakin jelas hingga akhirnya berhenti tepat di halaman. Kereta kuda pun terhenti di depan pintu masuk, membuat para pelayan serempak menunduk lebih dalam.

Di dalam kereta kuda

Elena perlahan terbangun. Kelopak matanya terbuka, dan ia tersentak saat menyadari dirinya bersandar pada bahu Mervyn. Refleks ia menjauh dengan wajah memerah, buru-buru berkata, “Kenapa kamu ada di sebelahku?”

Mervyn menoleh sekilas, tapi tidak menjawab pertanyaannya. Hanya ada suara datar yang keluar dari bibirnya.

“Ayo turun.”

Elena menelan ludah, lalu menoleh ke luar jendela. Benar saja mereka telah kembali ke Duchy Carwyn. Dengan ragu, ia mengulurkan tangannya. Mervyn meraih tangan itu tanpa keraguan, membantunya turun dari kereta dengan genggaman yang kokoh namun penuh kehati-hatian.

Begitu Elena menjejakkan kaki di halaman Duchy Carwyn, barisan pelayan masih menunduk hormat. Namun begitu kepala mereka terangkat, lirikan penuh khawatir langsung tertuju pada lengan sang Duchess yang masih terbalut perban. Beberapa dari mereka bahkan menutup mulut menahan teriakan kaget.

"Duchess terluka..." bisik salah seorang pelayan, suaranya gemetar.

Elena kemudian dibawa masuk ke kamarnya. Para pelayan wanita membantu melepas gaunnya yang berdebu dan menggantinya dengan pakaian malam yang lebih ringan. Setelah itu, semuanya diusir keluar atas isyarat tangan Mervyn, menyisakan hanya dirinya dan Elena di ruangan itu.

Sejenak, kesunyian menggantung. Elena duduk di tepi ranjang, jemarinya menyentuh lembut perban di lengannya.

Mervyn mendekat, matanya mencermati wajah istrinya lama, seakan ingin membaca pikiran yang disembunyikan. Namun akhirnya ia hanya mendesah pendek. "Tidurlah. Aku akan memanggil Alwen besok pagi untuk memastikan lukamu." Lalu ia berbalik, melangkah keluar, meninggalkan ruangan dengan suara pintu tertutup berat.

Elena melirik ke arah pintu yang baru saja tertutup. Bibirnya terangkat membentuk garis tipis kesal. "Menyuruh semua orang pergi, bicara sebentar, lalu pergi begitu saja... apa-apaan itu? Aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di kepalanya," gumamnya pelan, nada suaranya penuh gerutuan.

...

Balkon kamar

Udara malam menerpa wajah Elena. Ia berdiri di balkon, menatap langit gelap yang hanya diterangi cahaya bulan pucat. Perasaan tidak nyaman semakin kuat, seolah ada sepasang mata asing yang menembus mengawasinya.

"Lagi?" Batin Elena, ia mencari cari darimana asal tatapan tidak mengenakan ini.

"Duchess." Suara Myra terdengar pelan. Ia melangkah masuk dengan membawa selimut, tapi segera terdiam melihat ekspresi Elena. "Apa anda merasakan hal itu lagi?" tanyanya ragu.

Elena menoleh perlahan. "Ya. Aku merasa selalu diawasi."

Myra menggenggam tangannya erat. "Saya rasa kejadian di gudang dengan disini sama, pelakunya."

Elena terdiam, napasnya tercekat. “Apa mungkin… mereka adalah orang-orang yang membunuhku?” bisik batinnya. Dadanya berdegup kencang, seolah jantungnya hendak pecah, menyadarkannya bahwa semua yang terjadi hari ini tidak lagi bisa disebut kebetulan.

Wajah Myra menegang. "Saya khawatir ancaman itu lebih dekat dari yang kita kira."

Elena menatap jauh ke pekat malam, matanya berkilat. Ada ketegangan yang berubah menjadi tekad. "Sepertinya kita harus menyelidiki."

"Duchess..." Myra tampak ragu, tapi sorot Elena membuatnya bungkam.

"Aku tidak bisa hanya bergantung pada penjagaan Mervyn. Aku butuh seseorang..." Elena menarik napas panjang, lalu menatap Myra dengan tekad yang tajam.

"Aku harus merekrut kesatria pribadi."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!