Syima dan Syama adalah kembar identik dengan kepribadian yang bertolak belakang. Syama feminim, sementara Syima dikenal sebagai gadis tomboy yang suka melanggar aturan dan kurang berprestasi akademik.
Hari pernikahan berubah menjadi mimpi buruk, saat Syama tiba-tiba menghilang, meninggalkan surat permintaan maaf. Resepsi mewah yang sudah dipersiapkan dan mengundang pejabat negara termasuk presiden, membuat keluarga kedua belah pihak panik. Demi menjaga nama baik, orang tua memutuskan Devanka menikahi Syima sebagai penggantinya.
Syima yang awalnya menolak akhirnya luluh melihat karena kasihan pada kedua orang tuanya. Pernikahan pun dilaksanakan, Devan dan Syima menjalani pernikahan yang sebenarnya.
Namun tiba-tiba Syama kembali dengan membawa sebuah alasan kenapa dia pergi dan kini Syama meminta Devanka kembali padanya.
Apa yang dilakukan Syima dalam mempertahankan rumah tangganya? Atau ia akan kembali mengalah pada kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misstie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah kira
Resepsi kali ini jauh lebih meriah. Membuat Syima terpukau saat memasuki pelaminan bersama Devanka di sampingnya. Lampu gantung kristal berkilau di langit-langit, bunga-bunga segar ditata mewah hingga aroma mawar bercampur lily menguar ke seluruh ruangan. Meja tamu tertata rapi, pelaminan menjulang besar, membuat Syima merasa seperti hendak tampil di panggung drama ketimbang sekadar duduk sebagai pengantin. Sajian berbagai jenis makanan tersaji mewah dan menggiurkan.
Langkah Syima kini lebih percaya diri, meski tetap gugup. Gaun resepsinya berwarna gold dengan detail bordir yang rumit, membuatnya terlihat seperti putri kerajaan. Tangannya melingkar di lengan Devanka yang memakai jas hitam yang membuatnya semakin tampan dan lebih dewasa.
"Cantik banget," bisik salah satu tamu yang sudah datang.
"Cocok banget sama Pak Devan," celetuk salah satu rekan Devanka di kampus.
Mendengar pujian-pujian membuat pipi Syima merona. Sesampainya di pelaminan, Devanka menaiki tangga terlebih dahulu, dia mengulurkan tangan untuk membantu Syima naik ke panggung. Kali ini gerakannya lebih luwes seperti pasangan normal lainnya.
"Hati-hati jangan sampai jatuh," bisik Devanka lembut ketika ekor gaun Syima nyaris tersangkut.
"Makasih," balas Syima pelan. Devanka tersenyum. Keduanya lalu duduk di pelaminan.
"Sekarang sesi foto pengantin dulu ya," seru fotografer di bawah panggung.
Keduanya langsung berdiri bersiap untuk difoto, namun dengan jarak di antara mereka cukup jauh, sampai fotografer mengerutkan kening. "Berdirinya lebih dekat lagi, Mas."
Dengan ragu, Devanka mendekat. Syima bisa mencium aroma parfum yang familiar, parfum yang sama ketika Devanka datang berkunjung untuk menemui Syama. Membuat Syima sejenak tersadar bahwa pernikahan ini seharusnya bukan untuknya.
Pose demi pose diarahkan. Sekarang mereka berpose, di mana tangan Devanka harus bertengger di pinggang Syima, sementara telapak tangan Syima di dada Devanka. Mereka harus saling berpandangan. Berbeda dengan Devanka yang terlihat jelas berusaha menyesuaikan diri agar lebih nyaman. Syima? Dia lebih mirip manekin ketimbang pengantin. Tubuhnya kaku, senyumnya dipaksa, matanya berkeliaran mencari titik lain selain menatap mata Devanka. Chemistry di antara keduanya nihil.
"Tolong, senyum, Mas… Mbak… ayo, sekali lagi," fotografer mulai frustrasi setelah beberapa kali jepretan hasilnya tetap terlihat aneh.
Senyum Syima lebih mirip pas foto ijazah. Devanka pun sama. Siapa pun yang nanti melihat hasilnya pasti langsung sadar, ini bukan senyum bahagia, melainkan senyuman yang menginginkan semuanya cepat selesai.
"Bagus! Sekarang Mas-nya cium kening istrinya."
Devanka tampak ragu sebentar. Ditatapnya kedua mata Syima. Ada sesuatu di sana yang dia tidak pernah lihat sebelumnya di kedua mata tajam itu. Bukan sebuah cinta, tapi semacam... kehangatan. Perlahan Devanka menempelkan telapak tangannya di pipi istrinya, dan diciumnya kening Syima yang refleks menutup mata. Ada sesuatu yang berputar di perutnya. Sensasi asing, antara canggung, hangat, dan geli.
"Sempurna!" puji fotografer, begitu puas dengan hasilnya.
Setelah beberapa pose tambahan, fotografer akhirnya mendapatkan beberapa yang memuaskan. Devanka dan Syima pun seketika merenggang, kembali menjaga jarak. Tangan Devanka yang sedari tadi bertengger di pinggang Syima, terlepas. Seakan baru saja sadar bahwa dunia nyata tidak sama dengan instruksi fotografer.
Tamu mulai memberikan ucapan selamat, mulai dari keluarga besar, rekan kedua orang tua, para pejabat, sampai presiden dan wakilnya. Musik romantis mengalun, mengiringi arus panjang antrean ucapan.
"Selamat ya, Pak Devan. Sudah bukan bujang lagi," sapa seorang tamu penting, bersama istrinya.
"Terima kasih, Pak," balas Devanka sopan.
"Apa kabar Syama? Sudah lama tidak bertemu," ucap pria itu, mengulurkan tangan.
Syima tercekat. Nama itu menyentil hatinya. Tapi ia tetap tersenyum, menjabat ramah, tanpa meluruskan. Toh, para tamu memang berniat mendatangi resepsi Devanka dan Syama, bukan dirinya. Mereka tidak tahu kalau pengantinnya telah berganti.
Namun Devanka menegaskan dengan senyuman tenang, "Ini Syima. Istri saya, namanya Syima, Pak."
Tangannya singgah di punggung Syima, mengusap lembut seolah ingin menegaskan keberadaannya. Syima melirik sekilas, tidak menyangka Devanka akan seberani itu. Dadanya terasa hangat entah kenapa.
Pak Tora, rekan sesama dosen itu, terlihat terkejut, buru-buru meminta maaf, dan langsung menetralkan ekspresinya. "Oh maaf, maaf... Sekali lagi selamat ya Pak Devan, Mba Syima," berusaha mencairkan suasana.
Syima balas tersenyum, matanya melengkung. “Nggak apa-apa, Pak. Syama itu kembaran saya. Nama kami memang sering tertukar. Keluarga juga kadang masih bingung kok.”
Percakapan berlanjut dengan lebih hangat setelah penjelasan Syima. Pak Tora tampak lega dan mulai bercerita tentang pengalaman mengajar bersama Devanka.
"Pak Devan ini dosen favorit mahasiswa lho, Mbak Syima. Tegas tapi adil," kata Pak Tora sambil menepuk bahu Devanka.
"Iya, saya tahu. Saya juga mahasiswa beliau," jawab Syima tanpa pikir panjang.
Pak Tora terbelalak, lalu tergelak. "Wah, cinta lokasi ternyata!"
Syima buru-buru menyela. "Bukan, Pak. Kami dijodohkan orang tua."
Jujur, lidahnya sedari tadi sudah gatal ingin menghentikan basa-basi ini.
Devanka menoleh cepat, kaget dengan kejujuran istrinya.
"Gak apa-apa dijodohkan. Yang penting langgeng sampai akhir hayat," celetuk istri Pak Tora sambil menarik suaminya karena antrean panjang.
"Amin, semoga," jawab Syima dan Devanka hampir bersamaan. Mereka saling berpandangan, tersenyum tipis. Ketegangan di antara mereka sedikit meluruh.
Pak Tora dan istrinya akhirnya berlalu. Antrean tamu mengular. Antrean tampak tidak akan selesai dalam waktu dekat. Syima mulai pegal berdiri dengan heels yang jarang dikenakannya. Dia menggeser tubuhnya ke kiri dan kanan, berusaha menyamarkan rasa kram di kakinya.
Devanka yang memperhatikan gerak-gerik Syima dari sudut matanya, menyadari ketidaknyamanan istrinya.
"Duduk aja sebentar," ucap Devanka pelan sambil menunjuk kursi dengan dagunya, suaranya lembut namun tegas.
"Nggak apa-apa. Masih banyak tamu, gak enak," jawab Syima memaksakan, meski kakinya sudah mulai terasa pegal dan kram.
"Duduk," ulang Devanka dengan nada yang lebih tegas tapi tetap lembut. "Sekalian lepas dulu heels-nya. Biar kakinya gak sakit."
Syima memutar mata sesaat sebelum akhirnya menurut dan duduk di kursi pelaminan. "Iya, iya, Pak dosen," gumamnya kesal, tapi cukup pelan sehingga hanya Devanka yang mendengar.
Devanka hanya menggeleng tipis melihat sikap Syima, tapi ada senyum samar di sudut bibirnya. Dia tetap berdiri di samping Syima, sesekali menunduk untuk menyapa tamu yang datang, sekaligus melindungi Syima dari keramaian.
Malam semakin larut, tamu sudah mulai berkurang. Hingga tiba rombongan teman-teman Devanka saat masih berkuliah dulu datang. Mereka mengenal Syama dengan baik. Karena Syama sering ikut Devanka berkumpul dengan sahabatnya.
"Bro, akhirnya nikah juga sama Syama!" seru Putra, memeluk Devanka erat. "Aku tahu persis sejarah kalian berdua dari awal jadian, sampai sekarang menikah. Rasanya bahagia banget."
Syima merasa jantungnya berdegup keras. Mereka mengira dia Syama. Dia melirik Devanka yang juga tampak sedikit tegang.
"Selamat ya, Beb!" ucap satu-satunya perempuan dalam rombongan, dan langsung memeluk Syima begitu akrab. "Terakhir ketemu pas di Lembang ya?"
Terdengar suara suitan, dan suara-suara menggoda pun muncul.
"Jadi inget sama rambutnya basah pagi-pagi nih. Uhuy... Curiga oleh-oleh Lembang udah ada di perut tuh?" Salah satu teman pria lainnya menaik turunkan alisnya menatap perut Syima, sambil bergantian menatap Devanka dengan tatapan menggoda.
Mendengar itu Syima sontak menoleh pada Devanka yang terlihat tegang dan salah tingkah. Syima bukan anak kecil yang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
"Iya bener. Jangan-jangan disini udah ada—" ujar teman perempuan Devanka yang masih berdiri di samping Syima.
Tanpa aba-aba, Devanka meraih pinggang Syima, mendekatkannya. Rahangnya mengeras.
"Ada yang perlu kalian tahu," ucapnya serius. Semua mata menoleh.
Semua memusatkan perhatian padanya termasuk Syima. "Perkenalkan ini istriku, Syima. Kembaran Syama. Jadi perlu kalian tahu, aku menikah dengan Syima," ucap Devanka tegas.
Semua terdiam sejenak, lalu tawa meledak. Hanya Syima yang terperangah, tidak menyangka Devanka akan mengenalkannya.
"Kalau lelucon dosen, bawaannya garing ya?" seru salah satu temannya yang berambut panjang.
"Hampir aja kita kena prank," celetuk yang lain.
"Sya, gawat nih. Masa baru juga kalian nikah, udah berani bercanda bawa-bawa kembaranmu," ucap teman perempuan Devanka sambil tertawa.
Syima menatap mereka datar, lalu berkata tenang, "Sayangnya, ini kenyataan. Kenalkan, saya Syima. Kembaran Syama dan sekarang saya istrinya Pak Devan."
Tawa langsung mereda. Wajah mereka berubah kikuk dan terkejut. Ada yang berdeham, ada yang salah tingkah. Devanka menatap istrinya lama, mencoba membaca sesuatu yang berbeda dari ekspresi itu.
love you..../Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Rose//Rose//Rose/
di tunggu gaya bucin pak Devan ....pasti konyol istriya tomboy suami ya kaya kanebo ga ada expresi... di tunggu update selanjutnya thor/Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/