NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:802
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.


Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23 | EKSEKUSI SANG PEMBUKA

Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛

Selamat menikmati, para jiwa!

Pertanyaan Zofan mengenai sebentar atau lamanya kami akan duduk di sini terdengar menjebak untukku.

Dari perkiraanku, dia seperti sengaja memancingku untuk memberi jawaban yang salah agar dia menang, lalu dia bisa sesuka hati mengungkit soal itu nantinya, yang aku yakin akan dijadikannya senjata untuk menyerangku di kemudian hari.

Jadi, aku tak boleh asal memberi jawaban atas pertanyaan jebakannya. Aku, kan, belum tahu, akan serumit apa persoalan yang perlu dikupas tuntas nanti.

Belum ada bayangan dan gambaran dalam benakku, tentang sebanyak dan selama apa waktu yang kira-kira dibutuhkan. Bagaimana kalau ternyata benar, memakan waktu lama? Bisa-bisa aku menanggung malu. Harga diriku dipertaruhkan di sini!

“Ck. Kalau kau mau aku pesan yang lain, kau yang bayar!”

Reaksi cari aman dariku membuat Zofan menyeringai kecil dan mendengus melalui lubang hidungnya yang besar, “memang aku yang akan bayar semuanya! Jadi, pesan saja yang kau mau.”

Oh …

“Seharusnya kau bilang itu dari tadi, rubah licik!” Aku mencibir sambil membaca lagi buku menu, memilah-milah minuman dan cemilan apa yang sekiranya ingin kupesan.

“Apa? Aku? Rubah licik? Sejak kapan – hei, kenapa pula kau sebut aku begitu?!”

“Mas, saya pesan Caffe Latte dan Churros, ya.”

Sengaja mengabaikan pertanyaan tak berbobot Zofan, segera kusampaikan pesananku pada pelayan yang kebetulan, di saat yang sangat tepat, menghampiri meja kami.

Masih dengan wajah penuh tanda tanya, Zofan terpaksa melakukan hal yang sama, mendikte pesanannya sendiri. Sesekali ekor mataku melirik ke arah Klara dan Cika saat Zofan meminta sang pelayan untuk menanyakan juga pesanan di meja mereka, agar nantinya gampang dibayar sekalian.

Begitu sang pelayan mengonfirmasi ulang pesanan dan berlalu dari meja kami, menuju meja teman-teman yang lain, dengan gesit Zofan membuka tasnya dan mengambil dua buah gulungan kertas.

Aku menghitung manual jumlah kertas itu, dan benar-benar hanya ada dua. Bukan kah, waktu itu, aku memprediksi ada tiga gulungan kertas? Di mana yang satunya lagi?

“Itu kertas-kertasnya?”

Zofan mengangguk mantap, disusul dengan satu kata pendukung, “yap.”

“Hanya itu? Dua saja?” Lagi-lagi Zofan mengangguk dan mendeham singkat menjawab pertanyaanku.

Masih merasa janggal, kembali kulontarkan keraguanku dengan lebih jelas, “kau sudah periksa ketiga lokasi yang kuberitahu kemarin?”

Dan jawaban Zofan masih sama. Tak ada yang berubah, kecuali ditambah penjelasan olehnya, “sudah, Nona Natarin yang terhormat, yang tak percaya dengan ucapanku meski sudah kuulang berkali-kali jawabannya.”

“Dua gulungan kertas ini yang kutemukan di dinding dan atap rumah nenek.”

Mulutku baru terbuka untuk menyela omongannya barusan, tapi Zofan lebih dulu menyerobot, panjang kali lebar, “jangan berkomentar dulu! Aku belum selesai.”

“Tentu aku juga sudah memeriksa lantainya. Memang benar, yang kau bilang, kayu lantai yang ada di bawah tikar itu memang sudah terbuka, menguak, tapi tak ada apa-apa di bawah sana. Hanya serpihan pasir, kerikil-kerikil, lumut, dan batu sebesar kepalan tanganku yang sebagian sisinya pun sudah tertutup lumut.”

Dia mengepal tangannya untuk memperkirakan ukuran batu yang dia temukan itu.

Mulutku berdesis menanggapi, apa aku yang keliru?

Bagai paham apa yang sedang kupikirkan hanya dari melihat raut wajahku, Zofan kembali buka suara, “mungkin kayu lantai itu terbuka dan menganga karena sudah termakan usia, sudah lapuk.”

Kepalaku menggeleng cepat, menyangkal asumsi Zofan, “tak mungkin! Aku sudah sempat memperhatikan kondisi lantai rumah nenekmu. Semuanya terlihat kokoh dan masih sangat kuat walau sudah berusia dan berubah warna. Semuanya masih terpasang dengan baik, dan hanya kayu yang ada di bawah tikar yang kondisinya seperti itu. Apa tak ada bekas seperti disungkit?”

Pernyataanku membuat rahang Zofan hampir lepas dari bautnya, “kau memperhatikan sedetail itu?! Kau memata-matai rumah nenekku, ya? Jangan-jangan, ada sesuatu yang kau incar dan ingin kau ambil dari sana?!” Tuduhannya hampir membuatku melempar kotak tisu milik kafe, untung saja aku masih waras.

“Jaga mulutmu, rubah! Muak sekali aku mendengar omong kosongmu! Tinggal jawab saja pertanyaanku, apa susahnya, sih?” geramku pada bocah di hadapanku ini, membuatnya buru-buru memasang ekspresi seperti berusaha keras mengingat-ingat, berdeham panjang seolah sedang begitu serius memikirkannya.

“Sebentar, coba aku ingat-ingat.”

Entah sudah berapa kali aku memutar bola mataku setiap bersamanya, bisa-bisa pupil mataku berpindah ke bagian dalam saking seringnya.

Menunggu jawaban yang sepertinya nihil ada, kuseruput minumanku yang bahkan lebih dulu tersaji daripada jawaban Zofan. Akhirnya, terjentik juga jarinya itu. “Aha!” begitu ungkapan yang pertama keluar dari mulutnya.

“Bagaimana?” sahutku. Dengan malas-malasan kutegakkan kembali tubuhku yang tadinya bersandar di kepala kursi. Jemari kedua tanganku saling bertaut dengan kedua siku yang bertumpu pada meja pula, memandangi Zofan intens layaknya detektif yang tengah mengintrogasi.

“Aku tidak memperhatikan soal itu, jadi aku tak tahu,” bahkan bahu Zofan mengedik saat menyatakannya.

“Kau—” kalimatku menggantung, tak tahu harus beraksi bagaimana, mendengar apa yang keluar dari mulutnya barusan, sampai-sampai telunjukku pun mengambang di udara, mengacung padanya, “sedari tadi sok berpikir, ternyata tak ada isinya?”

Tangan Zofan ikut terangkat, telapaknya mengarah tepat di wajahku seolah menyuruh berhenti bicara, “aku sudah berusaha mengingat, oke? Aku pikir, kali saja ada terlintas sedikit gambaran detail saat aku mengamati si kayu lantai! Tapi ternyata, tak ada yang terselip dalam kepalaku soal itu.”

Lihat, dia masih bisa membela diri!

“Aduh, kau memang tak bisa diandalkan!” Seruanku bersamaan dengan kedua tanganku yang terlipat di atas meja, “kau benar-benar yakin tak ada apa pun lagi di sana? Mungkin saja kau juga tak begitu menaruh perhatian, seperti kau yang tak mengamati kondisi kayu lantai itu.”

Sedikit menyindir, memang, dan aku sengaja.

Tak sampai di situ, aku juga menimpali dengan, “entah mungkin setidaknya ada struk belanja yang terselip di sana? Kemasan sampah? Biji jagung?”

“Kau ini tak percaya sekali, sih, padaku? Lagipula, untuk apa nenekku menyimpan biji jagung di sana? Sangat tidak elit. Beliau punya tempat khusus untuk itu.”

Zofan tampak menarik napas, kemudian ia kembali berucap, “aku memang tak perhatikan kondisi kayunya, dan aku minta maaf soal itu! Tapi, aku berani jamin, tak ada sesuatu apa pun di bawah kayu itu. Kalau kau masih tak percaya, lihat saja langsung ke sana.”

“Kau yang tak membawaku ke sana.”

Sekarang giliran Zofan yang menggeram, tapi cenderung ke arah frustrasi, “itu karena aku tak mau nenek tahu dan kembali menggagalkan rencanaku, Natarin!”

Mataku masih tak lepas memicing selidik padanya, hingga dia berdecak hampir putus asa. “Begini saja, mungkin memang pernah ada sesuatu yang disimpan di bawah sana, dan kali saja sekarang sudah dipindahkan ke tempat yang lain, dan lantainya belum sempat dipasang kembali. Siapa yang tahu, kan?”

“Bagaimana? Masuk akal?” Kedua alis Zofan terangkat, tampak gelisah menunggu tanggapan dariku.

Yah … masuk akal, sih, untuk asumsi terakhirnya.

Anggukan tak niatku akhirnya mengundang hembusan napas lega dari Zofan, kemudian kucomot salah satu potongan Churros yang ada di depanku, mencelupkannya ke dalam saus cokelat. “Ya sudah, apa kau sudah cermati isinya? Tunjukkan padaku, bagian mana yang perlu kubantu?”

“Kabar baiknya, sudah. Kabar buruknya, tak ada yang kumengerti dari isinya.” Zofan tak sabaran membuka gulungan kertas pertama, lalu dengan cekatan menahan kedua sisinya sambil ditunjukkan padaku.

Pandanganku melebar melihat isinya, “apa-apaan ini?”

Tanganku merampas gulungan kertas itu, mengambil alih dari pegangan Zofan. Mataku meneliti setiap angka yang tercetak di sana, tak ada satu pun kalimat yang bisa dibaca, tak ada satu pun kata yang tertulis, tak ada huruf selain bentuk aljabar atau sebagai simbol pendukung rumus.

Keseluruhan isi yang ada di atas kertas ini adalah rumus-rumus kompleks. Tapi, bukan itu kendala utamanya, yang paling memusingkan adalah, semua ini ditulis benar-benar dalam ukuran mikro.

Tak heran kenapa bisa sampai muat hanya dalam satu gulungan kertas sepanjang setengah meter.

“Ini … gila. Siapa yang bisa menulis sekecil ini?” gumamku, yang dibalas Zofan dengan kata setuju.

“Kau benar, ini sangat gila! Bahkan lebih gila untukku yang tak mengerti guna angka-angka itu. Kurasa mataku sampai juling saat pertama kali melihatnya. Tapi tak perlu khawatir, tak perlu risau, karena aku bawa alat bantu!”

Dengan penuh percaya diri, Zofan mengeluarkan kaca pembesar dari saku kemeja seragamnya, ala-ala karakter kartun pemilik kantong ajaib. Aku mendecih remeh, tapi cukup terhibur dan patut memberi tepuk tangan atas inisiatifnya yang satu ini.

“Bagus. Ayo selesaikan dengan cepat, supaya aku bisa terbebas darimu dan kembali menjalankan hari-hariku yang indah dengan penuh ketenangan.”

Sudut bibir Zofan terangkat, “ck, kau pikir aku betah dengan omelanmu? Aku pun maunya segera selesai, kasihan telingaku yang terus berasap.”

Berani-beraninya dia bilang begitu, padahal dia yang datang padaku, dan bahkan masih butuh bantuanku! Dasar tak sadar diri! Dia pikir kenapa aku menjulukinya si mulut remix?

Lagi-lagi kurampas apa yang dipegangnya itu, dan kuarahkan kaca pembesar yang baru kuambil pada permukaan kertas, baru lah mataku bisa lebih mudah memindai rumus-rumus yang tercatat di sana, tersusun dari banyak komponen dan unsur.

Rumus-rumus ini dirancang dengan sangat teliti dan mendetail, sudah pasti yang menyusun ini memiliki level jauh di atasku, sampai bisa terpikirkan olehnya untuk menciptakan ‘bahasa’ melalui rumus kompleks yang butuh peran ahli kalkulasi untuk bisa menerjemahkannya.

Dari sini aku yakin, apa pun hal yang tersembunyi di balik rumus-rumus ini, pasti benar-benar dijaga kerahasiaan isinya agar tak tersebar ke sembarang orang. Artinya, gulungan-gulungan kertas ini bernilai tinggi.

“Zo, ini tidak langsung beres hanya dengan menyelesaikan rumusnya. Kau bisa baca kode biner?”

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Jwasawa | jvvasawa: Huhu terima kasih banyaak sudah luangin waktu membaca Peluang Pulih! 🥺💛
total 1 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!