"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Adam
"Siapa?" tanya Adam dari dalam sana tanpa merubah posisinya saat ini.
"Mbok Ima, Tuan," ucap Mbok Ima dengan nada yang sedikit tinggi namun tetap terdengar sopan.
"Hm, masuk Mbok," ucap Adam mempersilahkan Mbok Ima untuk masuk ke dalam kamarnya.
Mbok Ima yang sudah mendapatkan izin, membuka pintu kamar Adam lalu masuk ke dalamnya. Kini Mbok Ima berdiri di sisi ranjang king size milik Adam.
"Maaf Tuan, sebentar lagi waktunya makan malam. Mbok sudah memasak makanan kesukaan Tuan. Tuan jangan lupa turun ya untuk makan malam. Mbok khawatir Tuan nanti sakit," ucap Mbok Ima perhatian seperti biasanya, apalagi dahulu Adam adalah anak asuhnya sebelum ia diangkat menjadi art.
Adam menatap Mbok Ima namun kali ini pria itu tidak memperlihatkan wajah datar dan arogannya. Pria itu justru menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum tipis.
"Baik Mbok. Mbok benar-benar pekerja terbaik dan perhatian," ucap Adam berbicara begitu santai pada Mbok Ima.
"Tuan bisa saja. Semua ini sudah menjadi pekerjaan Mbok Tuan. Mbok juga sudah berjanji pada Almarhum Tuan Alex agar terus mengabdi di keluarga ini," ucap Mbok Ima yang sangat setia bekerja pada keluarga Alexander.
Adam semakin tersenyum mendengar perkataan Mbok Ima. Pria itu sangat menyayangi Mbok Ima seperti menyayangi Mamanya sendiri. Bahkan Adam berani membayar mahal Mbok Ima agar tidak berhenti bekerja. Mbok Ima sudah seperti keluarga sekaligus ibu baginya.
"Iya Mbok, makasih ya Mbok untuk semuanya. Nanti Adam turun ke bawah," ucap Adam sembari tersenyum tipis.
"Baik Tuan, kalau begitu, Mbok ke bawah dulu ya," ucap Mbok Ima berpamitan.
Mbok Ima yang sudah berpamitan, membalikkan tubuhnya lalu melangkah ke arah jalan keluar kamar.
"Tunggu Mbok," ucap Adam menahan langkah Mbok Ima.
"Iya Tuan?" sahut Mbok Ima kembali membalikkan tubuhnya menghadap Adam.
"Apakah dia sudah diberitahu?" tanya Adam tanpa menyebutkan nama seseorang yang dimaksudnya.
Mbok Ima yang belum paham mengerutkan keningnya, mencoba mencerna perkataan Adam.
Siapa yang di maksud Tuan ya? Apa Nona Aisyah?
Melihat Mbok Ima yang kebingungan membuat Adam mau tak mau memberitahunya dengan jelas.
"Itu menantu kesayangan Papa Mbok," ucap Adam membuat Mbok Ima langsung tersenyum mendengarnya.
"Oh, Nona Aisyah..." ucap Mbok Ima tertawa kecil. "Nona Aisyah tadi sudah Mbok ingatkan Tuan. Tadi, Mbok ketemu Nona di depan kamarnya," ucap Mbok Ima memberitahu Adam.
Adam mengangguk kecil menanggapi perkataan Mbok Ima.
Sepertinya Tuan Adam mulai berubah. Dia mulai memperhatikan Nona Aisyah. Ini awal yang baik untuk hubungan mereka. Tuan besar pasti bahagia di alam sana.
Adam tampak cuek dan tak peduli, tapi Mbok Ima bisa merasakan kepedulian majikannya itu.
"Ya sudah Mbok, sampai jumpa di meja makan," Adam tersenyum kecil pada Mbok Ima.
"Baik Tuan, Mbok keluar dulu ya," ucap Mbok Ima lalu keluar dari kamar Adam.
Tak lama Mbok Ima pergi, Adam pun bangkit dari ranjangnya. Pria itu melangkahkan kakinya menuju pintu kamar. Dia membuka pintu lalu keluar dari kamarnya.
Di saat itu, Aisyah juga keluar dari kamar miliknya. Kamar keduanya berada di posisi bersebelahan. Tak jarang Adam dan Aisyah melihat satu sama lain saat keluar kamar.
Baik Aisyah mau pun Adam saling melirik dalam diam. Aisyah yang sadar, mengalihkan perhatiannya lalu segera menuruni anak tangga.
Adam memperhatikan Aisyah lalu berjalan perlahan di belakang istrinya itu dengan jarak beberapa meter saja.
Keduanya tampak diam dan saling memikirkan satu sama lain. Adam bahkan tak bosan melihat tubuh bagian belakang Aisyah. Aisyah yang berjalan di depannya pun merasa sedikit gugup.
Walau gugup, Aisyah tetap bersikap biasa saja tanpa berniat menoleh ke belakang. Hati Aisyah deg-degan sebab terus saja memikirkan Adam. Sudah lama mereka tidak berada di situasi berdua seperti ini.
Biasanya, Ana selalu menjadi orang ketiga di antara mereka. Dulu, hanya almarhum Alex yang bisa mengamankan Ana agar tidak terus mengikuti Adam dan Aisyah.
Tak membutuhkan waktu lama, Aisyah dan Adam pun sampai di meja makan. Keduanya duduk di kursi yang berbeda, namun saling berhadapan. Aisyah hanya bisa menundukkan wajahnya ketika Adam memperhatikannya sesekali dari depan.
"Tuan, Nona, Apakah ada yang kurang?" tanya Mbok Ima menatap Adam dan Aisyah yang hanya diam tanpa memulai makan malamnya.
"Nggak ada Mbok, ini sudah cukup," ucap Adam membuat Mbok Ima sedikit bernafas lega.
"Baik Tuan, kalau membutuhkan sesuatu, panggil saja Mbok," ucap Mbok Ima tersenyum ramah seperti biasanya.
"Baik Mbok, terima kasih," ucap Adam tersenyum tipis pada Mbok Ima.
"Iya Tuan, sama-sama," ucap Mbok Ima mengangguk kecil tanpa memudarkan senyumannya.
Mbok Ima yang tidak mempunyai pekerjaan lagi, segera pergi ke dapur untuk mengerjakan pekerjaan yang lainnya.
"Hm." Dehem Adam membuyarkan keheningan di meja maka.
Pria itu melirik Aisyah yang sesekali juga meliriknya. Aisyah lagi-lagi langsung menunduk dengan cepat sebab tak ingin saling bertatap dengan Adam.
"Huh..." Adam menghembuskan nafasnya perlahan guna menghempaskan semua rasa yang membelenggu dirinya.
"Makanlah, kau nggak akan kenyang jika hanya melihat saja," ucap Adam akhirnya membuka suara membuat jantung Aisyah seakan berhenti berdetak.
Ya Allah, Aisyah senang suami Aisyah mau berbicara santai dengan Aisyah. Makasih ya Allah, Aisyah harap kedepannya bisa lebih baik dari ini.
Adam menaikan satu alisnya ke atas. Pria itu memperhatikan Aisyah dengan ekspresi herannya. Aisyah begitu pendiam bahkan sama sekali tak menanggapi perkataannya.
Apa dia tuli? Dulu dia cerewet sekali, tapi sekarang dia begitu pendiam.
Adam memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya, lalu fokus memperhatikan makanan di piringnya.
Aisyah mengangkat wajahnya sedikit, melirik Adam. Ia melihat Adam yang menikmati makan malamnya dengan tenang.
Aisyah mulai mengikuti jejak Adam. Ia mulai mengambil makanan untuk dirinya sendiri, dan hal itu pun tak luput dari perhatian Adam.
"Kenapa kau makan sedikit sekali?" tanya Adam tiba-tiba membuat Aisyah semakin gugup.
"I-iya Mas," jawab Aisyah sedikit terbata sembari melirik Adam sesekali.
"Makanlah yang banyak, jangan sampai arwah Papa datang ke mimpiku hanya karena membiarkanmu tak terurus!" ucap Adam dengan ketus namun hal itu membuat Aisyah menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum samar.
Hati Aisyah yang sebelumnya terluka, mulai sedikit terobati dengan sikap perhatian Adam. Hati wanita itu berbunga-bunga saat ini.
"Baik Mas, maaf," ucap Aisyah dengan lirih namun masih dapat di dengar oleh Adam.
Setelah interaksi singkat itu selesai, Aisyah dan Adam pun teralihkan dengan suara yang semakin dekat ke ruang makan. Suara itu terdengar seperti suara dua orang wanita yang sedang berbicara.