Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chandra Wijaya
Perkiraan Ningsih tentang Arya yang sudah berubah ternyata salah, sebab beberapa waktu kemudian Ningsing mengujinya dengan pelayan lain dan ternyata reaksi marah Arya tetap sama. Pelayan itu bahkan langsung Arya pecat karena saking marahnya dia.
Ningsih hanya mampu menghela nafasnya lalu menatap Arya yang masih terlihat marah.
"Hanum ambilkan air untuk Arya!" titahnya pada Hanum, yang langsung di angguki oleh Hanum.
Tak lama kemudian Hanum kembali dengan segelas air di tangannya, namun saat Hanum melewatinya untuk memberikan air pada Arya, Ningsih sengaja mengulurkan kakinya hingga Hanum tersandung dan justru menjatuhkan gelas dan tubuhnya.
Air mengguyur dada Arya sementara Hanum hampir terjatuh dan berpegangan pada tangan Arya.
Hanum membelalakan matanya saat menyadari jika dia sudah melakukan kesalahan besar. Hanum mendongak menatap Arya lalu menunduk dan melihat tangannya yang masih berpegangan pada tangan Arya.
"Mampus," gumamnya.
Hanum baru saja melakukan kesalahan fatal. Masih hangat dan beberapa saat lalu Arya memecat seorang pelayan hanya karena dia melakukan hal kecil dan tak sengaja menyentuh Aryan. Tentu saja itu lebih kecil di banding kesalahan yang saat ini dia lakukan.
"Hanum kamu gak papa?" Hanum menegakkan dirinya saat mendengar suara Ningsih.
Apanya yang tidak apa- apa. Kenapa nyonyanya ini menjegal kakinya hingga dia tersandung dan jatuh.
"Maafkan saya, tuan," ucap Hanum dan dengan cepat mengusapi dada Arya yang basah.
"Apa kamu gila?" Arya mengibaskan pakaiannya dengan menatap Hanum tajam membuat Hanum segera menghentikan gerakan tangannya.
"Saya gak sengaja, tuan. Tadi kaki saya kesandung."
"Kamu ..." Arya menunjuk Hanum, namun saat wajah Hanum mendongak dan menatapnya, Arya menurunkan tangannya. "Sialan!" Arya mendengus dan berlalu pergi untuk mengganti pakaiannya.
Hanum mengerjapkan matanya tak percaya saat Arya tak langsung memecatnya. Bahkan kesalahannya bisa terhitung fatal.
Ningsih menatap kepergian Arya, lalu pada Hanum yang berdiri tertegun di tempatnya.
Arya benar-benar tidak memecat Hanum? Dia bahkan memilih pergi tanpa mempermasalahkan lagi.
Ningsih menepuk pundak Hanum. "Bersihkan ini," ucapnya menunjuk pada lantai yang basah lalu pergi dari sana.
Bukan hanya Hanum dan Ningsih yang terkejut dengan kenyataan yang baru mereka lihat. Tapi para pelayan yang berdiri di tempatnya.
Salah satu dari mereka bahkan menghampiri Hanum dan bertanya, kenapa tuan muda mereka tidak marah padahal Hanum sudah membuat kesalahan.
"Kamu beruntung, Num. Masa iya tuan gak pecat kamu, sih."
"Mana gue tahu." Hanum mengelap lantai yang basah lalu segera pergi dari sana. Hanum masih berpikir kenapa nyonyanya sengaja menjegal kakinya hingga dia terjatuh.
....
"Ningsih kamu itu perempuan, sudah waktunya kamu menyerahkan kepemimpinan kamu pada Arya. Atau kalau dia gak bisa kasihlah kesempatan buat Rendi." Dendra adik ipar suaminya angkat suara saat mereka tengah makan malam yang rutin keluarga besarnya lakukan setiap satu bulan sekali di kediaman mertuanya, Hardi Chandra Wijaya.
"Ya gak bisalah. Arya belum nikah, mana bisa dia mewarisi perusahaan." Sesilia, adik dari almarhum suaminya alias istri dari Dendra menimpali.
"Sayang, masalahnya Arya itu anti perempuan, mana bisa menikah." Dendra terkekeh mengejek.
Ningsing masih terdiam dengan wajah tenang dan anggun. Itu yang Hardi sukai dari menantunya ini. Selain karena Ningsih adalah wanita yang selalu bersikap tenang dan tak meledak-ledak, Ningsih juga kompeten dalam memimpin perusahaan yang dia wariskan pada anaknya, dalam tiga tahun terakhir sejak anaknya Abimanyu, meninggal dunia.
Pewaris yang seharusnya telah tiada dan tidak ada yang mampu memimpin perusahaan kecuali Ningsih. Hardi bahkan tidak percaya pada Sesilia dan suaminya yang bisanya hanya bersenang-senang dan menghabiskan uang.
Hardi bahkan ragu untuk memberi jabatan pada Rendi sebab didikan Sesilia dan Dendra yang terlalu memanjakan Rendi.
Berbeda dengan Arya, meski dia memiliki kelemahan yaitu benci dengan interaksi berlebihan dengan orang lain, bahkan Arya tak menyukai sekedar sentuhan tangan, Hardi melihat kemampuan memimpin dari anak itu.
Hanya saja ada peraturan dalam keluarga besarnya. Jika belum menikah belum layak memimpin perusahaan. Dan Hardi lihat Arya belum menunjukan jika dia akan menikah dalam waktu dekat. Sementara itu selain Rendi ada anak dari adik- adiknya alias paman- paman Arya yang juga menginginkan perusahaan dan berperan sebagai kepala keluarga Chandra Wijaya.
"Usia Arya baru 24, dan masih belum matang, kenapa adik ipar terburu-buru," ucap Ningsih dengan tenang.
"Cih, bilang aja kamu ingin berkuasa terus." Sesilia mencebik.
"Sesilia!" Hardi menatap tajam.
"Pa, aku tahu aku ini anak perempuan dan gak berhak memimpin perusahaan. Tapi aku punya Rendi, aku yakin dia mampu. Di banding Mbak Ningsih yang cuma orang luar."
Ningsih menunduk. Dia tahu dia hanya menantu di keluarga ini, tapi sejak dulu perusahaan sudah di pimpin suaminya dengan susah payah hingga berkembang pesat, lalu dia melanjutkan kepemimpinan hingga semakin besar. Lalu mereka yang hanya ongkang- ongkang kaki ingin merebut kerja kerasnya dan suaminya?
Tentu saja tidak akan dia biarkan.
"Jangan kurang ajar kamu!" tentu saja bukan Ningsih yang bicara, tapi Hardi. Jelas Ningsih tidak akan mengumpat meski dia sedang marah.
"Kamu kira dari mana uang yang kamu habiskan untuk belanja dan bersenang-senang itu, kalau bukan dari kerja keras Ningsih selama ini!" Hardi bahkan menggebrak meja hingga Sesilia terdiam. "Kamu bilang Rendi bisa? Coba tanyakan sedang apa dia sekarang! Anak itu cuma bisa menghamburkan uang, bagaimana bisa dia mampu bekerja?"
"Itu karena papa yang gak kasih kesempatan buat Rendi. Bahkan sama Mas Dendra."
"Dan kamu meremehkan penilaian papa?" Sesilia kembali terdiam. "Jangan berpikir untuk membiarkan Rendi memimpin, kalau kamu gak mau perusahaan bangkrut. Karena kalau itu terjadi kamu tidak akan bisa membeli berlian- berlian itu lagi." Hardi menunjuk perhiasan di tubuh Sesilia, membuat Sesilia seketika memberengut.
"Kalau gitu jangan berperilaku tidak adil. Rendi juga cucu papa. Dan aku mau Rendi di kasih posisi yang sama dengan Arya di perusahaan."
Hardi menghela nafasnya. "Baik, anggap ini juga untuk melatih Rendi." Sesilia mendelik ke arah Ningsih yang masih terdiam.
...
"Ningsih, papa harap Arya segera menikah. Papa tidak tahu apa anggapan kamu tentang papa. Tapi ini demi kebaikan keluarga kita. Papa tidak mungkin memberikan kepemimpinan perusahaan pada Rendi, karena watak anak itu tidak jauh dari wanita dan bersenang-senang. Tapi papa juga tidak mungkin membiarkan adik- adik papa merebut perusahaan yang sudah kamu dan Abi besarkan."
Ningsih menghela nafasnya pelan, sikapnya masih anggun seperti biasa, padahal hatinya sangat berat. Siapa yang ingin kehilangan kekuasaan? Dengan kekuasaan ini Ningsih bisa mengendalikan keluarga Chandra Wijaya. Tapi bagi Ningsih ini bukan hanya sekedar tentang kekuasaan, tapi bagaimana dia bisa di hargai. Dan tentu saja baginya adalah Arya yang paling penting.
Saat kekuasaannya berpindah bukan tidak mungkin dia dan Arya akan di tendang dari keluarga Chandra Wijaya.
Orang-orang serakah itu tentu tidak akan membiarkan dia dan Arya yang pastinya akan mengancam kedudukan mereka.
"Papa gak tahu gimana caranya, tapi kamu harus segera menyembuhkan trauma Arya agar dia bisa segera menikah."
"Apa dia masih belum berhubungan dengan wanita?"
Ningsih mengerjapkan matanya pelan, lalu menggeleng. Jangankan dekat dan berhubungan, baru sedikit tersentuh saja Arya akan menggila.
Hanya pada Hanum Arya tak bereaksi berlebihan, hanya sedikit marah lalu setelah itu Arya hanya acuh.
Tapi Hanum?
Ningsih menggeleng pelan nyaris tak terlihat demi menyingkirkan pemikiran yang baru saja terlintas di kepalanya. Tidak! Tidak mungkin dia menikahkan Arya dengan pembantu.
...
Maaf aku gak bisa up tiap hari, kemarin-kemarin aku sakit, baru aja aku sembuh, sekarang giliran anak- anakku yang sakit😞 Jadi aku lagi mencurahkan perhatianku ke mereka🙏
Satu bab ini aku ketik dari kemarin saking gak ada waktunya, dan baru bisa aku up sekarang.
Doble Up kalau boleh kak