Lyra tak pernah menyangka bahwa orang yang paling ia percayai telah mengkhianatinya sebulan sebelum pernikahannya.
Alih-alih membelanya, ibu tirinya justru memilih untuk menikahkan tunangannya dengan kakaknya sendiri dan menjodohkannya dengan Adrian— seorang pria yang tak pernah ia tahu.
Namun, di tengah huru hara itu Adrian justru menawarkan padanya sebuah kontrak pernikahan yang menguntungkan keduanya. Apakah Lyra dan Adrian akan selamanya terjebak dalam kontrak pernikahan itu? Atau salah satunya akan luluh dan melanggar kontrak yang telah mereka setujui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Lyra mengangkat tubuhnya, dan duduk di atas ranjang selama beberapa detik sambil menahan selimut di dadanya. Wanita itu menyentuh pelipisnya, matanya terpejam erat seakan berusaha menahan rasa nyeri yang masih tersisa di kepala. "Bagaimana jika aku mengandung anak Adrian? Andai aku tidak luluh padanya," gumam Lyra lalu menggigit bibir bawahnya.
"Aku tidak akan membiarkan anak ini menjadi korban dari pernikahan kontrak yang kami lakukan," batin wanita itu, jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang yang akan pecah di tengah medan pertempuran.
Setelah beberapa menit terjebak dalam penyesalan, Lyra perlahan bangkit dari ranjang— menutupi tubuhnya dengan selimut putih dan berjalan ke kamar mandi.
Tak butuh waktu lama, Lyra telah siap dan keluar dari kamar. Adrian sudah pergi sejak tadi, kini hanya tinggal dirinya seorang di apartemen itu. Secarik kertas di atas meja makan menarik perhatiannya. Wanita itu mengernyitkan dahi seraya berjalan mendekat.
Aku sudah mentransfer sejumlah uang padamu, gunakan itu untuk ke kantor. Aku akan menjemputmu sepulang kerja setelah mengambil mobil di bengkel.
–Adrian
"Baguslah aku tidak perlu bertemu dengannya pagi ini." Lyra meremas kertas itu menjadi bola kecil dan melemparnya ke tempat sampah.
*
*
*
Setibanya di kantor, semuanya tampak sibuk dengan kerjaannya masing-masing. "Aku akan langsung mengirim file gambarku. Maaf sudah membuat kalian menunggu," ucap Lyra seraya mengeluarkan laptopnya dari ransel.
"Tidak masalah. Aku akan langsung mencetaknya hari ini," balas Sena lalu meregangkan seluruh tubuhnya.
"Hah ... akhirnya kita bisa sedikit bersantai sampai revisi tiba."
Setelah seluruh gambar telah dicetak dan di serahkan pada orang yang akan mempresentasikan desain tersebut, ketiganya bersantai di ruangan menunggu kalau-kalau nanti akan dipanggil.
Di tengah kekosongan itu, Lyra tiba-tiba terpikirkan satu hal. Tangannya menyambar telepon genggamnya dengan cepat lalu menurunkan kecerahan layarnya.
Apakah seorang wanita bisa hamil jika melakukan hubungan suami istri hanya sekali?
Layar langsung menampilkan hasil dari pencarian Lyra. Wanita itu membacanya dalam diam, matanya bergerak pelan menyusuri tiap baris dari jawaban tersebut.
Tak lama setelah membaca informasi yang ia cari, wanita itu tertunduk lesu. "Hhh ... jadi perbandingannya masih 50:50 ...," batinnya.
"Lyra? Kau tampak lemas hari ini," celetuk Juan dengan membawa segelas air ke mejanya.
Lyra terkesiap, spontan ia menoleh ke arah Juan dengan mata yang membola. "Lyra ... apa jangan-jangan kau ...," sela Sena dengan mata penuh binar. Tangannya menutupi senyumnya yang merekah.
"A–apa?" tanya Lyra terbata-bata dengan satu alis terangkat.
"Hamil?" bisik Sena dengan senyuman yang semakin melebar memperlihatkan deretan gigi yang rapih.
"Ja–jangan bercanda, Sena!" seru Lyra, lalu memalingkan wajahnya yang kian memerah. Ia lalu meraih sebotol air mineral yang ada di sudut meja dan meneguknya.
Menit demi menit berlalu, ruangan itu kini dipenuhi oleh gumaman samar dari tim perancangan yang lain. Lyra menatap dingin ke arah perutnya, hatinya seakan masih berat untuk menerima kenyataan jika dirinya mengandung anak Adrian. "Tenanglah Lyra. Masih ada kemungkinan 50 persen kalau itu tidak akan terjadi."
Tak lama setelah perdebatan kecil itu, seseorang dari tim mereka yang pergi untuk mempresentasikan desain kompleks apartemen datang menghampiri meja mereka dengan napas yang terengah.
Lyra spontan bangkit dari kursinya disusul dengan tim lain yang mendekat ke arah mereka. "Lisa? Bagaimana?" tanya wanita itu menyentuh bahu Lisa.
Lisa terdiam, ia menunduk beberapa saat seolah sedang mengumpulkan keberanian "Ada kabar buruk untuk kita semua," ucap menatap dingin ke arah rekan kerjanya.