Almayira seorang gadis yang sangat religius, dia tidak pernah melepaskan niqobnya.
Namun di suatu hari ketika dia mengantar temannya, untuk menemui seorang laki_laki justru dirinya yang malah direnggut kehormatannya secara paksa sehingga
menyebabkan dia hamil saat masih sekolah, demi menutupi kehamilannya dia selalu menggunakan jaket.
Bagaimana nasib mayira? Apakah pria itu akan bertanggung jawab?
Penasaran? makanya baca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncess Iren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Deg_degan
Bara kini beralih bersandar pada sandaran ranjang, dengan baju masih tersingkap memperlihatkan perutnya. Laki_laki itu memejamkan matanya, menikmati rasa sakit dibadannya.
Mayira menatap kasihan pada suaminya, ia naik keatas ranjang menghadap pada Bara.
"Kenapa bisa kek gini sih kak? tanya Mayira dengan nada lembut, padahal dia sudah mengeluarkan intonasi suara marah. Ya begitulah marahnya seorang mayira, lembut.
Bara perlahan membuka matanya, hanya tersenyum tipis. "Bukan urusan lo" jawabnya.
Setelah itu Mayira tidak mengeluarkan sepatah katapun lagi, ia mulai mengerjakan tugasnya.
Dengan ragu Mayira mendekatkan tangannya ke perut kotak milik Bara, ia berusaha sepelan mungkin agar tangannya tidak menyentuh kulit Bara.
"Lo jijik ama gue" tanya Bara yang masih memejamkan mata.
Mayira langsung menggeleng tapi ia tidak mengeluarkan suara, fokus mengompres lebam yang membiru diperut Bara.
Bara masih memejamkan matanya, tapi tidak disadari oleh Mayira. Tangan Bara mendekat ke tangannya, dan sudah menangkapnya.
Entah apa tujuannya Bara meletakan tangan lembut Mayira di atas perutnya, yang tercetak kotak_kotak sempurna.
Mayira membelalakan matanya, tentu saja ia terkejut "Kak apa yang...
"Ssstt diam" titah Bara dengan suara yang santai, dan anehnya ia semakin menahan tangan Mayira yang hendak beranjak.
Sejujurnya ada rasa kesal dihati Bara, entah kenapa dia tidak suka seakan Mayira jijik menyentuh dirinya. Yang notabenenya adalah sang suami, diluar sana wanita lain sangat ingin berada di dekat Bara.
"Kak lepasin tangan Mayira" pinta gadis itu, seakan menulikan telinga Bara tetap acuh. Menikmati dingin dari es batu, yang semakin ditekan ke lukanya.
"Kak iih tuh kan ini pasti sakit" Mayira yang berusaha melepaskan tangannya, justru malah membuat es batu yang ditangannya makin tertekan ke luka.
Hormon kehamilan Mayira memang membuatnya menjadi cengeng, akhir_akhir ini bahkan karena hal sepele. Seperti saat ini ia menjatuhkan air matanya, karena ia merasa telah menambah rasa sakit pada suaminya.
Bara mengernyitkan keningnya, merasa heran mengapa tangan Mayira tidak bergerak lagi. untuk memberontak ataupun mengobatinya, Bara perlahan membuka matanya.
Hingga mata hitam legamnya terlihat, ia sedikit terkejut saat mendengar isak tangis Mayira. Air mata gadis itu menetes mengenai tangan Bara.
"Lo kenapa nangis? Tanya Bara yang melepaskan pergelangan tangan Mayira.
"Mayira sudah nyakitin Kakak, hiks" Mayira menunduk, tangannya makin meremas es batu di tangannya.
Bara menaikan alisnya ia semakin dibuat bingung,
"Ck aku tuh tidak kesakitan samsek, saat tangan lo ngobati gue malah menikmati" ujarnya ceplas ceplos.
Beberapa detik kemudian Bara baru tersadar dari ucapannya tadi, dan Mayira pun terkejut mendengar ucapan suaminya.
"Maksudnya menikmati apa kak? Dikarenakan sebuah kemungkinan berlabuh diotaknya, Mayira tidak menangis lagi.
Bara menelan salivanya yang tersangkut kerongkongan, pria itu segera beranjak dari tempat tidurnya.
"Eh lupain aja" Bara merasa kikuk sampai menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu beranjak pergi ke kamar mandi.
Mayira memandang tubuh tegap Bara yang mulai menjauh, hingga menghilang ke kamar mandi Mayira bernafas lega.
"Kenapa ya kalau dekat ama Kak Bara aku tuh selalu deg degan" Gumam Mayira pada dirinya sendiri, sambil mengetuk jari telunjuknya di dagu.
"Hm mungkin bawaan dari dedek" Mayira mengusap perutnya yang masih datar. "Aduh kapan ya kamu lahir, mama udah ngga sabar pengen lihat kamu hihi" Mayira menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
Pikiran Mayira melayang menerawang jauh, dia tidak bisa menyalahkan janin yang ada di rahimnya. Namun Mayira masih tidak mengerti, bagaimana kehidupannya dan anaknya nanti.
Mayira jijik terhadap dirinya sendiri, karena baginya ia sudah melakukan dosa besar. Meskipun itu bukan atas kemauannya, dia masih tidak mengerti kenapa Tuhan memberinya cobaan seberat ini. "Astagfirullah"
"Aku hanya kawatir dengan nasibmu nak, entah seperti apa masa depanmu nanti mama dulu juga sepertimu" tanpa terasa air matanya menetes lagi, tapi kali ini bukan karena luka bara melainkan menangisi nasibnya.
Pura_pura baik_baik saja dihadapan orang itu sangat melelahkan, ya itu yang selama ini mayira lakukan. Pada saat dia masih menyembunyikan kandungannya, dari orang tuanya.
Mayira mengusap air matanya yang tidak berhenti menetes, membasahi pipinya yang putih dan bersih.
"17 tahun, di umur segini Allah memberinya cobaan yang begitu besar" andaikan malam itu dia tidak pergi menemani astrid, andaikan malam itu dia berdiam diri dirumah. Andai andai dan andai kini kata andai itu sudak tidak berguna lagi, nasi sudah jadi bubur ya dimakan saja enak atau tidak.
Tanpa disadari Mayira sejak tadi Bara memperhatikannya, berdiri tidak jauh darinya yang hanya mengenakan celana abu_abu tanpa memakai baju.
Bara memilih kembali ke kamar mandi, seseungguhnya ia juga bingung menafsirkan keadaan saat ini.
Bara tidak pernah bermimpi memiliki istri bercadar, solehah apalagi dalam waktu dekat ini diusia yang masih sangat muda.
"Gue takut tentang masa depan kita, tidak ada cinta dalam rumah tangga ini. Lalu bagaimana kita akan menjalani ini semua" pikiran Bara bergejolak, tanpa tau mesti bagaimana.
______
Pagi ini diawali dengan keributan antara Maira dan Bara, mulai saat bara bangun telat Mayira yang dilarang naik angkot. Ataupun diantar sopir, harus berangkat sekolah bersama bara.
"Ih kak nggak mau, motor Kakak itu ketinggian Mayira kesusahan naiknya" Ujar Mayira itu alasan dari sekian ribu alasan, Karena sejujurnya mayira takut jadi pusat perhatian seperti kemarin.
Saat ini Bara dan Mayira masih berada di teras rumah, rumah besar keluarga Almayira. Dengan posisi Bara yang sudah bertengger di atas motor gedenya, seraya menyodorkan helm Mayira yang masih berdiri diam tidak mau ikut bersama Bara.
"Lo tuh harus nurut ntar anak gue kenapa-kenapa lagi" Ujar Bara
Mayira menatap tajam bara seakan mengatakan ketidaksetujuan dirinya dengan laki-laki itu, pipinya menggembung di balik kain cadarnya matanya terbuka makin lebar.
Bukannya takut dengan ekspresi Mayira, Bara justru merasa gemes dan terkekeh pelan. "Lo tuh keras kepala juga ya orangnya"
"Kak aku tuh cuma nggak mau jadi pusat perhatian" Ujar Mayira ia menundukan kepalanya.
Alis Bara terangkat "Kenapa? laki-laki itu menghembuskan nafas berat lalu turun dari motornya.
Mayira bingung harus menjawab pertanyaan bara seperti apa, karena sulit mendeskripsikan isi hatinya.
Mayira memilih Ujung khimarnya, "Anu Kak aku cum_ma" Ucapan Mayira terhenti dan digantikan dengan teriakan saat dia merasakan tubuhnya melayang.
Benar saja Bara dengan entengnya, menggendong sang istri seperti menggendong karung beras.
"Naik lo di sini" Bara mendudukkan Mayira bertengger di atas motor.
"Ya Allah takut.. Huuaa.. nanti jatuh" Mayira kalang kabut karena dia merasa posisi duduknya tidak tepat, dan kemungkinan besar akan terjatuh.
"Makanya diem, Jangan banyak gerak" Ucap Bara dengan perlahan, ia mulai melepaskan tubuh Mayira tapi sebelum itu ia sudah memastikan keseimbangan istrinya itu.
"Kak Kata dokter wanita hamil tidak boleh naik motor, apalagi motor gede yang tinggi seperti ini. Aku takut dede bayinya nggak nyaman di sana" Ucap Mayira ngasal.
"Siapa yang bilang? Tanya Bara.
"Aku pernah dengar bunda ngomong, dan juga Ustadzah di pengajian. Kalau tidak percaya Kakak cari aja di Google" Sebenarnya Mayira sudah deg-degan takutnya Bara tetap memaksa, tapi untungnya Bara yang tidak tau menau tentang hal itu juga percaya aja omongan Mayira. Padahal Mayira cuman ngarang cerita doang dia juga nggak tahu, kebenarannya apa ya apa nggak.
Tapi alhamdulillah sih akhirnya Bara mengijinkan, Mayira pergi bersama sopirnya.
"Ya Allah mohon ampunkan dosa hamba, karena telah berbohong terhadap suami Amin" Doa Mayira dalam hati ketika sudah berada di dalam mobilnya.
____Tbc____