Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Ceramah
Zahra dan Naldy bersama dengan kedua orang tua Naldy, seperti biasa sedang sarapan bersama. Mereka sarapan bersama seperti biasa.
"Zahra kamu yakin akan ke rumah sakit?" tanya Wildan.
"Memang kenapa tidak kerumah sakit. Pa?" tanyanya.
"Papa melihat kamu masih terlalu pucat, mungkin alangkah baiknya kamu istirahat dulu dan baru ke rumah sakit," ucap Zahra.
"Zahra, tidak apa-apa. Pa, lagi pula Zahra harus fokus menyelesaikan pendidikan, bagaimanapun Zahra sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya," ucap Zahra.
"Naldy, kamu sudah mengetahui bagaimana kondisi istri kamu. Papa berharap kamu benar-benar menjaganya dengan baik, ingat Zahra sekarang sedang mengandung anak kamu. Papa tidak ingin supir menjemput Zahra, Zahra harus berangkat ke rumah sakit bersama kamu," ucap Sastra memberi saran.
"Maksud Papa aku akan berangkat ke rumah sakit bersamanya?" tanya Naldy.
"Memang kenapa Naldy? Apa kamu tidak bisa berangkat ke rumah sakit bersama istri kamu? kamu jangan hanya mau enaknya saja membuat istri kamu hamil dan kamu tidak bertanggung jawab atas kehamilannya," sahut Mila berbicara secara blak-blakan.
"Mama mengapa harus menyangkut pautkan dengan hal itu," sahut Naldy terlihat begitu kesal.
"Bagaimana tidak menyangkut pautku, istri kamu hamil sudah jelas itu karena perbuatan kamu. Kamu ini kalau dilihat-lihat malu-malu mau, ekspresi wajah kamu seakan-akan ingin menghentikan pernikahan ini, tetapi kamu tetap juga ingin dilayani seorang Istri. Kalau kamu tidak tertarik dengan Zahra tidak mungkin Zahra hamil. Kamu sok jual mahal dan terbukti istri kamu hamil," ucap Mila berbicara apa adanya dan mungkin saja menyampaikan isi hati Zahra.
Naldy sudah dapat dipastikan malu, selama ini dia seolah-olah tidak menginginkan Zahra, tidak menginginkan tetapi istrinya bisa hamil.
"Sudahlah. Mah, jangan berbicara seperti itu. Naldy bukan seorang pengecut dan pasti dia bisa bertanggung jawab kepada istrinya. Kamu akan berdosa besar jika kamu tidak bertanggung jawab kepada istri kamu. Kalian berdua sudah sama-sama dewasa dan termasuk kamu Naldy. Kamu paling dewasa. Kamu harus bertanggung jawab dan daripada kalian memikirkan perpisahan dalam pernikahan yang masih seumur jagung atau juga kamu harus memikirkan untuk menambah istri. Lebih baik memperbaiki apa yang harus diperbaiki,"
"Kehamilan ini merupakan jawaban dari yang maha kuasa untuk kalian berdua. Artinya sang pencipta merestui hubungan kalian dan kalian berdua harus bersyukur atas karunia itu," ucap Sastra memberi wejangan kepada anak dan menantunya.
"Zahra, Mulai sekarang kamu berangkat ke rumah sakit bersama dengan Naldy. Papa tidak akan mengizinkan kamu jika berangkat sendirian," ucap Sastra.
"Baik. Pa," sahut Zahra ternyata menurut apa yang dikatakan mertuanya itu.
Naldy terlihat tidak setuju begitu saja, tetapi seperti apa yang dikatakan Sastra bahwa dia bukan seorang pengecut. Dia juga tidak mungkin menelantarkan darah dagingnya sendiri.
"Aku ikuti saja sejauh mana alur membawa kehidupan pernikahan ini. Tetapi aku juga tidak selemah itu dan aku akan tetap mempertahankan hakku dan tidak akan membiarkan mereka terus saja menyalahkan dan menginjak-injak," batin Zahra.
********
Zahra dan Naldy berada di dalam mobil. Naldy menyetir menatap lurus ke depan.
"Kamu jangan berpikiran bahwa kamu hamil dan dengan seperti itu, apa yang di katakan Papa harus aku turuti. Tidak semua Zahra segala keinginan kamu harus aku penuhi dan tidak segampang itu untuk menjadikanku alat agar aku bisa dalam bawah kekuasaanmu," ucap Naldy.
Zahra menarik nafas panjang dan membuang perlahan kedepan dan kemudian menoleh ke arah Naldy.
"Bisa tidak, jangan lagi berpikiran seperti itu. Aku sudah mengatakan tidak pernah memperalatmu dan dan jika tidak ingin merawat bayi yang ada di dalam kandunganku ya sudah. Aku juga sama sekali tidak menginginkan apapun dan tidak mengharapkan apapun dari kamu," ucap Zahra menegaskan.
"Jika aku berbicara dan maka kamu tidak akan pernah mau kalah," sahut Naldy menekan suaranya.
"Kamu ngaca dan lihat diri kamu sendiri. Kamu yang tidak mau kalah. Intinya aku tidak memaksamu untuk bertanggung jawab dengan janin yang ada di dalam kandungan itu, jika peduli maka silakan dan jika tidak peduli aku juga tidak akan memaksa!" tegas Zahra merasa cukup berbicara dengan suaminya itu.
Naldy kembali menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan. Naldy sekarang tidak bisa banyak berbicara, karena istrinya akan membalasnya dengan kata-kata yang sama.
****
Rumah sakit.
Zahra bersama dengan Muthia dan juga Robby berada di ruang laboratorium, seperti biasa sedang menganalisis satu penyakit yang menjadi ujian mereka hari ini.
"Eheggg, Ehegg, Eheggg, Eheggg!" tiba-tiba saja Zahra mual-mual dengan memegang perutnya.
"Zahra kamu baik-baik saja?" tanya Muthia.
"Hmmm, aku baik-baik saja, perutku terasa mual," jawab Zahra dengan wajah lemas.
"Biasanya jika berurusan dengan pasien atau organ tubuh yang kita pelajari, kamu tidak pernah mual-mual dan ini hanya penelitian biasa kamu sudah mual-mula seperti ini," ucap Robby.
"Benar! Atau jangan-jangan kamu belum sarapan?" tanya Muthia.
"Aku tadi sudah sarapan dan memang perutku mual," jawab Zahra dengan wajahnya sedikit pucat.
"Ya sudah kalau begitu kamu langsung istrahat saja, kamu jangan lanjutkan, nanti aku yang bicara dengan Dokter Naldy untuk memberi waktu kamu untuk istirahat," ucap Muthia.
"Tidak usah, aku baik-baik saja kok," jawab Zahra.
"Kamu yakin tidak apa-apa. Zahra kamu jangan memaksakan diri dan nanti terjadi sesuatu kepada kamu, meski calon Dokter tetapi bagaimanapun kamu harus menjaga kesehatan, Dokter atau calon Dokter tetap bisa sakit," ucap Muthia.
"Iya-iya, aku mengerti. Tetapi aku benar-benar tidak apa-apa. Aku saat ini jauh lebih baik sekarang, aku sudah baik-baik saja," sahut Zahra dengan memberikan senyumannya.
"Ya sudahlah, sebaiknya sekarang kita lanjutkan saja semuanya," ucap Robby membuat Zahra menganggukkan kepala.
Kehamilan Zahra cukup manja, bukan hanya mengganggu pekerjaannya saja dan terkadang Zahra juga takut teman-temannya bertanya. Zahra masih memiliki alasan bahwa kondisinya tidak sehat. Tetapi entah sampai kapan alasan itu akan diwujudkannya.
Saat berjalan di koridor rumah sakit. Zahra berpapasan dengan suaminya dan keduanya sama-sama menghentikan langkah.
"Kenapa melihatku seperti itu? Apa ada sesuatu yang ingin dikatakan?" tanya Zahra.
"Zahra, meski kita satu mobil dan bukan berarti kamu memberitahu kepada orang-orang yang ada di rumah sakit ini jika aku dan kamu suami istri! Aku sudah mengatakan tidak akan ada yang berubah, kamu harus pintar-pintar mencari alasan jika rekan-rekanmu bertanya mengapa kita satu mobil!" tegas Naldy.
"Tidak perlu mengajariku, aku juga tidak ingin pamer bahwa aku sudah menikah denganmu dan itu juga bukan merupakan kebanggaan bagiku. Jadi jangan terlalu percaya diri," jawab Zahra berterus terang membuat Naldy mengerutkan dahi mendengar pernyataan istrinya itu.
"Bagus kalau begitu dan artinya kamu sadar diri. Aku ingatkan tidak akan ada yang berubah dan semua tetap sama!" tegas Naldy.
"Terserah!" tegas Zahra kemudian langsung berlalu dari hadapan suaminya.
Zahra bawaannya semakin kesal jika sudah berhadapan dengan suaminya dan mungkin itu juga bagian hormon dari kehamilannya.
Biasanya wanita hamil memang ada-ada saja tingkahnya dan sangat wajar jika Zahra moodnya juga berubah-rubah. Sama dengan Zahra.
Bersambung.....