"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 23 : Ketika Musuh sudah Mendekat
Suasana apartemen Bhima kembali hening. Namun, kali ini bukan hening yang menyenangkan. Melainkan hening yang jujur dan sedikit mencekam.
Kondisi apartemen Bhima sudah bersih, tidak ada botol yang berserakan, tidak ada racauan yang terdengar dari mulut Bhima. Untuk pertama kalinya ia merasa tenang setelah berhari-hari dia duduk di kursi kerjanya dengan punggung yang terus tegap.
Kali ini, layar laptopnya sudah menyala. Bedanya, ia membuka laptopnya bukan di ruang kerja, melainkan di ruang tamu.
Layar laptopnya menampilkan beberapa grafik, catatan waktu serta kepingan data digital yang telah disusun sedemikian rupa oleh Bagas.
Dion muncul dari dapur karena baru selesai memasak mie kuah dan beberapa pangsit goreng yang ia beli sebelum ke apartemen Bhima.
"Gue nggak tau mau komentar apa," Bhima bergumam pelan pada dirinya sendiri.
"Ck.... Justru gue nggak heran, bjir. Orang kek dia itu emang pengen jadi pemain."
Bhima kembali terdiam. Ia mengingat kembali persahabatan nya dengan Gatra. Orang yang terlihat santai, hidupnya dipenuhi dengan humor yang bisa menghibur orang lain dan selalu mengerti dirinya. Kini mengancam hidupnya melalui orang lain.
"Apa maksud lu, Tra. Kenapa lu jadi berubah seratus delapan puluh derajat gini. Dulu kita teman baik. Kalau gue ada salah sama lu, bilang. Nggak usah sampai kek gini," ujarnya.
"Nggak ada gunanya menyesali hal itu, Bhima. Sekarang yang harus benar-benar lu fokusin adalah gimana cara selamatin Selena. Gatra mainnya alus banget ni," peringatkan Bagas pada Bhima.
Seketika itu, Bagas menunjukkan tangkapan layar dari akun tak dikenal. Di akun itu tertulis nama "Aksa".
Melihat itu, dada Bhima mencelos. Ia tak tau harus berbuat apa. Sekarang yang dipikirannya hanya satu, bagaimana cara memberitahukan pada Selena kalau Aksa yang ia kenal adalah orang jahat.
"Ucapan dia nggak main-main. Dia udah selangkah lebih jauh dari lu." tegur Bagas dengan ekspresi yang cukup tenang.
"Huh, licik banget, anjing pun malu lihat kelakuan dirinya ke gitu," Dion tak henti-hentinya mencibir kelakuan Gatra yang sok baik dihadapan Selena.
*****
Bhima mengepalkan tangan hingga otot tangannya terlihat ikut menegang. Badannya sedikit gemetar. Ia membayangkan bagaimana menjijikkan nya Gatra waktu memperkenalkan dirinya sebagai Aksa di hadapan Selena.
"Gue mau tanya, Selena tau semua ini?" tanya Bhima dingin.
"Tentu saja dia tidak tau. Kalau dilihat-lihat, Gatra mainkan sisi emosional Selena. Di tengah Selena yang hidupnya lagi kacau balau," terang Bagas lagi.
Bhima terkejut. Memang, perhatian seperti itu tidak ia berikan pada Selena. Namun, sebenarnya ingin sekali Bhima berada di sisi Selena. Akan tetapi, suasananya belum memungkinkan untuk Bhima kembali muncul dihadapan Selena.
Kembali Bhima mengingat bagaimana raut wajah Selena ketika ia terbaring di rumah sakit, dengan tangan kecilnya yang dihiasi oleh selang infus.
"Gatra pakai nama Aksa karena nama itu bersih. Nggak ada jejak yang negatif dengan nama itu."
"Apa Selena mulai nyaman dengan perlakuan orang itu?"
"Menurut gue belum sampai situ."
Tiba-tiba Bhima berdiri dan mondar-mandir di hadapan dua temannya. Pikirannya kacau dan tangannya dimasukkan di kantong celana. Tanda ia sedang berpikir keras.
"Kalau gue bilang langsung sama Selena. Yang ada dia malah makin maki-maki gue."
Dion merespon dengan anggukan kecil. "Betul banget, kalau lu muncul tiba-tiba nanti dia yang ada malah makin nggak percaya sama lu."
"Jadi, langkah apa yang akan lu ambil setelah lu tau beberapa risiko yang akan terjadi?"
Setelah mondar-mandir nggak jelas itu, Bhima kembali terduduk dan memandang layar laptop yang masih tertera nama Gatra.
"Gue bakal biarin si Gatra memainkan akal bulusnya. Membuat nyaman Selena dan melihat sejauh mana dia bisa deketin Selena," katanya tiba-tiba.
"Gila lu. Lu udah tau kan manipulatif nya si Gatra ini. Lu yakin?" Bagas yang dari tadi diam aja pun langsung merespon pernyataan yang dilontarkan oleh Bhima.
"Ya, ini adalah satu-satunya cara supaya sampai mana dia bermainnya."
*****
Perlahan-lahan, suara deru motor yang berlalu lalang digantikan oleh suara jangkrik yang lebih mendominasi. Suasana di luar lebih tenang, namun berbeda dengan suasana hati Bhima yang masih dipenuhi kekalutan yang luar biasa.
Gawai nya berdering pelan. Ia lalu segera memeriksa pesan dari siapa itu.
"Dia baru ketemuan sama Gatra di taman."
Ternyata, Bagas melakukan pengintaian setelah ia dan Dion pulang dari apartemen Bhima.
Membaca pesan dari Bagas, dada nya terasa ngilu. Entah mengapa. Ia menyadari mungkin perasaan nya kali ini pada Selena bukan sekadar khawatir biasa. Namun, tentang tanggungjawab nya pada Selena atau mungkin saja benih-benih kasih sayang perlahan muncul di hatinya.
Gawai Bhima kembali berdering. Nomor tak dikenal yang menghubungi nya kali ini.
"Ck..... Santai Bhim. Gue nggak bakal sakitin si gadis manis. Gue cuma temenin orang yang lagi kesepian aja."
Lama sekali Bhima menatap layar gawainya. Bhima berpikir sejenak dan baru menyadari sepertinya unit apartemen nya juga di pasang alat penyadap atau apapun itu. Jadinya, Gatra tau sampai mana pergerakan yang dilakukan oleh Bhima.
"Nggak usah sakitin Selena. Dia nggak ada hubungannya sama masalah gue sama lu."
Terkirim.....
Selang beberapa detik kemudian, datang lagi balasan dari Gatra.
"Owh tidak semudah itu Bhima Artha Pradana. Permainan ini baru saja dimulai."
Mendapat balasan bernada ancaman tersebut, Bhima langsung saja mengambil jaket dan kunci mobilnya. Kemudian ia turun ke basement tempat ia memarkirkan mobilnya.
Ia berniat untuk mendatangi Gatra saat itu juga dan berkelahi dengannya.
Namun, sebelum niat itu terlaksana. Bagas dan Dion sudah menghadang mobilnya. Entah mengapa, keduanya bisa mengetahui akan kemana Bhima.
"Minggir nggak lu pada," teriak Bhima yang membuka kaca jendela mobilnya.
Bagas dan Dion pun segera turun dari mobilnya dan masuk paksa ke mobil Bhima.
"Bhima. Dengerin gue. Kalau lu gegabah kek gini, nanti si Selena makin nggak aman. Lu mau kalau Selena nggak aman? Sadar BODOH!" Teriak Dion di depan muka Bhima.
Dion memang sedikit dominan dibanding Bagas. Karena Dion tau, kalau Bhima tidak dikendalikan, akan susah karena dia sering bertindak ceroboh.
Melihat perlakuan Dion padanya, entah kenapa Bhima langsung bisa mengendalikan emosinya dan ia langsung berkata bahwa ia ingin minum kopi untuk meredakan kekalutan di kepalanya.
Bagas dan Dion mengangguk setuju jika itu hanya ingin minum kopi. Kembali Bhima mengarahkan kemudi itu menuju ke PawPaw cafe.
Kali ini, Bhima memang belum bisa melawan Gatra secara langsung. Karena ia tetap harus memikirkan keselamatan Selena. Meskipun tindakannya bisa dibilang lambat. Tapi penuh dengan strategi.
*****
Lihatlah Selena, jiwa yang kini dirundung mendung, Langkah kakinya berat, tertatih di sela duri yang kian tajam. Masalah datang padanya bak hujan badai yang tak kunjung usai, Satu luka belum kering, seribu perih sudah menanti di ambang pintu.
Dunia mungkin melihatnya sebagai sosok yang malang, Namun bagimu, biarlah ia menjadi pusaka yang harus kau jaga. Jadilah teduh saat dunianya membara, Jadilah rumah saat ia merasa asing di tanahnya sendiri.
Jangan biarkan api kecil di matanya padam tertiup duka yang bertubi-tubi. Genggam tangannya, bukan untuk mengekang, Tapi untuk membisikkan bahwa ia tidak lagi berjalan sendirian.
Bhima, jagalah Selena dengan seluruh ketulusanmu, Sebab di balik kerapuhannya, tersimpan permata yang hanya bisa bersinar, Jika kau beri ia rasa aman untuk kembali percaya pada cahaya.