"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 09: Tuduhan dibalas Tuduhan
Udara pagi ini terasa sejuk, tenang dan damai. Namun, berbeda cerita dengan suasana hati Selena pagi ini. Ia merasa udara pagi ini mencekiknya terlalu kuat.
Selena bangun dari tidur yang tidak nyaman nya sekitar pukul setengah delapan. Kepala dan tenggorokan nya masih belum bersahabat.
"Pagi Nona Selena. Sesuai arahan dokter kemarin, kamu diperbolehkan pulang nanti sore ya," ujar perawat ramah sambil membawakan beberapa obat dan cairan yang disuntikkan di infusnya.
Dengan mata berbinar, Selena pun mengangguk cepat. Ia tidak sabar untuk bertemu dengan beberapa boneka kesayangannya dan suasana kamar kost nya.
"Terima kasih, suster. Berarti aku sudah boleh makan seblak dong?"
"Ya tidak boleh. Tunggu sampai pulih dulu," tegas perawat.
Selena menautkan bibirnya setelah mendengar respon dari perawat. Setelah semua obat masuk, perawat tersebut pamit meninggalkan Selena.
Selepas kepergian perawat dari ruang rawat inapnya, Selena kembali diserang oleh omongan pedas teman kantornya, netizen dan Bhima.
"Haduh, kalau udah pulang. Gue bisa nggak ya ngelewatin semua cibiran itu?" tanya nya dalam hati kecilnya.
Sembari memikirkan hal itu, tiba-tiba ada yang mengetuk pintunya kembali dan tanpa sadar ia mengizinkan orang dibalik pintu itu masuk ke ruangannya.
"Silakan masuk, perawat," katanya yang masih membaca buku.
Pintu perlahan terbuka dan seseorang yang mengetuk pintu itu kemudian masuk mendekati ranjang Selena. Selena yang masih tidak menyadari siapa itu hanya acuh.
"Selena, gimana keadaan kamu. Sudah mendingan?"
Suara itu bukan suara perawat, melainkan suara itu adalah suara orang yang membuatnya masuk ke klinik. Selena menegang. Namun, ia berusaha tenang meskipun hatinya tidak karuan.
"Kenapa kesini lagi?"
"Selamat pagi, Selena. Maaf kalau lancang. Tapi, gimana kondisimu sekarang. Sudah mendingan kan?" Selidiknya lagi.
"Udah membaik. Kenapa lu datang lagi kesini? Kurang keras peringatan gue kemarin?" Ketus Selena.
Bhima mengusap tengkuknya kasar. Ia bingung harus berkata seperti apa untuk memperbaiki semua yang sudah keruh ini.
"Aku tau. Tapi, bolehkah aku menjelaskan sesuatu?" Tanyanya ragu.
Kali ini, Selena menutup bukunya dan menyimak penjelasan Bhima. Dengan catatan, ia masih marah dengan Bhima.
"Aku tau siapa dalang yang menyebarkan berita bohong tentang aku," Bhima memancing pembicaraan supaya Selena memperhatikan nya.
Selena melirik ke arah Bhima dengan ekor matanya. Ia mulai terpancing dengan pancingan Bhima.
"Siapa orang kurang ajar itu. Sampai-sampai lu nuduh gue yang nggak-nggak?"
"Maafin aku, Selena. Ternyata yang menyebarkan tuduhan palsu itu adalah teman ku sendiri. Namanya Arvin."
"Oke. Terus, apa hubungannya dengan gue? Udah cukup ya. Gue udah kena serangan tuduhan plagiarisme ditambah masalah lu. Kali ini beneran nggak dalangnya teman busuk lu itu?" Pernafasan Selena sedikit sesak setelah mengungkapkan semua isi hatinya.
"Ya makanya, dengerin dulu penjelasan aku. Kalau kamu terus kek gitu. Kamu nggak bakal tau kebenarannya," kali ini, Bhima kembali kelepasan bicara sedikit menggunakan nada tinggi ke Selena.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, Selena terkejut dan diam seketika. Dua kali ini Bhima membentaknya. Ia pun langsung kembali menyamankan dirinya di kasur dan meletakkan bukunya di nakas dekat ranjang nya.
"Pergi Bhima. Gue mau istirahat. Untuk urusan berita bohong yang menyangkut gue tentang lu. Bicarain besok aja. Gue mau sembuh dulu," ujarnya pelan seolah mengusir Bhima dari ruangannya.
Mendengar hal tersebut, Bhima cukup lama terdiam. Ia menatap punggung Selena yang seolah mengatakan bahwa ia ingin diselamatkan dari kondisi sekarang.
"Hancur banget kamu, Selena. Ini bukan kamu yang aku lihat di PawPaw Cafe kemarin. Tapi, ini versi rapuh kamu," gumamnya dalam hati.
"Nggak usah sok tegar dengan keadaan seperti ini, Selena. Aku mau tanggungjawab buat selesaikan semua kekacauan ini. Aku tau kamu lagi dijebak juga."
"Biar gue aja yang ngurus semuanya. Semua ini emang salah gue. Gue emang nggak pernah bener di mata orang lain. Nggak usah ikut cam....."
"Semua kejadian ini juga karena kesalahan aku. Jadi, semua ini udah jadi urusan aku sekarang. Kamu nggak sendirian lagi," kali ini suara Bhima melembut. Ia mengatur nada suaranya supaya tidak menyinggung perasaan Selena lagi.
"Apa pedulimu? Seharusnya lu cek kembali apa yang terjadi. Bukan cuma nuduh gue dengan nggak menunjukkan data itu," terangnya.
Tak disangka, satu bulir bening keluar dari ujung matanya. Segera ia seka, takut kalau Bhima melihatnya.
"Aku peduli karena masalah mu membesar ditambah karena aku juga, Selena. Makanya aku mau tanggungjawab.
"Pergi, gue mau istirahat. Pikiran gue lagi kacau. Kalau lu tetep terus disini, yang ada gue nggak sembuh-sembuh."
"Kalau lu mau ngejelasin semuanya lagi, lu bisa ketemu sama gue di PawPaw Cafe lagi," sambungnya lagi.
Suasana kali itu sedikit menegang. Keraguan diantara mereka kini menjalar di setiap aliran darah.
"Selena. Ini minumannya. Nanti dokter mengunjungimu sekitar pukul sebelas ya," kata perawat yang memecahkan keheningan diantara mereka.
Selena hanya mengangguk mengiyakan dan terpaksa menyunggingkan senyum nya kepada perawat.
"Eh, pria ini. Ini kemarin yang kamu tolak itu kan, Nak?" Tanya perawat pelan.
Selena hanya mengangguk lemas mengiyakan. "Kalian teman kantor ya?"
"Bukan Bu. Dialah yang membuatku harus dirawat di sini," kata Selena ketus.
Bhima tersenyum tipis, "Kami bertemu di kejadian kecil di cafe, Bu," tambah Bhima.
"Pertemuan kecil itu bisa jadi awal kejadian besar lho nak. Jangan salah paham kamu."
Perawat hanya terkekeh pelan dan meninggalkan mereka ketika urusannya sudah selesai. Perawat tersebut hanya memberikan tambahan obat pada Selena.
"Kalau gitu, aku pulang dulu. Nanti aku kabarin soal Arvin kalau ada perkembangan lagi."
"Nggak usah datang lagi," ketusnya. Selena seolah mencibir Bhima.
"Kalau kamu masih mau sendirian, bilang ya."
"Kan tadi gue udah bilang. Budeg apa gimana telinga lu?" Balas Selena acuh.
*****
Matahari perlahan berganti tugas dengan bulan. Tepat pukul delapan belas WIB, dokter yang menanganinya pun memberikan surat izin pulang padanya. Setelah berhasil mendapatkan surat izin pulang, Selena langsung mengabari Rani untuk menjemputnya karena ia malas naik bus.
Selama Selena sakit, ia tidak memperdulikan pekerjaan. Sampai pada akhirnya, Selena mendapati ada banyak pesan spam dari kantornya.
"Selena, beneran sakit lu ya? Gue pikir lu sakit cuma mau menghindari tuduhan plagiat itu dan mau bikin drama baru?"
Dengan masih lemas, Selena pun membalas pesan Amrita "Demi apapun, aku pingsan itu pingsan beneran. Bukan lagi bikin drama."
"Owh ya Selena, editor senior meminta kamu untuk klarifikasi besok pagi pukul delapan tepat."
"GILAA AJA WAK."
Rani yang disebelah Selena sedang menyetir pun ikut terkejut dengan teriakan Selena.
"Apaan sih, Len. Lu bikin kaget gue aja," sergahnya karena menyebabkan Rani salah fokus dalam menyetir.
Selena tak menjawab, ia hanya diam sambil mencoba mengatur nafasnya kembali.
"Huhhhhh.... Besok gue disuruh klarifikasi pukul delapan tepat," suara Selena akhirnya muncul setelah sepuluh menit mereka ditemani lagu Love Sick Girl nya black pink.
*****
Setengah jam perjalanan dari klinik ke kost Selena. Sesudah memastikan bahwa Selena aman, Rani pamit lebih cepat karena ia ada urusan mendadak. Alhasil, Selena ditinggal sendirian dalam kost itu.
Kring....
Selena terkejut. Baru saja ia akan merebahkan dirinya di kasur, ada notifikasi email masuk. Dan itu tidak lain dan tidak bukan adalah dari kantornya sendiri.
From: Editor
Subject : VERY URGENT
Selena, semua team dari divisi editorial menanti klarifikasi tertulis darimu segera. Sudah begitu banyak suara jahat berkembang di divisi internal. Besar harapan kami untuk kamu segera menjelaskan dengan baik.
Membaca badan email itu, rasanya Selena ingin pingsan lagi. Seolah dunia ini sudah tidak senang kalau ia ingin istirahat sejenak.
Disisi lain, Bhima pun akhirnya sampai di apartemen sederhana nya. Ia langsung menuju dapur dan membuka laptopnya untuk mencari tau informasi tentang Arvin. Ia semakin menyadari kalau Arvin ini ternyata pernah mendapatkan teguran dari atasan soal etika data.
"Ternyata, singa berbulu domba itu nyata adanya," gumamnya pelan.
"Kurang baik apa gue sama lu, Arvin. Gue ngelakuin kejahatan apa ke elu sampai elu dendam kek gini sama gue?"
*****
Lihatlah Selena, jiwa yang kini dirundung mendung, Langkah kakinya berat, tertatih di sela duri yang kian tajam. Masalah datang padanya bak hujan badai yang tak kunjung usai, Satu luka belum kering, seribu perih sudah menanti di ambang pintu.
Dunia mungkin melihatnya sebagai sosok yang malang, Namun bagimu, biarlah ia menjadi pusaka yang harus kau jaga. Jadilah teduh saat dunianya membara, Jadilah rumah saat ia merasa asing di tanahnya sendiri.
Jangan biarkan api kecil di matanya padam tertiup duka yang bertubi-tubi. Genggam tangannya, bukan untuk mengekang, Tapi untuk membisikkan bahwa ia tidak lagi berjalan sendirian.
Bhima, jagalah Selena dengan seluruh ketulusanmu, Sebab di balik kerapuhannya, tersimpan permata yang hanya bisa bersinar, Jika kau beri ia rasa aman untuk kembali percaya pada cahaya.