NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7: JATUH KEMBALI & PILIHAN MAUT

Lorong menuju sarang itu semakin panas di setiap langkah.

Bukan panas api biasa. Ini adalah hawa panas purba yang meresap hingga ke sumsum tulang, membuat udara bergetar fatamorgana, dan menguapkan keringat bahkan sebelum sempat menetes. Meski Baskara memiliki pasif [Resistansi Panas], tekanan ini tetap menyesakkan dada, seolah paru-parunya diisi timah cair.

Dan kemudian... Aura itu.

Aura yang begitu agung, begitu tua, dan begitu menindih hingga lutut Baskara gemetar secara naluriah. Setiap sel di tubuhnya menjerit satu kata: LARI!

[Itu dia. Naga Batu Purba (Ancient Stone Dragon).]

[Aura yang Anda rasakan hanyalah bocoran kecil dari napas tidurnya. Jika dia bangun sepenuhnya... tekanan auranya saja cukup untuk menghancurkan jiwa kultivator lemah dalam radius seratus meter menjadi debu.]

Baskara menelan ludah yang terasa kering seperti pasir. "Seberapa besar dia?"

[Anda akan lihat sendiri. Tapi Tuan... sekali lagi saya peringatkan. Ini adalah ide terburuk dalam sejarah ide buruk Anda. Dan itu sudah termasuk keputusan melawan Beruang Taring Besi.]

"Terlambat untuk mundur."

[Belum terlambat. Anda masih bisa berbalik—]

"Aku. Tidak. Akan. Mundur." Baskara menyeret kakinya yang berat ke depan, matanya menyala nekat. "Tiga tahun aku hidup sebagai pengecut. Tidak akan lagi."

Ia terus berjalan, melawan insting bertahan hidupnya sendiri yang berteriak histeris.

Lorong itu akhirnya melebar, bermuara pada sebuah cavern (gua raksasa) bawah tanah. Langit-langitnya hilang dalam kegelapan saking tingginya. Dinding-dindingnya dipenuhi kristal merah yang berpendar, menyinari ruangan dengan cahaya oranye temaram seperti neraka yang indah.

Dan di tengah gua raksasa itu... ia tidur.

Naga Batu Purba.

Baskara berhenti bernapas.

Makhluk itu... melampaui imajinasi. Panjangnya mungkin lima puluh meter dari moncong hingga ekor. Tubuhnya dilapisi sisik batu yang tebal dan kokoh laksana armor pegunungan. Di sela-sela sisik itu, terlihat aliran magma cair yang berdenyut pelan seperti nadi kehidupan bumi.

Empat kakinya sebesar pohon beringin raksasa, dengan cakar yang sanggup membelah besi. Sayap batunya terlipat di punggung bagaikan bukit kecil.

Dan meskipun matanya tertutup, Baskara bisa merasakan kekuatan dahsyat yang tersembunyi di baliknya.

Ini bukan Binatang Roh. Ini adalah Naga Sejati.

[Naga Batu Purba (Ancient Stone Dragon)]

[Tingkat: Ranah Jiwa Baru - Bintang 3]

[Status: Hibernasi]

-----------------------------------------

[PERINGATAN: JANGAN BUAT SUARA! SATU NAPASNYA BISA MEMBUNUHMU!]

Baskara berdiri terpaku. Tubuhnya gemetar—bukan hanya karena takut, tapi karena rasa kagum yang mendalam. Darah di dalam tubuhnya, Sukma Naga Penelan-nya, bergetar merespons kehadiran sesamanya.

"Dia indah," bisik Baskara nyaris tak terdengar.

[Benar. Itulah wujud asli spesies kami. Penguasa langit dan bumi sebelum para Dewa cemburu dan membantai kami.]

"Aku akan mencuri darinya. Tapi aku bersumpah tidak akan melawannya," gumam Baskara. "Dia terlalu agung untukku yang masih lemah."

[...Anda terus mengejutkan saya, Tuan. Tapi simpan rasa kagum itu nanti. Sekarang, fokus. Bagaimana cara mengambil sisik tanpa membangunkan kiamat ini?]

[Pertama: Tekan aura Anda sampai titik nol. Kedua: Gunakan 'Langkah Bayangan' tanpa Prana. Ketiga: Cari sisik yang sudah longgar secara alami. Dan demi langit... JANGAN. BUAT. SUARA.]

Baskara mengangguk. Ia memejamkan mata, menekan seluruh hawa keberadaannya hingga ia nyaris tak terasa seperti makhluk hidup. Menjadi bayangan.

Ia mulai bergerak.

Langkah demi langkah. Hening. Seperti hantu.

50 meter.

40 meter.

30 meter.

Suara napas sang naga terdengar seperti gemuruh ombak di lautan magma. Setiap hembusan napasnya menciptakan gelombang panas yang menyapu wajah Baskara, membakar alis matanya sedikit demi sedikit.

20 meter.

Baskara kini bisa melihat detail sisik itu. Setiap kepingnya adalah mahakarya alam, dengan pola rumit yang dialiri energi panas.

10 meter.

[Hati-hati... Anda memasuki zona bahaya absolut.]

Baskara menahan napas sepenuhnya. Jantungnya dipaksa berdetak lambat.

5 meter.

Ia berdiri tepat di samping tubuh raksasa itu. Panasnya luar biasa, seperti berdiri di dalam oven raksasa.

Matanya menyapu sisi tubuh naga. Mencari... mencari...

‘Di sana.’

Satu keping sisik seukuran perisai prajurit, terlihat sedikit terangkat di bagian tepinya. Ada retakan halus di sekelilingnya. Sisik tua yang akan segera tanggal saat naga itu berganti kulit.

Sempurna.

Baskara mengulurkan tangan dengan gerakan super lambat. Jari-jarinya menyentuh permukaan sisik itu.

Dingin. Kontras dengan tubuh naga yang membara, sisik mati ini sedingin es batu.

Ia mulai mencungkilnya. Perlahan. Milimeter demi milimeter. Keringat dingin mengalir di punggungnya.

Sisik itu bergerak. Hampir lepas.

Ia menggunakan kedua tangan, menahan beban sisik yang ternyata sangat berat—mungkin dua puluh kilogram batu padat.

Sedikit lagi...

KLIK.

Suara kecil. Sangat pelan. Seperti kerikil jatuh.

Namun di keheningan gua raksasa itu, suara itu terdengar bagaikan ledakan meriam.

Waktu seolah membeku.

Napas naga yang tadinya teratur... berhenti mendadak.

Perlahan... sangat perlahan...

Kelopak mata raksasa itu terbuka sedikit.

Hanya celah sempit. Namun cukup bagi Baskara untuk melihat neraka di dalamnya.

Pupil vertikal. Iris merah menyala. Dan tatapan purba yang mengandung kecerdasan ribuan tahun.

Mata itu melirik ke samping. Langsung menatap Baskara.

Jantung Baskara berhenti berdetak.

‘Mati aku!’

Sang Naga menatap semut kecil yang berani menyentuh tubuhnya. Detik terasa seperti abad. Baskara membeku, tidak berani berkedip.

Lalu... mata itu tertutup kembali. Napasnya kembali teratur. Hembusan napas panas kembali menerpa.

Baskara mematung selama sepuluh detik penuh. Tidak percaya.

[LARI!!!] Teriakan Sistem meledak di kepalanya. [LARI SEKARANG BODOH! DIA TIDAK PEDULI SOAL SISIK ITU, TAPI DIA BISA BERUBAH PIKIRAN KAPAN SAJA!]

Baskara tidak perlu disuruh dua kali. Ia mengikat erat sisik itu di dada dengan sabuk kainnya dan melesat pergi menggunakan [Langkah Bayangan].

10 meter.

20 meter.

30 meter.

"GROOOOOOAAAAAAARRRR!!!"

Auman dahsyat meledak di belakangnya, mengguncang gua hingga batu-batu stalaktit berjatuhan.

Baskara menoleh sekilas. Mata Naga Batu Purba kini terbuka lebar sepenuhnya. Penuh amarah.

Dia bangun.

BANGUN SEPENUHNYA.

"SIALAN!" Baskara memacu kakinya, meledakkan sisa Prana untuk kecepatan maksimal.

Di belakangnya, Naga Batu Purba bangkit berdiri. Tubuh raksasanya menggeliat, sayap batunya terbentang lebar, memenuhi seluruh gua, menghalangi cahaya kristal.

FWOOOOSHHH!

Naga itu membuka mulutnya. Bukan api biasa, melainkan aliran magma cair menyembur keluar, menyapu lantai gua, melelehkan batu menjadi sungai pijar dalam sekejap.

Baskara melompat zig-zag, merasakan panas yang membakar ujung jubahnya. Ia mencapai mulut lorong keluar tepat saat bola magma meledak di tempat ia berdiri sedetik lalu.

BOOM!

"KE ATAS! KE TEBING VERTIKAL!" teriak Sistem.

Baskara berlari menembus lorong sempit. Naga itu terlalu besar untuk mengejar masuk, tapi kepalanya yang masif menyundul pintu masuk lorong hingga runtuh.

Auman frustrasi terdengar menggelegar.

Tapi Baskara tidak berhenti. Ia tiba di dasar tebing vertikal—jalan keluar tercepat menuju permukaan yang ia lalui saat turun. Tingginya 200 meter tegak lurus.

Ia mulai memanjat.

Jari-jarinya yang diperkuat [Cakar Besi] menancap ke dinding batu. Ia merayap naik secepat cecak yang dikejar predator.

50 meter.

100 meter.

Di bawah sana, terdengar suara gemuruh yang berbeda. Suara kepakan sayap raksasa yang membelah udara.

Baskara menengok ke bawah dengan ngeri.

Naga itu terbang. Ia terbang vertikal menyusul ke atas melalui cerobong jurang yang lebar!

"TIDAK MUNGKIN!"

GROAAAR!

Naga itu mendongak, mulutnya bersinar merah terang. Napas magma kedua siap ditembakkan.

Baskara memanjat gila-gilaan, mengabaikan rasa perih di jari-jarinya.

BLAAARRRR!

Semburan magma menghantam dinding tebing tepat di bawah kaki Baskara.

Ledakan itu melempar tubuhnya. Pegangannya terlepas.

"AARGGHH!"

Baskara melayang di udara, tanpa pegangan. Kematian di bawah, langit di atas.

Beruntung—atau takdir—ia jatuh terhempas ke sebuah tonjolan batu yang menjorok keluar, dua puluh meter di bawah posisinya tadi.

BRAK!

Tulang rusuknya retak lagi. Napasnya putus.

Naga itu melesat melewatinya ke atas, momentum terbangnya terlalu cepat untuk berhenti di lorong sempit ini. Tubuh raksasanya menyerempet dinding tebing.

Sayap batunya menghantam bibir jurang di atas.

KRAK!

Naga itu kehilangan keseimbangan. Tubuh masifnya terpelintir dan jatuh kembali ke dasar jurang.

BOOOM!

Suara hantaman raksasa terdengar dari kedalaman, diikuti gempa kecil.

Baskara terkapar di tonjolan batu, darah merembes dari mulutnya. Ia tersenyum gila sambil memeluk sisik curiannya yang masih terikat di dada.

"Dasar... kadal... gendut..."

[Dia tidak mati. Tapi butuh waktu baginya untuk terbang lagi. CEPAT!]

Baskara memaksakan tubuhnya yang hancur untuk memanjat sisa ketinggian.

30 meter tersisa.

25 meter.

Ia bisa melihat cahaya samar di atas—langit malam dengan bintang-bintang. Kebebasan.

"Sedikit lagi..."

20 meter.

Tiba-tiba—

[BAHAYA! DIA SUDAH BANGKIT!]

Dari kedalaman jurang, cahaya merah menyala terang. Panas meningkat drastis dalam hitungan detik.

FWOOOOOOSSSSHHHH!!!

Semburan api dahsyat melesat dari dasar jurang—kolom magma raksasa yang menerangi seluruh jurang seperti siang hari!

"SIAL!" Baskara mengayun tubuhnya ke kanan dengan cepat, menggantung hanya dengan tangan kiri.

Semburan magma melewatinya dengan jarak sentimeter, membakar sisi kiri jubahnya dan kulit lengannya hingga melepuh.

[IRON SKIN]

Bahkan, kulitnya yang telah ditingkatkan tetap melepuh.

Tapi yang lebih buruk—tekanan udara dari ledakan itu menyedotnya ke bawah!

Cakarnya mulai terlepas dari dinding batu. Ia merasakan tubuhnya terseret, gravitasi dan tekanan ledakan bekerja sama untuk melemparnya kembali ke neraka.

"TIDAK!"

Dengan kekuatan terakhir, ia menancapkan tangan kanannya—yang sudah berubah menjadi cakar naga hitam—ke dinding dengan seluruh tenaga.

TSRAK!

Cakar menancap hingga pergelangan tangan. Tubuhnya terhenti terseret, berayun di atas maut.

Tapi Naga Batu Purba sudah terbang lagi.

Baskara bisa mendengar kepakan sayap raksasa yang mendekat dari bawah. Mata merah menyala dalam kegelapan, menatapnya dengan kebencian murni.

35 meter lagi ke permukaan.

Tapi Naga akan mencapainya lebih dulu.

Mata Baskara bergerak liar—mencari sesuatu, apa pun.

‘Di sana!’

Lima meter di sebelah kanan, ada mulut gua kecil yang tersembunyi di balik semak-semak liar yang tumbuh di dinding jurang. Sekitar satu meter lebarnya. Cukup untuk manusia, tapi terlalu sempit untuk naga.

WOOSSHH!

Semburan panas kembali menyebar di jurang gelap itu. Beberapa detik sebelum api mencapai tubuhnya—

Baskara menendang dinding dan melompat ke samping.

Tubuhnya melayang di udara—

SRET!

Tali pengikatnya putus terbakar. Sisik naga terlepas dari dadanya!

"TIDAK!"

Dalam gerakan refleks, ia meraih—tapi terlambat. Sisik itu jatuh, tersangkut di akar pohon liar lima meter di bawahnya.

Baskara sendiri mendarat di mulut gua kecil dengan keras. Tubuhnya berguling masuk.

Ia langsung bangkit, merangkak ke tepi dan melihat ke bawah.

Sisik curian—hasil pertaruhan nyawanya—tersangkut di akar rapuh, lima meter di bawah posisinya.

Tapi Naga Batu Purba sudah tiba. Tubuh raksasanya melayang di luar gua, mata merahnya berputar, mencari mangsa yang bersembunyi.

Baskara menekan punggungnya ke dinding gua, menahan napas.

‘Dia tidak tahu aku di mana... belum...’

Pijakannya bergeser. Ia melihat batu besar di bawah kakinya. Batu seukuran kepala kerbau.

Ide gila muncul di kepalanya.

Ia mengangkat batu itu. Berat. Padat.

Dengan cepat, ia melepas jubah luarnya yang sudah hangus, membungkus batu itu hingga mirip bundel tubuh manusia.

Lalu kembali ke mulut gua.

Naga masih melayang di luar, kepala raksasanya bergerak ke kanan-kiri, mengendus.

Baskara mengumpulkan seluruh kekuatan di lengannya.

Dan melempar bundel itu sekuat tenaga ke bawah!

SYUUUUT!

Bundel jubah berisi batu itu melesat jatuh, menimbulkan suara angin kencang.

Naga Batu Purba langsung bereaksi. Kepala raksasa itu menoleh, melihat sesuatu jatuh dengan cepat.

GROOOAAAR!

Dengan kecepatan mengejutkan, naga itu menukik ke bawah, mengejar "mangsa" yang jatuh.

Begitu naga menjauh, Baskara langsung meluncur keluar dari gua.

Lima meter ke bawah. Ia menjangkau akar pohon.

Jari-jarinya menyentuh sisik—

FWOOOOSSHHH!!!

Semburan api meledak dari bawah!

Naga itu sudah sadar! Ia melihat batu pecah, bukan darah manusia! Dan sekarang ia mendongak—melihat Baskara yang baru saja menggenggam sisik curiannya!

Kolom magma raksasa menyembur dari mulutnya, langsung mengarah ke Baskara!

Tanpa pilihan lain, Baskara melompat balik ke atas—kembali ke mulut gua kecil tadi!

BOOOM!

Magma meledak di tempat ia berdiri sedetik lalu, melelehkan akar pohon dan batu tebing.

Baskara berguling masuk ke dalam gua dengan sisik di pelukan, napas tersengal-sengal.

Dari luar, terdengar auman frustrasi yang mengguncang seluruh tebing.

Lalu kepala Naga Batu Purba muncul di mulut gua.

Terlalu besar untuk masuk. Tapi moncongnya—moncong raksasa dengan gigi sebesar pedang—menjulur masuk, mencoba meraih ke dalam!

Baskara mundur panik, tubuhnya menekan dinding belakang gua sempit itu.

Moncong naga terus menjulur, semakin dalam, gigi-giginya bergemeretak dalam kegelapan, hanya sejengkal lagi dari wajah Baskara—

Kemudian berhenti.

Tidak bisa lebih dalam lagi. Bahunya tersangkut.

Angin panas berbau belerang memenuhi gua.

FWOOOSH!

Semburan api disemburkan ke dalam mulut gua.

Baskara berlari lebih dalam—gua ini ternyata berbelok ke kiri. Ia bersembunyi di balik dinding belokan.

Api memenuhi lorong masuk, mengubah batu menjadi merah pijar, tapi tidak mencapainya.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, semburan berhenti.

Suara kepakan sayap terdengar—naga itu masih melayang di luar, berpatroli, menunggu.

Baskara terkapar di lantai dingin, seluruh tubuhnya gemetar hebat—campuran kelelahan, rasa sakit, dan adrenalin yang mulai surut. Ia memeluk sisik curian itu erat-erat seperti harta karun.

Tapi ia selamat. Entah bagaimana.

[...Saya tidak percaya Anda masih hidup.]

Suara Sistem—yang sedari tadi berteriak panik—sekarang terdengar... lelah dan takjub.

"Aku... juga tidak... percaya..." Baskara tersenyum lemah sambil memuntahkan darah kental.

[Tapi Tuan... kita punya masalah besar.]

"Masalah apa lagi?"

[Naga itu sekarang tahu Anda ada di sini. Dia tidak akan pergi. Dia akan menunggu. Mungkin berhari-hari. Dia punya waktu—dia sudah hidup ribuan tahun. Dia bisa menunggu Anda mati kelaparan atau mencoba keluar.]

Baskara menelan ludah. Melirik ke arah mulut gua—cahaya merah dari luar menandakan naga itu masih di sana.

"Jadi... bagaimana aku bisa kembali ke atas?"

[Ada dua pilihan. Keduanya buruk.]

[Pilihan Pertama: Anda keluar sekarang. Menerobos saat dia lengah. Kemungkinan besar, Anda akan menjadi abu dalam 10 detik.]

Baskara bergidik. "Pilihan kedua?"

[Gua ini... ternyata bukan jalan buntu. Sensor aura saya mendeteksi lorong panjang di belakang sana. Ini adalah 'Jalur Cacing' kuno yang menembus pegunungan.]

[Jalur ini bisa membawa Anda keluar dari jurang, kembali ke permukaan. TAPI... jalannya sangat panjang, berliku, dan merupakan sarang bagi Binatang Roh yang berevolusi dalam kegelapan total.]

[Estimasi perjalanan: Minimal 14 hari. Dan jika Anda tetap ceroboh seperti tadi... Anda akan mati sebelum melihat matahari.]

Baskara menatap lorong gelap di belakangnya. Lalu menatap sisik naga di tangannya.

Empat belas hari di neraka bawah tanah.

"Sialan!" bisiknya, wajah istrinya terus terngiang di kepalanya. Waktu tak berpihak padanya.

[BERSAMBUNG KE BAB 8]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!