NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:969
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23

Di rumah itu, tidak ada yang membayangkan bahwa dalam satu malam, akan berubah menjadi saksi pembantaian dan teror yang tak dapat dijelaskan dengan sebuah kata.

Aryan keluar dari kamar dengan pistol tergenggam erat. Ia mengira dirinya akan langsung berhadapan dengan Broto dan anak buahnya, yang pasti mereka memanfaatkan serangan gaib dari Kiai Syarif sebagai celah untuk menyerang rumahnya.

Namun yang menyambutnya justru adalah keheningan yang mengerikan.

Lorong yang tadi gelap kini hanya disinari cahaya senter dari ponselnya. Dan pemandangan yang terpampang di hadapannya membuat napas Aryan tercekat.

Di sepanjang lantai marmer yang biasanya berkilau bersih, kini berserakan ceceran darah segar. Enam tubuh pria berpakaian serba hitam tergeletak tak bernyawa. Aryan segera mengenali dua di antaranya, Broto, pria tua dengan tubuh besarnya terkulai menempel pada dinding, dan Jarwo, terhempas dengan wajah menghadap ke lantai.

Aryan terpaku, ia tidak tahu bagaimana mereka bisa mati mengenaskan. Namun ia tahu, siapa yang melakukannya. Ia melirik ke arah pintu kamar ritualnya. Pocong bermata merah dan Iblis Bertanduk sudah tidak berada di sana. Mereka telah kembali ke tempat mereka setelah menyelesaikan tugas.

“Mereka yang sudah menghabisi Broto… mereka memang benar-benar melindungiku,” pikir Aryan, antara ngeri dan puas.

Suara tembakan, raungan Iblis, dan jeritan anak buah Broto telah mengguncang seluruh isi rumah.

Rina dan Bu Ratih yang terbangun oleh suara kacau itu, mereka langsung panik. Rina, yang sudah mengetahui rahasia Aryan menarik tangan Bu Ratih sambil menjerit.

“Ibu! Kita harus lari! Aryan gila! Dia pembunuh! Dia membunuh mereka!”

Ketika keduanya tiba di lorong, mereka melihat pemandangan yang membuat darah mereka berhenti mengalir enam mayat tergeletak, dan Aryan berdiri di tengah genangan darah sambil menggenggam pistol.

“Aryan! Apa yang kamu lakukan!?” teriak Bu Ratih histeris. Dalam pikirannya, putranya baru saja membantai orang-orang itu.

“Bu, bukan aku! Bukan aku yang bunuh mereka! Mereka menyerang!” balas Aryan panik, namun suaranya terdengar putus asa, karena kejadian itu sangat mustahil untuk dijelaskan dengan logika.

Dari arah kamar belakang, Dinda, Arini, dan Pak Bambang datang berlarian mencari sumber keributan itu. Mereka adalah orang yang membantu dalam pekerjaan rumah tangga Aryan. Begitu sampai di lorong, tubuh mereka seolah membeku.

“Ya Tuhan… pembantaian! Bisik Dinda.

Arini menjerit ketakutan. “Perampok! Panggil polisi! Cepat!”

Suasana seketika berubah menjadi kekacauan penuh jeritan dan ketakutan.

Rina, yang sudah tahu kebenaran di balik semua ini, bahwa mereka telah dibantai oleh Iblis yang telah bersekutu dengan Aryan, memeluk Bu Ratih erat-erat. “Kita harus kabur, Bu. Sekarang! Ini semua ulah Iblis itu, bukan Aryan yang bunuh mereka, Bu.”

Aryan, yang kebingungan karena rencananya berantakan, mencoba menguasai keadaan dengan cara yang makin tak masuk akal.

“Diam! Diam semuanya! Jarwo! Bangunkan mereka!”

Ia berteriak memanggil Jarwo, ia lupa bahwa Jarwo sudah tergeletak tak bernyawa di belakangnya.

Bu Ratih, dengan tubuh gemetar, menatap Aryan, putranya yang kini ia yakini telah menumbalkan suaminya dan membantai orang-orang di rumahnya. Dalam keputusasaan, ia mengingat satu nama.

Azmi.

“Nak Azmi…” bisiknya lirih. Ia tahu, ia membutuhkan bantuan itu secepatnya.

Tiba-tiba, dengan nada mengancam, Aryan berteriak, "jangan ada yang lapor polisi, Jaka yang akan bereskan semua. Ingat, jangan coba-coba kalian lapor polisi, aku tegaskan, jangan coba-coba lapor polisi."

Semua orang terdiam, mereka sangat takut dengan ancaman Aryan, kini di mata mereka, Aryan adalah Iblis berwujud manusia.

Suasana mendadak hening, Aryan mengambil ponsel di kamarnya, ia menghubungi Jaka, menyuruhnya membereskan mayat-mayat yang tergeletak di dalam rumahnya.

"Jaka, kerumah sekarang. Bawa anak buahmu, ada tugas buat kalian." Perintah Aryan kepada Jaka. "Pasti Bos, segera, saya akan kesana sekarang," jawab Jaka dari seberang sana.

Aryan memerintahkan semua orang di rumahnya, untuk tutup mulut, merahasiakan kejadian mengerikan yang sudah terjadi di rumahnya pada malam itu.

 

Sementara itu, jauh dari rumah Aryan, Kiai Syarif merasakan keganjilan dan kegagalan.

“Serangan gaibku memang tidak menghancurkan benda itu, tapi malah menarik perhatian iblis-iblis itu… Tapi kenapa ada energi lain, seperti darah manusia? Siapa yang masuk ke sana?”

Ada sesuatu yang sangat salah.

Dan Kiai Syarif tahu, Ia harus segera pergi ke rumah Aryan secepatnya.

---

​Keheningan yang mencekik itu kembali menyelimuti lorong, yang kini berlumuran darah dan mayat-mayat yang tergeletak. Di bawah ancaman tegas Aryan, tidak ada satu pun penghuni rumah, termasuk Rina, Bu Ratih, Dinda, Arini, dan Pak Bambang, yang berani bersuara atau bergerak. Mereka hanya berdiri terpaku, menatap ngeri pada mayat-mayat Broto dan anak buahnya, serta pada sosok Aryan yang kini terlihat seperti pembunuh berdarah dingin.

​Aryan sendiri mondar-mandir dengan gelisah, mencoba menenangkan dirinya sambil menunggu Jaka. Ponselnya ia genggam erat.

​Tidak lama kemudian, suara mobil memasuki halaman. Pintu depan dibuka paksa. Dan masuklah Jaka, orang kepercayaan tergelap Aryan, ditemani oleh tiga anak buahnya yang bertubuh besar dan bertato. Wajah Jaka tampak tenang, seolah ia sudah terbiasa menghadapi situasi semacam ini.

​Jaka melihat pemandangan itu. Ia hanya menghela napas, dan sama sekali ia tidak terkejut.

​“Ampun, Bos. Ini gila,” kata Jaka pelan, sambil menoleh ke arah mayat Broto. “Dia benar-benar nekat.”

​“Jangan banyak tanya! Bukan aku yang melakukannya, Jaka! Cepat bereskan!” perintah Aryan dengan suara rendah, penuh tekanan. “Buat seolah-olah mereka tidak pernah ada. Aku tidak mau ada satu pun laporan polisi atau jejak yang tersisa. Cepat!”

​Jaka dan anak buahnya mulai bekerja. Mereka sangat profesional dalam pekerjaan gelap itu. Mereka mengeluarkan sarung tangan, kantong jenazah hitam besar, dan peralatan pembersih dari tas yang mereka bawa.

​Mereka dengan cekatan mulai memasukkan satu per satu mayat itu ke dalam kantong. Dinda, Arini, dan Pak Bambang menutup mata dan menjerit tertahan saat melihat mayat-mayat itu diangkut.

​Rina dan Bu Ratih saling berpegangan erat. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana kekejaman Aryan tidak hanya melibatkan kekuatan gaib, tetapi juga melibatkan manusia-manusia kejam, untuk menutupi jejak kejahatannya.

​Rina berbisik pada Bu Ratih, “Kita harus keluar dari sini, Bu. Setelah ini, mungkin giliran kita yang akan dibunuh.”

​Bu Ratih mengangguk, matanya menatap Aryan dengan kebencian dan ketakutan yang mendalam. Ia tahu, satu-satunya harapannya kini adalah Azmi.

​“Ingat, kalian semua!” Aryan berteriak pada para pekerjanya, wajahnya mengeras. “Jika ada yang membocorkan kejadian malam ini, kalian akan berakhir sama seperti mereka! Atau bahkan lebih buruk!”

​Ancaman itu cukup untuk membuat Dinda, Arini, dan Pak Bambang kembali ke kamar mereka dalam diam, gemetar ketakutan. Mereka tidak berani melihat ke belakang.

​Setelah keenam mayat itu dimasukkan ke dalam mobil Jaka, pekerjaan pembersihan darah dan sisa-sisa pertempuran di lantai lorong dimulai.

​“Bos, ini darahnya akan sulit dibersihkan. Saya butuh waktu,” kata Jaka, sambil mengelap lantai.

​“Tidak peduli! Besok pagi, rumah ini harus bersih, Jaka! Aku tidak mau Rina atau Ibu melihat apa pun!” perintah Aryan, dengan suaranya yang meninggi.

​Sesaat sebelum Jaka dan anak buahnya selesai, Aryan berjalan menuju Rina dan Bu Ratih, yang masih berdiri mematung di sudut.

​“Rina, Ibu. Kembali ke kamar. Malam ini tidak ada apa-apa. Mereka hanya perampok bodoh yang mencoba masuk rumah, dan bukan aku yang membunuh mereka,” kata Aryan, mencoba terdengar meyakinkan, padahal tangannya masih memegang pistol.

​Bu Ratih menatap Aryan tanpa kata. Rina hanya menunduk.

​Begitu Jaka pergi membawa mayat-mayat itu, Aryan mengunci semua pintu dan gerbang. Ia kembali ke kamar ritualnya untuk memastikan semua aman.

​Rina dan Bu Ratih kembali ke kamarnya.

1
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!