NovelToon NovelToon
Gadis Dari Utara

Gadis Dari Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Pengawal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: moonlightna

SEASON 1!

Di balik luasnya wilayah utara, setelah kematian Duke Xander. Desa Valters hampir punah dan hancur.

Desa Valters desa yang tidak mengetahui titisan Xander...

Daren... seorang gadis berambut perak, di buang dan dibesarkan sebagai prajurit di barak utara yang ilegal. Tanpa identitas ia tidak tahu siapa dirinya, hanya tahu bahwa hidupnya adalah tentang bertahan.

Namun, saat pasukan Kekaisaran menyerbu barak utara. Ada nama yang dibisikkan. Xander Estelle. Ada mata-mata yang mulai memperhatikannya. Dan di ujung dunia, dari reruntuhan wilayah Utara yang dibekukan oleh sejarah, sesuatu yang mengerikan mulai bergerak.

Hidupnya mulai bergerak menuju takdir yang tak pernah ia minta. Tapi mungkinkah hidupnya juga akan berubah… menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan?

Di tengah perubahan hidup dan pengakuan darahnya, adakah sosok yang membuatnya semakin kuat? seseorang yang menantangnya untuk berdiri, meski dunia ingin menjatuhkannya?

Happy reading 🌷🌷

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonlightna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DARAH DI ANTARA AKAR

“Pangeran, cepat! Mereka semakin dekat!” teriak Benson , suaranya tenggelam dalam derap kuda dan dentingan senjata dari belakang.

“Apa maksudmu?! Ini kuda, bukan mesin!” teriak Jaden, pandangannya fokus kedepan.

Namun tak ada waktu untuk membahasnya.

Gerald menarik tali kekang kudanya kuat-kuat.

“HIAK!!!”

Kudanya melesat kencang menembus kabut hutan, dedaunan mencambuk wajah mereka, dan suara-suara berat dari balik bayang-bayang makin mendekat. Daren di punggungnya berpegangan erat, matanya menatap ke belakang, melihat puluhan sosok misterius bertubuh besar mengejar mereka tanpa suara, hanya napas berat dan langkah yang mengguncang bumi.

“Benson! Jaden! Arahkan ke jurang kecil di sisi kanan bukit! Kita bisa lompat!”

“Kau gila?!” sahut Jaden. “Kita bisa mati!”

“Lebih baik jatuh dan hidup, dari pada tertangkap dan dibantai,” jawab Gerald tanpa menoleh.

Dan saat langit benar-benar menghitam, kabut turun menyelimuti mereka… tepi jurang sudah di depan mata.

Derap kuda mereka memecah hutan yang sepi… namun suara itu berhenti seketika saat tanah di depan mereka berguncang.

BRAKK!

Kuda-kuda meringkik keras terkejut, lalu terpeleset. Tubuh-tubuh mereka terpental keras ke tanah berlumpur. Jaden menghantam batang pohon, Benson mengguling di semak berduri, sementara Gerald langsung memeluk Daren erat, mencoba melindungi tubuh kecil itu dari benturan. Namun...

“ARGHH!”

Daren terlempar beberapa meter, jatuh menghantam akar raksasa. Ia meringis, tapi tak menangis.

Tanah seolah bergetar oleh langkah berat. Dari balik kabut dan pepohonan gelap, muncul makhluk-makhluk bertubuh besar dengan jubah kulit gelap dan topeng kayu mengerikan. Suara napas mereka berat, menggelegak seperti keluar dari dada berongga.

Sepuluh… dua puluh… lebih.

Mereka dikepung!

Jaden menyumpah pelan, lalu menyembunyikan sangkar burung di semak rimbun yang berada di belakangnya.

“Jangan sampai mereka tahu burung itu ada di sini,” ucapnya cepat. Ia mencabut pedangnya. Matanya tajam.

Benson berdiri dengan wajah tegang, mengayunkan tombaknya dengan dua tangan. “Kita tak bisa menang jumlah, tapi kita bisa membuat mereka mundur cukup lama.”

Gerald menarik Daren ke belakangnya.

Namun Daren berdiri sendiri.

Tangannya tak gemetar memegang pedang pemberian komandan. Nafasnya sedikit tercekat, Tapi sorot matanya... tajam.

Seperti mata baja.

“Aku takkan lari.” Suaranya kecil, tapi menggema di hati.

Para musuh tampak mengabaikan Daren. Mereka tak gentar pada anak kecil. Tapi ketika mata mereka menemukan Gerald... mereka serempak mengangkat senjata.

"Pangeran itu. Dia adalah target!"

Teriakan pendek dalam bahasa asing. Tapi cukup untuk mengubah segalanya.

Para pria bertudung menyerbu... semuanya mengarah pada Gerald.

Jerit pertempuran dan denting logam memenuhi hutan. Mereka terkepung.

Mereka bertiga... Daren, Jaden, dan Benson, berjuang keras di antara tubuh-tubuh besar bertopeng dan suara siulan tajam dari panah yang melesat tanpa ampun. Jumlah musuh bukan lagi belasan, tapi puluhan. Tanpa simbol. Tanpa suara. Tanpa ampun.

“Lindungi Pangeran!” suara Jaden serak, terengah. Bajunya robek, dada berdarah, tapi masih memegang pedangnya erat-erat.

Benson jatuh ke lututnya, tubuhnya penuh luka terbuka, namun masih sempat menghantamkan tongkat tombaknya ke lutut lawan, menjatuhkan dua orang sekaligus. “Aku belum mati! Belum hari ini!”

Di sisi lain, Daren berdiri menahan orang-orang yang mencoba menerobos, mendekati Gerald. Tangannya berdarah, bukan karena ditusuk, tapi karena terlalu erat menggenggam pedang.

“Minggir, anak kecil!” hardik salah satu pria bertopeng. Ia mengayunkan senjatanya tinggi, pedang besar dengan pinggiran bergerigi.

Tapi Daren, dengan napas terputus dan tubuh yang nyaris runtuh, mengangkat pedangnya lurus. Ada sesuatu dalam matanya. Bukan kemarahan. Tapi keteguhan yang dingin.

“Kalau kau ingin menyentuhnya…” bisiknya nyaris tak terdengar, “...kau harus melewatiku dulu.”

Dan ia menebas. Sangat sempurna dan cukup membuat pria itu mundur.

Gerald sendiri...

Terpisah beberapa langkah. Sendirian. dan Dikelilingi.

Tanah di bawahnya telah berubah merah. Napasnya berat. Satu lututnya menyentuh tanah, tangannya gemetar menahan pedang. Banyak orang-ornag bertopeng yang sudah runtuh di tangannya.

“Jangan mati… jangan mati di sini…” bisikannya sendiri. Ia tahu musuh semakin dekat. Dan ia… semakin lemah. Banyak luka yang menggores tubuhnya.

“Kalian hanya pengecut!”

Suara langkah berat menghentikan semuanya.

Satu sosok muncul dari balik kerumunan. Berjubah hitam. Diam. Perlahan berjalan menuju Gerald.

anak buahnya yang tersisa beberapa orang mundur, memberi jalan. Mereka seperti pasukan yang menanti sang algojo mereka datang.

Tanpa aba-aba, pria itu mencekik Gerald dengan tangannya dan....

"Argghh!"

Menjatuhkan Gerald ke tanah. Ia mengangkat kakinya dan menginjak kepala Gerald yang tergeletak di tanah.

Gerald tercekik, terdorong paksa, pipinya membentur batu keras. Darah mengalir dari pelipis.

Sosok itu berlutut perlahan di sampingnya, lalu membuka tudungnya.

Wajah itu.

Di matanya terdapat goresan bekas luka dan Sorot matanya sangat dingin. Tapi senyum kecil menghina muncul di bibirnya.

“Kau… masih terlalu lemah, bocah.”

Gerald membelalak. Jantungnya berhenti sejenak.

O-orang ini... orang yang selalau ayah ceritakan... orang yang yang terlukis duduk di barisan keluarga Kekaisaran?

"Sepertinya kau tahu siapa diriku.”

“Tapi… sayang kau akan mati…”

Begitulah katanya. Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan hantu.

Hutan itu seperti menahan napas. Tanah kering berubah jadi ladang pertempuran. Keringat, darah, dan debu menyatu jadi satu. Mereka dikeroyok dari segala arah.

Gerald mencoba berdiri, namun injakan kaki pria gila itu semakin keras.

 "D-Daren pergi! pergi dari sini!

"Minggir, anak kecil!" salah satu pria bertopeng menerjang ke arah Daren. Suaranya seperti gemuruh petir, namun Daren tidak mundur. Ia mencengkeram gagang pedangnya erat, tangannya mulai sedikit gemetar, namun sorot matanya tajam. "Aku tidak akan mundur!" gumamnya.

Daren melindungi Gerald, menepis serangan musuh satu demi satu. Tapi jumlah mereka terlalu banyak.

"Bajingan!" Jaden menjerit, tubuhnya terbanting ke tanah setelah menebas banyaknya musuh. Darah membasahi bajunya. Ia terbatuk, mulutnya memerah. "Maafkan aku..."

Benson sudah lebih dulu tumbang. Tubuhnya tergeletak, napasnya memburu. Di sisinya, sangkar emas tempat burung kerajaan itu tersembunyi, seolah menonton dalam diam.

Sepoi angin menggoyang dedaunan pohon. Banyak musuh telah tumbang, termasuk Benson, Jaden, dan Gerald.

Hanya Daren yang masih berdiri.

Ia mengelap darah dari keningnya, menatap Gerald yang masih tergeletak. kepalanya menyentuh tanah dengan kaki yang kasar dan penuh penghinaan di atasnya.

“Bajingan!” suara Gerald serak dan gemetar. Wajahnya pucat, tapi matanya tetap menatap lurus. “Apa... yang kau inginkan?”

“Yang aku mau?” pria itu menggoyang-goyangkan kakinya. “Yang aku inginkan sudah lama dirampas. Kini giliranku mengambilnya kembali.”

Ia menekan kaki lebih kuat. Gerald meraung kesakitan.

"Arghhh !"

Benson menggeliat, tapi tak bisa bangkit. Jaden mencoba menyeret tubuhnya ke arah Gerald, tapi tubuhnya sudah hampir tak bisa digerakkan.

Daren melihat itu semua. Jantungnya berdebar, tubuh kecilnya lunglai… tapi kakinya tetap menapak.

Aku harus bergerak lebih cepat.

Ia melangkah. Namun tanpa Daren ketahu, seorang musuh yang tersisa... mendekat dari belakangnya dan langsung melemparnya ke pohon keras, tubuh Daren terhempas dan menghantam batangnya. Suara keras bergema. Pedangnya terlepas dari tangan mungilnya.

"Akhh!" Daren jatuh. Dadanya sesak, pandangannya berputar.

“DAREN!!” teriak Gerald.

Daren bangkit perlahan. Tangan mungilnya berdarah, tapi ia merangkak menuju pedangnya. Mata yang biasanya sunyi dan tidak menuntut apa pun, kini dipenuhi amarah, nyala seperti baja yang siap membakar.

Langkahnya goyah. Pedangnya entah di mana. Tapi di tanah, dekat tangannya… sebilah belati pendek, milik salah satu musuh tergeletak.

Ia meraihnya.

Pria bertopeng yang tadi melemparnya, tertawa rendah, berjalan mendekat dengan lenggang seolah anak itu bukan ancaman. “Masih bisa berdiri, bocah? Kau pikir kau siapa?"

“ARGHHH!”

Daren menjerit, dan dalam satu gerakan liar, ia berlari, menusukkan belati itu ke perut pria bertopeng. Dalam. Sampai gagangnya.

Pria itu terhuyung. Suaranya tercekat.

Daren menatapnya dengan mata penuh dendam.

"Mengapa… Mengapa? Kalian selalu membunuh, menyakiti dan menyiksa kami yang tak bersalah!"

Suara itu pecah di antara pohon-pohon tinggi dan kabut yang mengendap. Matanya, yang masih bening meski penuh darah, memandang lurus pada sosok tinggi itu. Nafasnya tersengal, tapi keberaniannya tak patah.

Kami hanya ingin pulang… kami hanya ingin hidup!

"Putri Xander?"

Pria yang menginjak Gerald... mengangkat kakinya dari kepala Gerald, lalu melangkah maju. Satu langkah. Dua langkah.

1
Hatus
Kasihan banget Daren, masih bayi tapi cobaan hidupnya berat banget😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!