Seorang mahasiswa cupu yang hidupnya terkurung oleh penyakit langka, menghembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Tanpa dia duga, kematian hanyalah awal dari petualangan yang tak terbayangkan. Dia terbangun kembali di sebuah dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk-makhluk aneh, namun dalam wujud seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Ahlana. Ironisnya, dia terlahir sebagai budak.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah Sistem misterius muncul dalam benaknya. Sistem ini bukan hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, melainkan juga kekuatan luar biasa: kemampuan untuk meng-copy ras makhluk lain beserta semua kekuatan dan kemampuan unik mereka. Namun, ada satu syarat yang mengubah segalanya: setiap kali Ahlana mengaktifkan kemampuan copy ras, kepribadiannya akan berubah drastis, menyesuaikan dengan sifat alami ras yang dia tiru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Sanaill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Taring Bayangan dan Tawa Setan
Geraman rendah keluar dari tenggorokanku, memenuhi udara hutan yang lembap. Aroma takut para pemburu itu kini tercium jelas, memicu naluri berburu dalam diriku. Mereka yang tadinya menyeringai sombong, kini memucat pasi melihat bocah cilik di depan mereka berubah menjadi makhluk berbulu hitam dengan mata kuning keemasan yang menyala-nyala.
"Mundur!" teriak pemimpin pemburu itu, suaranya pecah karena ketakutan. "Itu bukan manusia! Itu... itu Serigala Bayangan!"
Aku tidak memberi mereka waktu untuk bereaksi. Dengan kecepatan kilat, aku melesat. Tubuhku terasa seringan bulu namun sekuat baja, meluncur di antara pepohonan dengan kelincahan yang luar biasa. Cakar-cakar tajamku mencengkeram tanah, memberikan traksi sempurna untuk setiap gerakan. Ini adalah pengalaman yang benar-benar memabukkan.
Pemburu pertama, yang berdiri paling dekat, tidak sempat mengacungkan pedangnya. Aku melompat, menerkamnya dengan kekuatan penuh. Dia terhuyung mundur, panik, dan aku memanfaatkan celah itu. Sebuah cakar tajam menggores lengannya, bukan untuk membunuh, tapi untuk melumpuhkan. Darah segar menetes dari luka, dan bau amisnya membuat insting Serigala Bayangan dalam diriku semakin menggila.
"Argh!" teriaknya, terjatuh, pedangnya terlepas dari genggaman.
Dua pemburu lainnya segera mengacungkan busur mereka, hendak menembakkan panah. Tapi Serigala Bayangan ini terlalu cepat. Sebelum mereka bisa menarik tali busur sepenuhnya, aku sudah berada di antara mereka. Aku berputar, menendang busur di tangan salah satu pemburu, lalu melompat ke punggungnya.
"Lepaskan aku, monster!" raungnya, berusaha menghempaskanku.
Aku menyeringai. Ini adalah bagian yang paling kusukai dari transformasi ini: kekuatan fisik yang mendominasi. Aku menggigit bahunya, gigitan peringatan yang cukup untuk membuatnya menjerit kesakitan, tapi tidak sampai merobek dagingnya. Kemudian, dengan gerakan cepat, aku melompat darinya, mendarat dengan anggun di dahan pohon di dekatnya.
Dari atas, aku memandangi mereka. Mata kuning keemasan Ahlana menyala penuh ejekan. Ini bukan lagi sekadar pertarungan, ini adalah permainan. Permainan kucing-dan-tikus, di mana aku adalah pemburu, dan mereka adalah mangsa yang ketakutan.
"Kalian tidak akan bisa lari," desis suara rendah dan serak yang keluar dari moncongku, sebuah suara yang entah kenapa terdengar seperti bisikan kematian di telinga mereka. Ini adalah suara Serigala Bayangan, penuh ancaman dan janji kengerian. "Kalian datang memburu, bukan? Sekarang, rasakan jadi yang diburu."
Pemimpin pemburu, yang lengannya terluka, mencoba mengambil pedangnya lagi. Namun, aku melompat turun, mendarat tepat di depannya. Mataku menatap lurus ke matanya yang gemetar. Dia tersentak mundur, kehilangan pijakan, dan terjatuh.
"Kalian... kalian takkan bisa kembali ke Grom!" katanya, napasnya terengah-engah.
Sebuah tawa serak dan mengerikan keluar dari tenggorokanku. Tawa Ahlana yang provokatif bercampur dengan kekejaman Serigala Bayangan. "Oh, mereka mungkin bisa," kataku, melangkah mendekat, "tapi bukan dalam keadaan utuh."
Aku tidak menyerang mereka lagi. Aku hanya mengitari mereka, melangkah pelan, memamerkan taring-taringku. Instingku sebagai Serigala Bayangan berkata untuk membunuh, mencabik-cabik mereka. Tapi entah kenapa, Ahlana yang asli menginginkan sesuatu yang lebih... menyenangkan. Melihat mereka ketakutan setengah mati, itu jauh lebih memuaskan daripada membunuh mereka begitu saja.
Para pemburu itu, yang tadinya penuh percaya diri, kini berlutut ketakutan, beberapa bahkan menangis. Senjata-senjata mereka tergeletak di tanah, tak berguna.
[Efek Ras 'Serigala Bayangan' Berkurang. Durasi Tersisa: 3 Menit.]
[Kecenderungan Kepribadian: Instingtif, Agresif, Dominan, Dorongan Teritorial.]
Notifikasi Sistem muncul, mengingatkanku bahwa waktuku terbatas. Aku harus mengakhiri permainan ini.
"Dengar baik-baik," kataku, suaraku kini kembali menjadi suara Ahlana yang cempreng, meski masih ada sedikit geraman Serigala Bayangan yang tersisa. Aku menjilat bibirku, seolah baru saja menikmati hidangan lezat. "Kalian akan kembali ke Tuan Grom. Dan kalian akan memberitahunya, Ahlana—anak yang dia sebut budak—kini menjadi mimpi buruknya. Katakan padanya, jika dia berani melangkah lebih jauh ke hutan ini, aku akan mencabik-cabik pasukannya satu per satu, dan mengarak kepalanya kembali ke rawa itu!"
Wajah ketiga pemburu itu pucat pasi. Mereka mengangguk panik, bahkan tidak berani menatapku.
"Pergi!" teriakku, menggeram sekali lagi, dan mereka langsung melesat lari, tak peduli pada luka-luka mereka, menghilang di balik pepohonan. Aku melihat mereka pergi, tawa kecil yang puas keluar dari bibirku. Itu adalah pertunjukan yang bagus.
Aku berbalik ke arah anak-anak yang kubebaskan. Mereka semua menatapku dengan campuran kekaguman dan ketakutan. Lyra dan Kael, yang tadinya ketakutan, kini tampak memujaku.
"A-ahlana..." bisik Lyra, matanya berbinar. "Kau... kau hebat!"
Aku menyeringai. Insting dominan Serigala Bayangan membuatku merasa bangga. Aku ingin menegakkan kepala dan menerima pujian mereka. Tapi kemudian, efek Sistem kembali bekerja.
[Efek Ras 'Serigala Bayangan' Berakhir. Cooldown: 3 Jam]
[Atribut Fisik Kembali ke Normal. Kecenderungan Kepribadian Kembali ke Normal.]
Seketika, otot-ototku mengendur. Bulu-bulu hitam di tubuhku menyusut, kembali menjadi kulit normal Ahlana yang kotor. Cakar-cakar tajamku berubah menjadi kuku jari biasa. Moncong di wajahku menghilang, digantikan hidung pesekku. Dan yang paling parah... aku kembali memakai gaun berenda hijau itu.
"Sialan! Gaun ini lagi!" gerutuku, mengutuk dalam hati. Aku menatap gaun itu dengan jijik, merasa seperti badut.
Kael dan Lyra, yang tadinya menatapku kagum, kini melihat bocah yang kembali memakai gaun yang kebesaran, mengumpat pada pakaiannya sendiri. Rasa kagum mereka bercampur dengan sedikit kebingungan dan tawa kecil yang tak dapat mereka tahan.
"Uhm... Ahlana," kata Kael, berusaha menahan tawa. "Kau... baik-baik saja?"
"Menurutmu?!" aku menunjuk gaun itu dengan frustrasi. "Aku baru saja mengancam pemburu dengan janji mencabik kepala mereka, dan sekarang aku berdiri di sini memakai ini! Ini adalah diskonfirmasi identitas terburuk yang pernah ada!"
Anak-anak itu tertawa. Tawa mereka menggetarkan hutan. Tawa tulus yang belum pernah kudengar dari mereka. Mungkin, meski dengan segala absurditas dan perubahan identitas ini, aku telah memberi mereka harapan. Dan mungkin, ini adalah awal dari petualangan yang sesungguhnya. Aku hanya berharap pakaianku tidak akan seaneh ini di setiap transformasi.
To be continue.......