NovelToon NovelToon
Raja Arlan

Raja Arlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Dunia Lain / Fantasi Isekai
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: BigMan

Namaku Arian. Usia? Ya... paruh baya lah. Jangan tanya detail, nanti aku merasa tua. Yang jelas, aku hidup normal—bekerja, makan, tidur, dan menghabiskan waktu dengan nonton anime atau baca manga. Kekuatan super? Sihir? Dunia lain? Aku suka banget semua itu.

Dan jujur aja, mungkin aku terlalu tenggelam dalam semua itu. Sampai-sampai aku latihan bela diri diam-diam. Belajar teknik pedang dari video online. Latihan fisik tiap pagi.

Semua demi satu alasan sederhana: Kalau suatu hari dunia ini tiba-tiba berubah seperti di anime, aku mau siap.

Konyol, ya? Aku juga mikir gitu… sampai hari itu datang. Aku bereinkarnasi.

Ini kisahku. Dari seorang otaku paruh baya yang mati konyol, menjadi petarung sejati di dunia sihir.
Namaku Arian. Dan ini... awal dari legenda Raja Arlan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 22 - Cinta yang Menyusup Diam-Diam

Salah satu hal aneh di pagi itu adalah... aku menghilang dari kamarku sendiri.

“LYRA!! Cepat! Di mana tuan muda!?”

Suara Seraphine menggema dari koridor timur, mengguncang lukisan dinding dan nyaris membuat salah satu pelayan pingsan karena mendengar teriakan berenergi tinggi milik sang guru sihir paling menggoda di istana.

Lyra, yang rambutnya belum sempat dikuncir rapi dan masih sibuk mengencangkan tali sepatunya, berlari panik dari sisi lain.

“Aku juga nyari! Seharusnya dia masih di kamar tadi pagi! Tapi waktu aku buka pintu—UWAHH! Kamarnya kosong!! Dan—dan ranjangnya RAPI! Itu lebih horor dari Arlan yang tidur 20 jam!”

Seraphine, yang biasanya bisa tetap seksi bahkan saat panik, kini kehilangan seluruh aura anggunnya.

“Jangan bilang dia kabur!? Ini adalah hari festival, Lyra! Hari paling penting! Bahkan Raja Argus sudah ada di sana, dan semua bangsawan dari utara sampai selatan datang! Dan kita sudah TERLAMBAT!”

“Aku tahu, aku tahu! Tapi—tapi kita bicara tentang Tuan Muda Arlan! Dia nggak mungkin kabur tanpa tujuan!”

Beberapa saat kemudian...

"Lyra! LYRA!! Di perpustakaan juga ga ada!"

Teriakan Seraphine menggema di koridor lantai atas. Suara sepatu bot kecil berderap-derap bersamaan dengan napasnya yang setengah panik.

"Aku tahu! Jangan teriak di telingaku juga!!" sahut Lyra sambil menahan pundak Seraphine yang hampir tersungkur karena terburu-buru. "Tunggu... kita melewatkan sesuatu... Kamar mandi! Kita belum cek kamar mandi bawah!"

Seraphine menatap Lyra seolah Lyra baru saja berkata kalau Arlan bisa terbang.

"Kamar mandi?! Kursi rodanya masih di sini, Lyra! Dia bahkan... dia bahkan... bahkan kalau mau ke balkon aja harus dibantuin!"

Lyra menggigit bibir.

Bener juga. Kursi roda Arlan, dengan bantalan biru yang nyaman itu, berdiri manis di samping tempat tidur, tidak bergeser sedikitpun.

Kalau kursinya masih di sini... lalu bagaimana caranya Pangeran dengan "kaki jelly" itu bisa kabur sendirian?

"Lyra... apa dia... diculik?!" Seraphine mulai berkaca-kaca.

"NGGAK MUNGKIN!!"

Lyra spontan reflek menampar pipi Seraphine ringan.

Bukan untuk menyakiti, tapi untuk membangunkannya dari dramanya sendiri.

"Kita cari dia! Cepat! Ayo!"

Mereka berlari.

Atau lebih tepatnya: Lyra berlari sambil mendorong kursi roda Arlan di depannya, seperti orang bawa troli belanja yang isinya orang.

Seraphine berlari di belakangnya, sambil sesekali menoleh ke kiri dan kanan, berharap menemukan sosok pangeran mereka entah tergantung di pintu atau terjepit di jendela.

Dan saat itu—

"ARLAN! ARLAN! ARLAN!!"

Sorakan besar mengguncang seluruh istana dari arah Arena Besar.

Keduanya berhenti seketika, hampir membuat kursi roda mental ke depan.

"Wha—itu barusan... mereka sorakin nama Arlan?!" Seraphine melongo.

"Jangan bilang... DIA ADA DI ARENA?!"

Lyra mencelos.

Keduanya saling pandang, lalu berseru bersamaan,

"BURUAAAN!!"

Dan segera ngebut seolah-olah mereka berdua adalah kuda pacuan istana.

...----------------...

Saat aku duduk santai di sisi arena, Lyra dan Seraphine akhirnya menemukan aku.

Mereka muncul dari belakang dengan wajah kusut dan napas ngos-ngosan, sambil setengah menyeret kursi roda di belakang mereka.

"Tu... Tuan Muda!! Bagaimana bisa...!!"

Lyra menahan diri untuk tidak langsung menubrukku.

Seraphine bahkan lebih dramatis.

"BAGAIMANA KAKI JELLY ITU BISA SAMPAI SINI TANPA KURSI RODA?!"

Aku hanya tersenyum kecil, mengangkat bahu.

"Kamu tahu, manusia... bisa berkembang."

Mereka berdua hampir pingsan di tempat.

Tapi aku tak sempat menjelaskan lebih jauh, karena tepat saat itu, suara sorakan lain membahana.

Luther Cavilan, dengan rambut pirang yang berantakan karena pertarungan, berdiri di tengah arena, mengangkat satu tangan ke atas.

Raja Argus sendiri turun dari podium kehormatan, membawa sebuah piagam besar berlapis emas dan sebuah pin berbentuk pedang kecil yang bersinar.

"Dengan ini," suara Raja Argus bergema, "Aku, Raja Argus dari Kerajaan Argandia, memberikan penghargaan kepada Luther Cavilan, sebagai Ksatria Muda Terkuat dan Menjanjikan tahun ini!"

Sorakan membanjiri arena.

Luther menunduk penuh hormat, menerima piagam dan pin itu dengan kedua tangan.

Dari tempatku duduk, aku bisa melihat kilatan rasa bangga dan tekad di matanya.

Dia pantas mendapatkan itu.

Aku menoleh ke Lyra dan Seraphine yang sudah berjongkok kelelahan di sebelahku.

"Kalian hebat. Membawa kursi roda kosong ke sini," kataku sambil tertawa kecil.

"Kau, Tuan Muda...!" Lyra mendesis, memelototiku.

"Setelah ini, kau harus menjelaskan semuanya!"

Aku hanya tertawa lebih keras.

Setelah penghargaan diberikan, kami semua kembali ke istana.

Dan seperti biasa, aku kembali dengan kursi roda yang di dorong oleh Lyra. Dan sepanjang jalan... Ia terus mengoceh dan tak henti memarahiku.

Seraphine tetap mengikutiku dari belakang seperti bodyguard setia—meski ia masih suka menatapku dengan ekspresi 'aku-nggak-percaya-ini'.

Udara sore di istana terasa lebih hangat, lebih ringan.

Malam harinya...

Malam itu, aku sedang menata kembali catatan sihirku di atas meja, ketika sebuah ketukan pelan tetapi pasti bergema di pintu kaca balkon.

Ketuk… ketuk… ketuk…

Aku menyambar tongkat sihir kecil sebagai cahaya, dan berjalan pelan menuju balkon. Saat kuputar kenopnya, hawa malam menyambutku—tapi bayangan yang berdiri di ambang pintulah yang membuat darahku berdesir.

Seorang wanita muda berdiri di luar, rambut pirang tergerai lembut di pundaknya, jubah gelapnya menutupi hampir seluruh tubuh—kecuali lekuk punggung ramping dan garis dada yang samar menonjol di bawah kain. Sorot matanya padaku, penuh keyakinan.

“Siapa kau? Bagaimana bisa masuk ke sini?” tanyaku pelan, berusaha menahan jantungku yang berdegup kencang.

Dia melangkah maju, menepuk pundakku dengan ringan—seolah sudah mengenali cahayaku.

“Aku tahu kau Rael,” gumamnya tanpa basa-basi.

“Kau… Rael?” Aku menelan ludah. “Apa maksudmu?”

Dia mendongak dan menatapku dengan mata ungu yang tajam.

“Rael Sang Bayangan Malam—penyihir misterius yang muncul di arena, lalu menghilang, sebelum tiba-tiba… pangeran lemah Arlan De Liones Argus duduk di tribun.” Suaranya bergetar dengan kekaguman. “Aku melihat pola itu. Rael dan Arlan… dua sisi satu koin.”

Aku berusaha mengelak, menyandarkan badan ke kusen balkon.

“Aku… tidak pernah bilang aku Rael. Itu hanya kebetulan.”

Dia tertawa pelan, pandangannya menari di seluruh tubuhku—dari bahuku hingga pinggangku—lalu kembali ke mataku.

“Bohong. Kebetulan terlalu sempurna. Kamu menggunakan sihir teleportasi, kamu manipulasi wujud, dan kamu muncul dua kali di dua tempat sekaligus.” Ia mendekat, suaranya menukik lembut. “Aku memiliki kecerdasan lebih dari siapapun.”

Hatiku berdegup lebih cepat.

“Lalu… kenapa kau di sini?” tanyaku, mencoba merebut inisiatif.

Dia menyilangkan lengan di depan dadanya yang berisi, jubahnya melorot sedikit memperlihatkan potongan leher gaun dalam dengan rajutan halus.

“Aku ingin… memintamu jujur. Aku punya jaringan intel—kontak di setiap penjaga istana, informan di pasar malam, bahkan anggota dewan militer kecil.” Suaranya menurun, penuh janji. “Aku bisa membantumu memetakan kekuatan negara tetangga, meredam gosip, bahkan menutupi identitasmu—asalkan kau… akui kebenarannya.”

Aku terpaku.

“Kau… membantu aku? Kenapa?”

Dia melangkah satu jengkal lebih dekat. Bulir keringat di dahinya berkilau di sinar lentera kamar.

“Karena… aku mengagumimu. Aku… mungkin… mencintaimu.”

Suaranya hampir berbisik, tapi getarannya menembus adat istana. “Mungkin cinta buta, tapi... ini cinta.”

Dada perempuan itu naik-turun, dan sorot matanya tak berpaling.

“Aku tak akan menyebarkan rahasiamu. Tapi aku butuh kejujuran. Apa tujuanmu?”

"Ya, aku Rael... Dan apa yang kau inginkan dariku?" tanyaku, mencoba menenangkan hati yang mulai gelisah.

Kayla melangkah lebih dekat lagi, suara lembut namun penuh keyakinan.

“Cinta, Arlan. Tapi tidak untuk sekarang… cukup waktu saja. Aku akan menunggu… seiring waktu, aku akan membuktikan bahwa aku bisa dipercaya. Sebagai sekutu pertama, atau bahkan lebih.”

Dia menatapku dalam-dalam, seolah mencari sesuatu yang lebih dalam diriku. “Apakah itu akan cukup untukmu?”

Aku terdiam, memandang Kayla yang berdiri di hadapanku dengan ekspresi penuh harap.

Memang, ada sesuatu yang lebih dari sekadar sekutu dalam tawarannya—sesuatu yang aku tak bisa ungkapkan dengan mudah. Cinta yang dia katakan… terasa begitu mendalam, namun aku belum siap untuk menghadapinya.

“Baiklah,” kataku akhirnya, suara yang terasa lebih berat dari biasanya. “Aku akan menerima tawaranmu, Kayla. Tapi hanya jika kita bisa saling mempercayai satu sama lain sepenuhnya.”

Kayla tersenyum lebar, dan aku melihat bahwa dia tampak begitu bahagia, meskipun aku masih belum sepenuhnya yakin apakah keputusan ini benar atau salah.

"Terima kasih, Arlan," katanya, suaranya penuh kelegaan. "Aku akan menunjukkan bahwa kau tidak akan menyesalinya."

Aku menarik napas panjang, menatap lekuk wajahnya yang cantik—pipi merona, bibir kecil menggigit bibir bawah, dada lembut yang terjaga rapi di balik jubah tergulung.

Saat itu, aku mulai merasa bahwa dunia ini semakin rumit. Kayla, dengan segala pesonanya, telah memasuki hidupku dengan cara yang tak terduga. Tapi aku tidak tahu apakah ini akan menjadi keuntungan besar atau jebakan yang akan memperburuk segalanya.

Namun, satu hal yang pasti—hubungan kami baru saja dimulai. Dan aku akan melihat ke mana jalan ini membawa kami.

1
Bocah kecil
Fokus thor fokus.. jangan mlah salfok sama Oppainya
budiman_tulungagung
satu bab satu mawar 🌹
Big Man: Wahh.. thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
budiman_tulungagung
ayo up lagi lebih semangat
Big Man: Siap.. Mksh kak..
total 1 replies
R AN L
di tunggu kelanjutannya
Big Man: Siap kak.. lagi ditulis ya...
total 1 replies
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
Big Man: thanks kak..
total 1 replies
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
👍🌟👍🏻🌟👍
y@y@
👍🏿⭐👍🏻⭐👍🏿
y@y@
🌟👍👍🏻👍🌟
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏿👍🏻👍🏿⭐
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
y@y@
👍🏻⭐👍⭐👍🏻
y@y@
🌟👍🏿👍👍🏿🌟
y@y@
⭐👍🏻👍👍🏻⭐
y@y@
👍🏿🌟👍🌟👍🏿
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!