Berniat berlari dari penagih utang, Kinan tak sengaja bertabrakan dengan Reyhan, laki-laki yang berlari dari kejaran warga karena berbuat mesum dengan seorang wanita di wilayah mereka.
Keduanya bersembunyi di rumah kosong, sialnya persembunyian mereka diketahui oleh warga. Tanpa berpikir lama, warga menikahkan paksa mereka.
Keinginan menikah dengan pangeran yang mampu mengentaskan dari jerat utangnya pupus sudah bagi Kinan. Karena Reyhan mengaku tak punya kerjaan dan memilih hanya menumpang hidup di rumahnya.
READER JULID DILARANG MASUK!
Ini hanya cerita ringan, tak mengandung ilmu pelajaran, semoga bisa menjadi hiburan!
Tik tok : oktadiana13
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Okta Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kwetiau
Tidak, aku tidak akan memberi tahu pangeran itu siapa dan hotel tempat kerjaku dimana. Bisa-bisa dia tertawa mengetahui aku bekerja sebagai cleaning lady disana.
"Kamu gak perlu tau," gertakku dengan berjalan menjauhinya. "Aku lapar, mau beli makanan!" Semoga Rey mau mengantar. Aku meliriknya. Dahinya masih saja berkerut dalam, itu mulut juga begitu sempurna membentuk kerucut. Ah aku juga puas melihatnya. Setidaknya dia merasakan sakit di dada.
"Aku antar!" teriaknya. Aku tak mampu menahan tawa. Rasanya ingin melompat. Aku rindu berdua dengannya. "Mau makan apa?" tanyanya walaupun dengan nada suara ditekan seperti tak ikhlas.
Aku menipiskan bibir seraya berpikir. "Em ...."
"Sushi mau?"
Aku menggelengkan kepala. "Aku pernah makan sekali terus muntah," ucapku lirih sembari menggaruk kepala. Malu juga sebenarnya, nanti dia berpikir aku kampungan. "Nasi goreng aja. Tapi, terserah kamu sukanya apa!" seruku.
"Aku sukanya ngwetiau" sambarnya.
"Oh kwetiau?"
"Bukan, ngwetiau!" Dia malah cengengesan. Keningku berkerut memikirkan maksudnya. Tapi, tak ada salahnya juga makan kwetiau. Aku lama juga tak makan makanan itu.
"Ya udah kita ngwetiau!" tegasku.
"Sekarang?" Aku mengangguk. "Kamu katanya lagi dapet? Udah selesai?"
Sebentar, aku tak mengerti maksudnya apa?
"Aku masih dapet, kalau kamu mau makan kwetiau ayo! Aku udah lapar ini. Atau aku telepon saja pangeran pemilik hotel itu biar jemput aku!" ancamku karena malas berbasa basi.
Aku berjalan mengambil ponsel di tas kerja dan pura-pura menelepon pangeran yang jangankan nomor teleponnya, bentuknya seperti apa pun aku tak tau. Berharap dia menghentikannya. Tak mengerti lagi kalau dia membiarkanku, alasan apa yang ku buat. Mana ada pangeran yang mau menjemput.
Aku menempelkan ponsel di telinga. "Berhenti gak? Aku ini suami kamu loh, bisa-bisa nyuruh laki-laki lain jemput." Hati rasanya bersorak penuh kemenangan. "Ya udah ayo!"
Dia menyambar kunci mobilnya di meja dengan bibir terus mengerucut dan wajah berkerut. Kami keluar kamar. Aku melihat buket bunga mawar merah yang cantik itu masih tergeletak di meja makan. Aku mengambil dan menghirup dalam aroma wangi bunganya. Sungguh menenangkan jiwa.
"Suka?" tanya Rey yang menoleh ke arahku. Aku mengangguk dan mengigiti bibir bawah malu. "Tiap aku pulang mau aku bawain?"
Kenapa pakai ditanya segala. Ya jelas mau lah. Bagaimana aku harus menjawabnya?
"Terserah."
"Ck," Dia berdecak. "Aku gak suka cewek ditanya jawabannya terserah!" Dia berjalan keluar meninggalkanku. Aku mengikutinya dan mengunci pintu rumah dengan tangan yang masih membawa bunga mawar pemberian Rey. Rasanya masih belum puas saja menikmati indahnya.
Aku masuk dalam mobilnya. Karena terlalu menikmati keindahan mawar ini, aku melupakan tidak memakai sabuk pengaman.
Rey mendekatiku dengan tangan yang sibuk meraih sabuk pengaman itu.
Klik
Aku mengigiti bibir bawah malu, jarak kami begitu dekat. Jantung pun berdegup cepat. Oh tidak dia akan menciumku. Aku memejamkan mata erat.
Cup
"Jangan digigitin bibirnya! Aku gemes lihatnya!"
Aku menunduk tersipu malu menahan tawa. Aduh, jangankan pangeran pemilik hotel itu. Pangeran dari Arab pun akan ku tolak jika Rey terus membuatku terbang seperti ini setiap hari.
"Oh iya cewek itu kenapa kalau diajak ciuman mesti tutup mata?" tanyanya yang masih terus mendekatkan wajahnya padaku. Sumpah ini membuatku tak mampu menjawabnya. Aku mendorongnya agar timbul perasaan lega di dalam sana.
"Ya karena kenikmatan itu dirasakan bukan dilihat."
"Oh ya?" Dia mengangkat kedua alisnya kemudian mengangguk dua kali seraya memajukan bibir bawahnya.
"Terus kenapa cowok kalau ciuman tangannya kemana-mana?" tanyaku dengan mencium harum bunga mawar yang masih di tangan.
"Pakai nanya, ya minta lebih dong!"
"Idih," Aku menggedik geli menatap luar lalu menatapnya lagi. Ah, Rey masih saja memandangiku. "Ayo!" rengekku dengan menghentakkan kaki.
"Kamu mau makan apa?" tanyanya kembali dengan mengangkat dagu. "Nasi goreng apa kwetiau? Atau ngwetiau?" Dia membuang muka seraya menutup mulutnya dengan tangan kiri. Aku tau dia pasti nahan tawa.
"Ya udah kwetiau aja. Lama gak makan juga," jawabku dengan memicingkan mata ke arahnya.
Rey mengangguk. "Aku juga lama gak ngwetiau udah empat hari ini." Dia terkekeh kecil lalu menyalakan mobilnya dan menginjak pedal gasnya.
Di sepanjang perjalanan, aku terus mencuri pandang. Saat fokus menyetir, Rey begitu tampan, menggoda iman, dan ingin terus mengulang. Apanya? Aku tertawa geli sendiri.
"Kamu kenapa ketawa-ketawa terus? Bukannya tadi marah," gertaknya.
"Aku lagi teringat pas gak sengaja tabrakan dengan pangeran tadi," godaku seraya menahan tawa. Wajahnya lagi-lagi ditekuk.
"Setampan dan sekaya apa dia? Paling juga kalah sama aku."
"Idih, kaya dia lah. Dia itu putra pemilik hotel. Hotelnya mewah banget. Tau gak, kamarnya aja lebih luas dari rumahku. Tempat tidurnya empuk bak adonan martabak. Terus kamar mandinya ...."
"Berhenti!" teriaknya geram.
"Apa sih? Tadi tanya, dijawab malah marah-marah."
"Kamu ngapain masuk di kamarnya?"
Aku ternganga mendengar pertanyaannya. Harus ku jawab apa? Masak iya kerja? Nanti kalau dia curiga kerjaku apa bagaimana?
"Jawab!"
"Eh," Aku terlonjak. "Ya ... pas nganter dia aja!"
"Ngapain pakai dianter segala?"
Aduh, ini bisa-bisa tak akan ada habisnya aku berbohong. "Udah aku capek berantem sama kamu!" dengusku dengan melempar punggung kasar. Aku meliriknya, dia melirikku.
"Awas ya kalau kamu dekat-dekat dia!" ancamnya dengan wajah tak mengenakan untuk dipandang.
"Aku akan dekat-dekat dia kalau kamu ninggalin aku seenak jidat kayak gitu lagi. Emangnya aku wanita apa? Habis dipakai kamu langsung pergi gitu aja. Sakit tau!" Aku menunduk dan tak terasa meneteskan bulir air mata. Dasar cowok gila.
"Aku minta maaf! Jangan nangis!"
Hanya ucapan itu yang keluar dari bibirnya. "Mending aku sama pangeran itu saja!" Dia memundurkan kepalanya. "Sudah tampan, kaya raya, yang pasti kuat tahan lama. Gak kayak kamu cuma sepuluh menit. Bilangnya aja sampai pagi."
"Eh," Rey terlihat gelagapan. "Aku tuh kemarin cuma kasihan sama kamu. Ini pasti sakit, makanya aku gak main lama."
"Halah, alasan."
"Ck," Ujung jarinya mengetuk kemudinya. "Aku kasih tau ya. Laki-laki saat ngwetiau itu normalnya keluar cuma lima setengah menit. Nah aku sepuluh menit. Ya kuat dong." Aku membuang muka tak percaya.
"Itu di novel bisa loh sampek pagi dan berkali-kali."
Kepalanya di gelengkan empat kali. "Halu itu! Jangankan di novel, di video Jordi dan Ibu tirinya aja mereka punya trik tersendiri buat menyiasati."
"Jordi dan Ibu tiri itu siapamu?" teriakku geram. "Kalau mereka punya trik kenapa kamu gak ikutin triknya?"
Jakunnya bergerak naik turun. Ah, pasti dia kesulitan menelan saliva. Inginku tertawa puas.
"Aku sekarang jarang olahraga," jawabnya lirih.
"Alasan lagi?"
"Ck," Dia membuang muka. Lalu menatapku kembali. "Jadi cuma gara-gara sepuluh menit, kamu jatuh cinta sama pangeran sialan itu. Yakin deh pangeran itu tak mampu nahan lebih dari lima menit."