(MUSIM KE 3 PERJALANAN MENJADI DEWA TERKUAT)
Setelah pengorbanan terakhir Tian Feng untuk menyelamatkan keluarganya dari kehancuran Alam Dewa, Seluruh sekutunya terlempar ke Alam Semesta Xuanlong sebuah dunia asing dengan hukum alam yang lebih kejam dan sistem kekuatan berbasis "Energi Bintang".
Akibat perjalanan lintas dimensi yang paksa, ingatan dan kultivasi mereka tersegel. Mereka jatuh terpisah ke berbagai planet, kembali menjadi manusia fana yang harus berjuang dari nol.
Ye Chen, yang kini menjadi pemuda tanpa ingatan namun memiliki insting pelindung yang kuat, terdampar di Benua Debu Bintang bersama Long Yin. Hanya berbekal pedang berkarat (Pedang Naga Langit) dan sebuah cincin kusam, Ye Chen harus melindungi Long Yin dari sekte-sekte lokal yang menindas, sementara kekuatan naga di dalam diri Long Yin perlahan mulai bangkit kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 22
Makam Pedang, Belakang Paviliun Kayu Tua.
Malam kedua sebelum duel.
Langit di atas Makam Pedang tertutup awan hitam pekat. Angin menderu, membawa bau logam dan kematian yang kental.
Di pusat makam, Ye Chen duduk bersila, separuh tubuhnya terkubur di dalam tanah yang telah ia gali. Tangannya memegang gagang Pedang Karat yang menancap dalam menembus lapisan batuan, berfungsi sebagai "jarum suntik" untuk menyedot energi dari Vena Bintang Bumi di bawah sana.
"Argh..."
Erangan tertahan keluar dari mulut Ye Chen. Wajahnya merah padam, urat-urat di leher dan dahinya menonjol seperti cacing tanah.
Energi yang ia hisap bukanlah Energi Bintang murni yang lembut. Itu adalah campuran magma energi, racun mayat kuno, dan residu kebencian dari Reruntuhan Bintang.
Cincin Perak di jarinya bersinar menyilaukan, berputar gila-gilaan untuk menyaring kotoran itu. Namun, energi yang masuk terlalu besar.
KRAK... KRAK...
Tulang-tulang Ye Chen berbunyi. Kulitnya mulai retak, meneteskan darah bercampur lumpur hitam. Ini adalah proses Penempaan Tulang Paksa.
"Belum cukup..." batin Ye Chen menjerit. "Tubuh ini... masih terlalu lemah untuk menahan serangan Pengumpul Bintang."
Zhang Lie memiliki "Kulit Batu" (Teknik Pertahanan Tingkat Roh). Serangan fisik biasa tidak akan menembusnya. Ye Chen butuh kekuatan ledakan yang mutlak.
Tiba-tiba, energi liar dari bawah tanah melonjak. Sebuah gelombang Qi Iblis (sisa dari monster yang mati di reruntuhan) menerobos penyaringan cincin dan menyerang kesadaran Ye Chen.
"GAWAT!"
Mata Ye Chen memutih. Kesadarannya mulai kabur, diambil alih oleh nafsu membunuh yang tak terkendali. Jika ini berlanjut, dia akan mengalami Penyimpangan Qi (Qi Deviation) dan meledak atau menjadi gila.
"KAKAK!"
Sebuah teriakan memecah kegelapan.
Long Yin berlari keluar dari paviliun. Dia merasakan gejolak energi yang kacau itu. Melihat Ye Chen yang kejang-kejang dengan asap hitam keluar dari tujuh lubangnya, ketakutan Long Yin berubah menjadi tekad.
Gadis itu tidak tahu teknik penyembuhan. Dia tidak tahu cara menyalurkan Qi.
Tapi dia punya Mata.
Tanpa sadar, Long Yin berlari mendekat dan berlutut di depan Ye Chen. Dia menangkup wajah Ye Chen yang panas membara dengan kedua tangan kecilnya yang dingin.
"Lihat aku!" perintah Long Yin.
Ye Chen membuka matanya yang putih liar.
Saat pandangan mereka bertemu, Long Yin mengaktifkan matanya secara maksimal.
Mata Kiri: Emas Murni. (Otoritas Raja). Mata Kanan: Biru Es. (Ketenangan Mutlak).
"Tunduk!" bisik Long Yin pada energi liar di tubuh Ye Chen.
Cahaya emas dari mata kirinya memancarkan tekanan jiwa yang agung, menekan Qi Iblis yang memberontak. Cahaya biru dari mata kanannya mengalirkan hawa dingin yang menyejukkan ke dalam meridian Ye Chen yang terbakar.
VUUUUUUM...
Keajaiban terjadi.
Energi liar yang tadinya mengamuk seperti badai, tiba-tiba menjadi jinak di bawah tatapan Long Yin. penyaringan Cincin Perak kembali bekerja normal.
Napas Ye Chen kembali teratur. Kesadarannya pulih. Dia menatap wajah Long Yin yang sangat dekat, keringat dingin membasahi wajah cantik gadis itu.
"Yin'er... jangan berhenti," serak Ye Chen. "Bantu aku menekannya."
Long Yin mengangguk lemah. "Aku... akan menahannya."
Dengan bantuan "Penenang" dari Long Yin, Ye Chen bisa fokus sepenuhnya pada penyerapan. Dia menarik energi dalam jumlah gila-gilaan.
Satu jam berlalu.
BOOOM!
Sebuah ledakan energi tak terlihat menyapu debu di Makam Pedang.
Penghalang di tubuh Ye Chen hancur total.
Ranah Pembuka Bintang, Tahap 8.
Tapi itu belum selesai. Ye Chen tidak berhenti menyerap. Dia mengarahkan sisa energi itu bukan ke dantian-nya, melainkan ke Lengan Kanannya.
Dia memadatkan energi itu, memampatkannya lagi dan lagi, meniru prinsip "Sembilan Hantaman Penghancur Gunung". Dia ingin menciptakan satu titik kekuatan ekstrem.
Di tengah proses itu, Ye Chen merasakan koneksi dengan pedangnya. Dia tidak lagi melihat pedang itu sebagai benda. Dia melihatnya sebagai... perpanjangan dari tekadnya untuk menghancurkan segalanya.
Berat. Bukan hanya berat fisik. Tapi beratnya Kehendak.
ZING!
Pedang Karat di tanah berdengung. Aura tajam yang tak terlihat sesuatu yang lebih tinggi dari Qi Pedang biasa muncul di sekitar Ye Chen.
Niat Pedang (Sword Intent)
Ye Chen membuka matanya. Merah delimanya menyala stabil.
Dia mengangkat tangannya perlahan.
"Terima kasih, Yin'er," bisiknya.
Long Yin, yang kehabisan tenaga mental, jatuh pingsan ke pelukan Ye Chen. Ye Chen menangkapnya dengan lembut.
"Istirahatlah," kata Ye Chen, menggendongnya kembali ke paviliun.
Dia menatap ke arah Puncak Utama, tempat arena duel berada.
"Zhang Lie... kau ingin duel maut?"
Ye Chen tersenyum tipis.
"Aku sudah menyiapkan kuburanmu."
Hari Ketiga Hari Duel Maut.
Arena Hidup Mati, Puncak Terluar.
Matahari perak bersinar terik. Arena batu raksasa di tengah lembah sudah dipadati ribuan murid luar. Bahkan beberapa Murid Dalam dan Tetua terlihat menonton dari tribun. Duel Hidup Mati adalah tontonan langka.
Di tribun tertinggi, Wang Teng duduk dengan nyaman di kursi berlapis kulit harimau, ditemani oleh kaki tangannya. Dia tersenyum meremehkan.
"Berapa pasar taruhannya?" tanya Wang Teng.
"1 banding 10 untuk kemenangan Ye Chen, Tuan Muda," jawab bawahannya. "Hampir semua orang bertaruh Zhang Lie akan membunuhnya dalam 3 jurus."
"Bagus," Wang Teng menyesap anggurnya. "Hari ini, kita singkirkan satu hama."
DONG! DONG!
Gong berbunyi.
Dari gerbang timur, Zhang Lie melangkah keluar. Dia tidak memakai baju atasan, memamerkan otot-ototnya yang dilapisi minyak dan tato totem serigala. Auranya meledak-ledak. Setengah Langkah Pengumpul Bintang.
"YE CHEN!" teriak Zhang Lie ke arah gerbang barat. "KELUAR KAU, TIKUS!"
Hening sejenak.
Lalu, dari lorong gelap gerbang barat, suara langkah kaki berat terdengar.
TAP... TAP... TAP...
Setiap langkah disertai suara seretan logam di batu.
Ye Chen muncul.
Dia masih mengenakan jubah murid luar yang sederhana. Wajahnya tenang, hampir tanpa ekspresi. Di punggungnya, Pedang Karat terikat erat.
Tapi ada yang berbeda.
Murid-murid yang memiliki persepsi tajam merasakan hawa dingin saat melihatnya. Ye Chen tidak terlihat seperti orang yang akan dihukum mati. Dia terlihat seperti... algojo yang datang untuk bekerja.
Ye Chen naik ke panggung.
Zhang Lie menyeringai. "Aku kira kau lari. Sayang sekali, sekarang kau tidak bisa mundur. Surat kematian sudah ditandatangani."
Ye Chen menatap tribun VIP, tepat ke mata Wang Teng. Lalu dia menatap Zhang Lie.
Perlahan, Ye Chen melepas ikatan pedangnya. Dia memegang gagang pedang itu dengan satu tangan, membiarkan ujungnya menyentuh lantai arena.
"Tiga jurus," kata Ye Chen tiba-tiba.
"Hah?" Zhang Lie bingung. "Apa maksudmu?"
"Kau bilang orang-orang bertaruh kau akan membunuhku dalam tiga jurus?" Ye Chen mengangkat pedangnya, menunjuk hidung Zhang Lie.
"Kalau kau bisa bertahan lebih dari Satu Jurus..."
Mata Ye Chen menyala merah.
"...Aku akan menganggap diriku kalah."
Kerumunan meledak.
"SOMBONG!" "Gila! Dia bilang mau one-hit kill Zhang Lie?!" "Dasar anak baru tidak tahu langit tinggi!"
Wajah Zhang Lie berubah ungu karena marah. "BANGSAT! AKU AKAN MEREMUKKAN SETIAP TULANG DI TUBUHMU!"
Zhang Lie meraung. Energi Bintang meledak, membentuk lapisan batu di kulitnya.
"Teknik Tubuh: Zirah Batu Gunung!"
Dia menerjang maju seperti banteng gila.
Ye Chen menarik napas dalam. Dia tidak bergerak. Dia memegang pedang karatnya dengan kedua tangan, mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala. Posisi yang sangat terbuka dan penuh celah.
Tapi bagi Tetua yang menonton, posisi itu... mengerikan.
"Mati!" Zhang Lie sudah di depan mata, tinjunya mengarah ke kepala Ye Chen.
Ye Chen berbisik.
"Sembilan Hantaman... Gerakan Pertama: Tanah Longsor."
Ditambah dengan Niat Pedang Berat.
Ye Chen mengayun.
Dunia seolah menjadi sunyi sesaat sebelum benturan.