NovelToon NovelToon
Ishen World

Ishen World

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Fantasi Isekai / Anime
Popularitas:65
Nilai: 5
Nama Author: A.K. Amrullah

Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecemburuan yang menjadi Benih Kehancuran

Perjalanan kembali ke ibu kota berlangsung dalam keheningan yang ganjil, seolah setiap kereta kuda membawa dunia yang berbeda.

Di dalam kereta kuda mewah milik Putri Sena, suasana terasa paling tenang. Lisa duduk tegak di samping sang putri, sementara Rey terbaring di atas kasur empuk hasil belanjaan mereka di Z-Store. Wajahnya pucat, napasnya teratur, tapi jelas setiap tarikan napas masih membawa rasa sakit dari tulang yang patah.

Lisa menatapnya lama, alisnya berkerut tipis.

“Masih sakit?”

Rey membuka satu mata, lalu mendengus pelan.

“Jelas. Aku patah tulang, bukan cuma salah tidur.”

Sena terkekeh kecil, suaranya lembut namun berusaha ceria.

“Setidaknya kau tidak harus menderita di lantai kayu kereta. Kalau bukan karena kasur itu, perjalanan ini pasti jadi mimpi buruk.”

Rey tidak membalas. Ia memejamkan mata kembali, membiarkan suara roda kereta meninabobokannya, tak menyadari bahwa bahaya sudah menunggu hanya beberapa puluh meter di depan.

Kereta pertama, yang lebih sederhana, dipenuhi kesunyian berat. Para pahlawan duduk terpaku, pikiran mereka masih tertinggal di dalam dungeon.

Hanzo.

Sai.

Nama itu terus berputar di benak mereka.

Kouji akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar serak.

“Aku… masih nggak bisa nerima. Mereka mati begitu aja.”

Hajime menghembuskan napas panjang, bahunya turun.

“Kita terlalu percaya diri. Kita kira dungeon itu bisa kita kendalikan.”

Ia menutup mata sejenak.

“Ternyata… kita salah.”

Takeshi mengepalkan tangan, menatap keluar jendela. Pepohonan berlalu cepat, tapi pikirannya tertinggal.

“Dan Hanabi…” katanya pelan. “Kita mengusirnya karena emosinya. Tapi… apa itu benar-benar adil?”

Tak ada yang menjawab. Karena tak satu pun dari mereka yakin.

Kereta kedua terasa jauh lebih sunyi, namun bukan karena duka.

Ryunosuke duduk tegak, punggungnya lurus, sorot matanya tajam. Di dalam dadanya, detak jantungnya terasa berbeda. Lebih kuat. Lebih berat. Lebih… haus.

Kaede memperhatikannya dari samping, senyum tipis terukir di bibirnya.

“Kau berubah, Ryunosuke.”

Ia menoleh, senyum kecil penuh keyakinan terbit di wajahnya.

“Aku harus begitu. Aku tak mau melihat kematian sia-sia lagi.”

Nada suaranya datar, terlalu datar untuk seseorang yang baru kehilangan rekan.

Kaede tersenyum semakin puas.

“Itu yang ingin kudengar.”

Raungan menggelegar tiba-tiba merobek udara.

“GRRRRAAAHHH!!”

Tiga beruang raksasa menerjang keluar dari semak-semak, tubuh mereka menjulang tinggi, bulu hitam kusut, mata merah menyala penuh kegilaan.

Lisa refleks berdiri.

“Beruang liar…!”

Sena menegang. “Mereka terlihat jauh lebih ganas dari monster dungeon…”

“Karena memang begitu,” jawab Lisa sambil menghunus pedang. “Monster liar tak punya pola. Tak ada batas. Yang mereka tahu hanya membunuh.”

Namun sebelum siapa pun bergerak,

Ryunosuke sudah turun dari kereta.

Tongkat hitam pekat berada di tangannya. Nightfall. Aura gelap berdenyut di sekelilingnya, membuat udara terasa berat.

Kouji membelalakkan mata.

“Tongkat itu… dari mana?”

“Beli,” jawab Ryunosuke singkat, tanpa menoleh.

“Tadi malam.”

Ada sesuatu dalam nada suaranya, dingin. Jauh berbeda dari Ryunosuke yang mereka kenal.

Bayangan di tanah bergerak.

“Shadow Bind.”

Gelap menjalar seperti makhluk hidup, membelit kaki para beruang. Raungan mereka berubah menjadi jeritan panik.

Lisa terpaku.

“Sejak kapan dia punya sihir seperti ini…?”

“Dark Lance.”

Tiga tombak hitam muncul, lalu lenyap bersama suara retakan basah.

Tiga tubuh raksasa roboh bersamaan.

Hening.

Ryunosuke berdiri di tengah bangkai monster, tersenyum puas.

“Hah. Segini doang?”

Tatapan waspada langsung tertuju padanya.

Ada yang salah.

Dan semua orang merasakannya.

Kaede melangkah cepat, memeluk lengan Ryunosuke erat-erat.

“Kyaa~ Ryunosuke-kun keren banget~!”

“HAH?!”

Seruan kaget meledak serempak.

“Sejak kapan?!”

“Jangan bilang semalam?!”

Kaede tersenyum penuh kemenangan.

“Benar~ mulai semalam, dia milikku.”

Ryunosuke tertawa puas.

“Kekuatan. Pacar cantik. Hidup ini sempurna.”

Takeshi tak berkata apa-apa.

Dadanya sesak.

Setiap tawa Kaede terasa seperti pisau.

Aku… terlambat.

Tangannya mengepal, kuku menekan telapak hingga perih.

Saat Ryunosuke merangkul pinggang Kaede dengan santai, dan Kaede membalasnya tanpa ragu, sesuatu di dalam dirinya runtuh.

Kaede yang kukenal… bukan seperti ini.

Ia berpaling, tak sanggup melihat lebih lama.

Di sisi lain,

Yui memeluk lengan Kouji.

“Aku nggak mau kalah~!”

Akari ikut menarik tangan satunya.

“Aku duluan!”

Kouji tertawa kecil.

“Aku cinta kalian berdua.”

Haruto terdiam.

Yui… bukan miliknya.

Perasaan gelap merayap perlahan, membungkus dadanya.

Seharusnya… bukan dia.

Kaede melihatnya.

Melihat kegelapan itu.

Ia tersenyum, berbisik di bahu Ryunosuke.

“Ada satu lagi yang bisa kita ambil.”

Ryunosuke mengikuti arah pandangnya.

“Heh… menarik.”

“Malam ini,” bisik Kaede.

“Dia akan jadi milik kita.”

Jarak Eldoria ke ibu kota Sedressil masih panjang.

Dua hari satu malam, dan mereka harus berkemah.

Malam ini…

akan menjadi titik balik.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!