"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 - Deep Talk
"Aku mohon. Hiks..." rintihan Kirana seketika membuat Aldo tersadar.
Aldo segera menghentikan aktivitasnya pada tubuh Kirana. Panty warna merah jambu itu pun urung ia buka.
Aldo menghela nafas beratnya. Ia menyadari jika sikapnya barusan telah menyakiti Kirana. Walaupun ia masih berstatus sebagai suaminya dan berhak atas Kirana, seharusnya bisa bersikap lembut ketika hendak mengga_uli istrinya itu.
Rasa pening kini menyerang kepala Aldo atas-bawah. Terutama di bagian krusial di bawah perutnya yang masih dalam kondisi terbangun setelah lama tidur panjang.
Aldo sedang berusaha mengatur nafas dan gai_rahnya yang terpaksa harus dipukul mundur. Hal yang tak mudah bagi pria dewasa dengan usia produktif, namun tetap harus dilakukannya. Rasa bersalah kini merayap di relung hatinya.
Apakah Aldo mencintai Kirana?
Ya, cinta itu telah terpatri untuk Kirana Permata Jingga, istri keduanya. Cinta yang tak pernah ia rasakan sebelumnya pada wanita lain. Bahkan dengan Hana Andini, istri pertamanya.
Bukan karena ia mendapatkan kesucian dari Kirana dan Hana sudah tak pera_wan saat bersamanya. Bukan hal itu yang mendasarinya.
Masalah hati dan cinta memang tak bisa diatur sesukanya oleh manusia. Sang Pencipta yang mampu mengatur takdir dan hati manusia.
Detik selanjutnya, Aldo menarik selimut untuk menutup tubuh Kirana yang hampir polos. Aldo mendekap erat tubuh yang sedang bergetar karena menangis tersebut.
"Maaf," ucap Aldo lirih namun terdengar jelas di telinga Kirana.
"Aku benci kamu, Al!"
"Hem,"
"Aku benci kamu!" desis Kirana di sela isak tangisnya.
"Benci aku sesukamu, asal kamu tidak pergi lagi." Sahut Aldo semakin merapatkan rangkulannya di tubuh Kirana.
Kini giliran Kirana yang menghela nafas beratnya setelah mendengar permintaan Aldo yang sama sekali tak diduganya.
"Lepaskan aku, Al."
"Enggak!"
"Kamu sudah ada Hana dan anak. Bukankah kebahagiaan kalian sudah sangat lengkap. Kamu tak butuh aku lagi,"
"Aku benci kamu, Ki!"
"Ya, aku pantas kamu benci. Aku bukan wanita yang baik,"
"Aku benci kenapa kamu hadir di hidupku? Membuat hatiku sakit tapi anehnya aku tak mau kamu pergi!"
Kirana hanya mampu terdiam menyimak ucapan yang keluar dari bibir Aldo.
"Kenapa kamu gak tanya rasa apa itu?" pancing Aldo.
"Aku merasa tidak berhak, Al."
"Kamu istriku. Kenapa merasa tak punya hak?"
"Aku cuma pengganggu. Maaf, karena kedatanganku hanya membuat semua cita-citamu dan Hana berantakan,"
"Ya, kamu harus bertanggung jawab akan hal itu!" tegas Aldo.
"Aku sudah melakukannya setelah melahirkan lima tahun yang lalu. Aku memilih pergi karena memang tempatku bukan di sisimu. Selamanya tak ada poligami yang baik dan indah. Yang ada antara kita bertiga hanya terpaksa menerima kenyataan pahit dalam sebuah pernikahan poligami. Berusaha ikhlas tapi hanya di bibir bukan di hati,"
"Itu menurutmu!" seru Aldo.
"Lantas, baiknya gimana?"
"Aku gak akan bercerai darimu!"
"Dan kamu juga gak bisa menceraikan Hana. Benar bukan?"
Kini Aldo yang terdiam. Ucapan Kirana tersebut membuat Aldo terpojok.
"Kalian bertiga sudah hidup bahagia tanpa aku. Jadi aku mohon lepaskan diriku," pinta Kirana.
"Apa kamu ngotot pisah karena sudah menemukan pria lain untuk melanjutkan hidup dan menggantikan posisiku? Apa polisi yang waktu itu datang ke rumah?" cecar Aldo yang merasa Kirana tak mencintainya. Alhasil cemburu dan curiga kembali datang dalam pikiran Aldo. Mengaburkan logikanya.
"Setiap rumah tangga seharusnya ada rasa saling percaya. Jika aku mengatakan tidak, apa kamu akan percaya?" ungkap Kirana.
"Katakan saja,"
"Aku tak berharap kamu percaya padaku. Sejak awal aku yang bersalah. Aku terlalu banyak berbohong dan menipumu. Aku banyak salah sama kalian semua. Tapi rasa hormat dan sayangku terutama pada orang tuamu, itu sungguh dari lubuk hatiku. Tak ada kebohongan di dalamnya. Polisi yang datang ke rumah sama sekali aku tak mengenalnya,"
"Mana mungkin kamu tak kenal!" desis Aldo masih tak percaya. Walaupun hasil tes DNA Kenzo terbukti jelas adalah anak kandungnya.
"Seperti yang aku bilang tadi, kamu boleh percaya atau tidak. Tapi itulah kenyataannya,"
"Kenapa dia bisa masuk ke rumah kalau kamu gak kenal?"
"Dia masuk ke dalam rumah hanya untuk mengecek karena dikabarkan ada pencuri yang melarikan diri terus diduga bersembunyi di rumah. Otomatis aku mengizinkan petugas tersebut untuk masuk," jawab Kirana apa adanya.
Faktanya, memang saat itu tiba-tiba bel pintu rumah Kirana diketuk oleh seorang petugas berseragam cokelat berjenis kela_min pria. Setelah membaca surat tugas pemeriksaan, Kirana pun akhirnya mengizinkan petugas tersebut untuk masuk ke dalam rumahnya tanpa rasa curiga.
Polisi itu pun bergerak memeriksa setiap sudut kediaman Kirana dan terlihat betul-betul bekerja. Sama sekali tak ada kecurigaan sedikit pun di benak Kirana pada polisi tersebut.
"Aku memang gak ada bukti apapun yang bisa meyakinkan ke kamu buat percaya. Tapi itulah kenyataannya,"
"Huft !!" keluh Aldo.
Kirana juga sempat merutuki dirinya sendiri yang tidak terpikirkan untuk memfoto atau merekam dengan ponselnya kegiatan polisi tersebut selama berada di rumahnya. CCTV pun belum terpasang.
Maklum usia kehamilan Kirana yang semakin membesar dan selama berbulan-bulan hamil tanpa didampingi suami, membuatnya tak mampu berpikir taktis mengenai urusan yang lain. Kirana pikir bukan perkara besar dan tidak penting.
Namun, Kirana saat itu sama sekali tak menyalahkan Aldo. Ia sadar diri bahwa Aldo sangat kecewa terhadapnya setelah banyak kebohongan dan drama yang dilakukannya di awal pernikahan mereka.
Kirana sebenarnya telah berencana untuk melakukan gugatan perceraian pada Aldo setelah melahirkan. Namun rencana manusia hanya sebatas rencana karena takdir hidup sepenuhnya berada di tangan Tuhan.
Kirana tak jadi melakukan setelah gelayut mendung menerpanya secara bertubi-tubi setelah dirinya melahirkan. Badai yang meluluhlantakkan semuanya dalam sekejap.
Kala itu ingin rasanya ia mengakhiri hidup. Tangisan bayi Anin dan pelukan Aisha yang akhirnya menyadarkan Kirana bahwa ia harus tetap bertahan hidup apapun yang terjadi.
☘️☘️
Beberapa saat keduanya dalam kondisi terlentang di atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar. Aldo melepaskan pelukannya pada tubuh Kirana.
Sesekali Aldo masih melirik ke arah wajah Kirana. Sungguh, ia ingin sekali percaya dengan ucapan Kirana.
Namun rasa cemburu atas perkara masa lalu yang masih menyisakan trauma masa lalu perselingkuhan Manda dengan Gani, membuat hati Aldo masih bimbang.
Keduanya masih diam membisu. Banyak hal yang menggelayuti pikiran masing-masing.
"Bagaimana kabarnya?" tanya Kirana memecah keheningan yang ada.
"Baik," jawab Aldo yang paham maksud pertanyaan Kirana.
"Apa dia tampan sepertimu?"
"Hem,"
"Apa kamu percaya dia da_rah dagingmu?"
"Hem,"
"Apa kalian melakukan tes DNA setelah aku pergi?"
"Hem,"
"Hasilnya?"
"Dia anak kita," jawab Aldo.
Kirana cukup lega mendengarnya. Walaupun ada sedikit kecewa di hatinya karena dengan tes DNA menunjukkan jika Aldo meragukan buah hati mereka.
Kirana memahami hal itu dan berusaha bersikap dewasa bahwa yang dilakukan Aldo hanya untuk membuktikan secara hitam di atas putih atas jati diri anak yang dilahirkannya.
Lima tahun belakangan ini tak hanya mengubah hidup Kirana, tapi juga cara berpikir dan bersikap. Dahulu Kirana walaupun anak sulung dan pekerja keras demi keluarga, ia punya sisi kebodohan karena sifatnya yang kurang dewasa. Sampai mudah dimanfaatkan oleh orang lain.
Kini Kirana telah berubah. Ia berusaha ikhlas menerima takdir yang terjadi dan memperbaikinya secara perlahan sehingga bisa menempatkan diri sebaik mungkin agar tidak ada kebodohan lagi yang dilakukannya. Terutama hal-hal yang bisa merugikan diri sendiri dan keluarganya.
"Apa dia tau kalau aku-ibunya?"
Deg...
Aldo menelan salivanya dalam-dalam. Ia pun mendadak bingung untuk menjawabnya.
Jujur atau tidak pada Kirana ?
Bersambung...
🍁🍁🍁
siapa ya yg fitnah kirana , kasian kirana yg sabar ya ki😭
kasian bgt bumil di dorong polisi ko gitu ya
astagfirullah, cmn bisa inhale exhale
Pen jambak Aldo boleh gak sih?? Tapi takut dimarahin pak Komandan...
Do, bnr² lu yee, suami gak bertanggung jawab!!! Pantes kmrn nangis sesunggukan, merasa berdosa yak... Tanggung Jawab!!! Kudu dibwt bahagia ntu si Kirana sama anak²nya sekarang!!!
lanjutkan.....
Hamil 1 ajah berat, apalagi ini hamil kembar dah gt gak ada support system... hebat kamu Kirana, mana cobaan datang bertubi² 👍👍👍 saLut
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo