Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.
Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Bang Edgar
"Assalamualaikum." Terdengar suara seseorang mengucapkan salam.
"Wa'alaikum salam." Bu Ratna yang menjawab. Dia langsung bangkit untuk melihat siapa yang datang. Dia yakin kalau yang datang itu saudaranya, karena kalau orang lain tidak mungkin langsung masuk.
"Eh ada Mbak Yuli. Sehat Mbak?" Bu Ratna mengulurkan tangannya.
"Kalau badan sehat, yang gak sehat itu dompet."
"Ah Mbak Bisa aja. Silahkan masuk, Mbak" Bu Ratnae menyambut kakak iparnya dengan ramah.
"Sendirian Mbak?'
"Iya." Jawab Bu Yuli pendek, dia mengikuti Bu Ratna masuk ke dalam rumah.
"Eh ada Icha juga."
"Iya Wa, baru juga nyampai."
"Mana suamimu?"
"Mas Rezky tadi hanya mengantarkan aja, dia langsung kembali lagi, karena masih sibuk ngurusin adiknya yang mau menikah."
"Ah alasan itu, kalau laki-laki sudah tidak mau ikut datang dan menginap di rumah istrinya, itu tandanya dia tidak sayang kamu, malah lebih mementingkan saudaranya."
"Ya gak gitu juga Wa, emang ada hal urgent. Tadinya mau menginap juga, tetiba ibunya nelepon."
"Ah itu kan hanya alasan."
"O ya Mbak Yuli sengaja ke sini atau hanya mampir?" Bu Ratna mengalihkan pembicaraan, dia tidak suka mendengar perkataan kakak iparnya yang suka ceplas ceplos.
"Ah kamu itu sukaa mengalihkam pembicaraan. Aku kan sedang ngomong sama Icha." Bu Yuli mendelik kepada adik iparnya itu.
"Mau minum apa, Mbak?"
"Keluarkan aja semuanya yang ada." Katanya cuek
"Oh baik kalau gitu."
"Ayo Cha, bantuin mama buat minumannya." Bu Ratna menatap putrinya, yang dijawab anggukan lemah.
Tak berapa lama, Bu Ratna dan Raisha sudah kembali dengan berbagai macam minuman. Ada air mineral, kopi, Thai tea, dan jus mangga.
"Lah ngapain pake bawa air putih segala, yang gini di rumah juga banyak." Bu Yuli berkata sambil tangannya meraih jus mangga yang kelihatannya sangat segar.
"Jadi, maksud kedatangan saya ke sini itu, mau pinjam uang. Kebetulan Bang Edgar_suaminya Tina mau buka usaha baru."
"Wa, yang dua Minggu lalu waktu acara akikahan aja belum dibayar, kok sekarang sudah pinjem lagi?" Tetiba Resty yang baru saja datang bersama Pak Hartanto dan Rico ikut nimbrung.
"Restyyyy." Raisha dan Bu Ratna berkata kompak sambil melotot ke arah Resty. Mereka kaget, karena ucapannya itu bisa saja menyinggung perasaan Bu Yuli.
"Eh Kak, Icha. Sudah lama Kak? Hayo sini, Kaka lihat kamarku yang bagus."
"Sombong, anak tak tahu adat." Bu Yuli berkata keras.
"Ah sama aja dengan Uwa."
"Restyyy." Kali ini Pak Hartanto yang bicara.
"Ajarin anakmu itu berbicara sopan, jangan asal ngejeplak."
"Kan saya kayak gini juga karena belajar dari Uwa." Resty masih tetep ngeyel. Bu Yuli sampai mendelik dibuatnya.
'Pa, apa kabar?" Raisha berdiri menyambut ayahnya.
"Kabar baik, Nak. Mana suamimu? Kok papa gak melihat mobilnya?"
"Sudah balik lagi, Pa. Mas Rezky gak jadi nginep ada hal urgent yang harus diselesaikan. Itu tentang pernikahan Rizal. Dia minta maaf, gak nungguin Papa, soalnya khawatir lama."
"Oh gitu, ya gak apa-apa kalau gitu."
"Gimana ni, ada gak uangnya? Soalnya ini Edgar dah nanyain."
"Emang mau usaha apalagi, Mbak? Perasaan dua bulan lalu juga kan katanya mau buka usaha baru, menjual nasi goreng."
"Beda lagi, ini mau jualan pakaian thrifting yang diimpor dari luar negeri. Jadi harus ada modal sepuluh juta, untuk beli beberapa bal."
"Sebaiknya jangan dulu beli langsung banyak Mbak, soalnya itu masih jadi polemik pemerintahan. Khawatir kran impor baju-baju bekas dilarang.*
"Ah masalah itu mah aman, dari dulu juga kan hanya wacana. Bu Yuli ngeyel."
"Sudah tahu pasarnya Wa, khawatir sudah beli banyak, ternyata gak laku."
"Bang Edgar sudah lebih tahu soal ini, jadi jangan khawatir. Kalau sukses, itu uang yang sepuluh juta, dalam sebulan juga sudah dibalikin."
"Itu kalau sukses, nah kalau gagal gimana tuh?" Resty nyeletuk kembali.
"Kamu mendoakan yang gak baik ya, Resty?" Bu Yuli melotot.
"Nggak sih, cuma kan dulu waktu kita masih susah, saat papa butuh modal, dan pinjem ke Uwa, jawabannya selalu gitu. "Kalau sukses, hutangnya bisa dibayar, kan kalau gagal uang kita amblas." Uwa masih ingat gak pernah ngomong gitu? Kalau Resty sih ingat terus." Resty berkata tegas.
"Kamu tuh ya gak ada sopan-sopannya jadi anak."
"Ya kan dicontohin Uwa. Eh tapi kita ucapkan terimakasih deh sama Uwa, gegara kita dihina terus, dikata-katain miskin, itu memacu semangat kita untuk sukses. Sekarang Alhamdulillah kita dah sukses. Jualan laku, punya rumah bagus, punya mobil juga, tabungan ada lah. Sementara yang dulu menghina, sekarang pinjem uang." Resty berkata begitu, sambil tersenyum penuh kemenangan.
Wajah Bu Yuli terlihat merah padam menahan amarah. Kalau dia gak butuh pinjaman,mungkin mulut Resty akan disumpalnya pakai tisu yang teronggok di meja.
"Sudah Res, ayo Kak Icha mau lihat kamar kamu." Raisha menarik tangan Resty, supaya tidak berceloteh melulu.
"Eehh Cha, jangan dulu ke dalam lah, gimana ini ada uangnya gak? Suami kamu kan kaya, sehingga bisa beliin ini rumah juga kan? Kalau ada ni mau diambil sekarang sama Bang Edgar."
"Berapa?"
"Sepuluh juta."
"Ada., nanti uangnya ditransfer." Raisha menjawab santai.
"Pakai cash lah, jangan transfer."
"Kalau cash gak ada, Wa."
"Ya ambil dulu lah di ATM!"
"Wa Yuli ini gimana sih? Sudah pinjem nyusahin juga. Kak Icha sudah baik mau transfer, nanti tinggal ambil di ATM sama Wa Yuli. Gitu aja ribet."
"Ya iya iya, cerewet banget. Nah Bang Edgarnya sudah di luar katanya." Kata Bu Yuli sambil menyimpan gawainya ke tas.
"Assalamualaikum." Terdengar suara laki-laki mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam." Kata mereka kompak. Seorang laki-laki berkaus hitam ketat masuk. Rahangnya tegas, hidungnya mancung, rambutnya dibiarkan gak beraturan. Dialah Bang Edgar menantunya Bu Yuli.
"Woooow, ketemu juga sama selebgram ngetop ni. Cha, bisa gak Bang Edgar jadi tim kamu, Bang Edgar bisa ngedit video, dan jadi kameramen." Katanya tersenyum, matanya jelalatan melihat Icha dari atas sampai bawah. Raisha sampai dibuat merinding
"Maaf Bang, Icha sudah biasa mengerjakan sendiri, jadi belum perlu tim. Lagian sering dibantu juga sama Rico."
"Wah gak profesional dong kalau gak punya tim."
"Iya sementara ini seperti itu, Bang. Lagian katanya kan Bang Edgar mau jualan pakaian thrifting?"
"Ah gampang itu, bisa di-handle teman kok." Bang Edgar tersenyum, matanya tak lepas menatap Raisha. Raisha jadi risi dibuatnya.
"Bang Edgar, uangnya mau ditransfer katanya. Nanti kamu tinggal ambil aja di ATM. Bu Yuli berkata keras, dia tidak suka menantunya itu menatap Raisha seperti itu.
"Oh iya siap Bu."
"Kasihin no rekeningnya ke Icha."
"Ok, minta no kontak kamu dong Cha. Nanti Abang kirimin noreknya."
"Kirim noreknya ke hp mama aja. HP Icha lowbat." Raisha berkata begitu sambil melangkah ke kamar Resty.