Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Clara
"Darren," panggil Clara ketika Darren dan Sera tiba di lantai atas. Clara berjalan dari arah luar balkon menuju Darren.
"Clara, kenalkan ini Sera, dia ibu susu Lio dan Sera, ini dokter Clara, dia teman saya juga dokter keluarga ini."
Sera, tersenyum dan mengangguk. Sementara Clara hanya senyum saja, itupun seperti dipaksakan.
"Aku harus menidurkan Lio," katanya yang memasuki kamar. Darren, menidurkan Lio langsung di atas kasurnya, sedangkan Sera, menyimpan beberapa perlengkapan Lio yang baru saja dibeli.
"Sera, apa ada salep?"
"Salep untuk apa?" tanya Clara. Membuat Sera canggung.
"Untuk mengobati pundaknya," jawab Darren yang berjalan ke arah laci dengan maksud mencari salep. Kebetulan benda itu ada di dalam.
"Ini, dia. Sera ...." Hendak memanggil Sera untuk mendekati, salep itu diambil begitu saja oleh Clara.
"Biar aku saja. Kamu capek, kan Darren ... biar aku saja yang obati Sera." Clara berjalan ke arah Sera yang masih mematung di depan lemari.
"Darren, kenapa kamu masih di sini? Aku akan menyuruh Sera, untuk membuka bajunya ... apa kamu mau melihatnya?"
"Aku sekarang keluar," ucapnya dengan gugup. Clara, memandang intens kepergian Darren lalu kembali menatap Sera.
Sera mulai tidak nyaman dengan tatapan itu.
"Jangan takut, aku seorang dokter tidak mungkin salah mengobatimu. Bukalah bajunya."
Sera, membuka kancing dress-nya, ia hanya membuka satu lengan saja tidak semua dilepas. Clara mulai mengoleskan salepnya ke pundak Sera.
"Darren memang seperti itu, jadi jangan terlalu dibawa perasaan apalagi sampai baper."
Sera, menoleh ia menatap Clara seolah meminta penjelasan dari perkataannya.
"Maksudmu apa?" tanya Sera.
"Maksudku, Darren memang perhatian kepada semua orang. Dia sangat baik kepada siapapun saya hanya tidak ingin kamu nanti mengsalahartikan," jawab Clara.
"Sudah," katanya demikian setelah selesai mengobati Sera. Sera, langsung memakai baju sebelahnya, lalu berbalik ke arah Clara.
"Apa kamu cemburu dokter?"tanyanya membuat Clara diam.
Sera menyunggingkan senyum. "Jika Anda pikir saya akan merebut Tuan Darren, itu salah. Cemburu mu itu berlebihan dokter, aku dan Tuan Darren, hanya sebatas majikan dan bawahan tapi saat aku melihatmu dengannya menurutku ... cintamu bertepuk sebelah tangan dokter."
"Aku tidak melihat ketertarikan Tuan Darren, padamu."
Lancang sekali ... pasti itu yang ingin dikatakan Clara. Sera, berani menilainya tanpa mengenal lebih dulu. Clara, tersenyum sinis lalu tertawa.
"Sera, kamu lucu. Maaf jika aku membuatmu marah. Aku hanya bercanda tetapi akan sangat wajar jika aku marah dan cemburu kepada lelaki yang akan menjadi suamiku."
Sera terdiam. Ia merasa Clara tidak menyukainya, kata-katanya seolah memperingatkan dia untuk tidak dekat-dekat dengan Darren.
"Jika masih sakit, kompres saja dengan air hangat," ujar Clara, lalu pergi meninggalkan kamar.
Sera, berdecak. Ia malah mengolok-olok Clara, dengan mimik wajahnya.
"Percaya diri banget itu dokter, ngaku akan dinikahi Tuan Darren, dan akan menjadi istrinya tetapi putranya saja tidak dia lihat. Dia pikir Tuan Darren mau sama orang kayak gitu," gerutu Sera, lalu berjalan ke arah kamar mandi.
Sementara Clara, dia memutuskan untuk pulang ia pamit kepada Maudy.
"Tante, aku pulang dulu."
"Loh , katanya mau tunggu Darren."
"Darren pasti capek," jawab Clara dengan senyum. Mereka berdua saling memeluk satu sama lain. Lalu berjalan bersama menuju teras, saat-saat berdua itu Clara jadikan kesempatan untuk membicarakan perihal surat wasiat Tamara, yang menginginkannya untuk menjadi ibu dari Lio.
"Tante, aku rasa ... Darren harus tahu tentang surat wasiat itu. Sebaiknya Darren harus diberitahu Tante," ucapnya membuat langkah Maudy terhenti.
Maudy menatap Clara heran. Sebab sebelumnya Clara tidak terlalu buru-buru, tapi sekarang pikirannya tiba-tiba berubah.
"Kenapa kamu tiba-tiba begini? Bukanya tadi kamu bilang ...."
"Clara pikir, Lio butuh seorang ibu. Dia masih kecil dan butuh kasih sayang seorang ibu walaupun Lio punya ibu susu itu beda."
"Nanti Tante akan coba bicarakan dengan Darren, Tante butuh waktu."
Clara, mengangguk mengerti lalu memeluk Maudy. Ia pun masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan kediaman Darren. Dalam hati Clara, masih cemburu ia merasa Sera adalah ancaman bagi hubungannya dengan Darren.
Sera teringat ketika pertama bertemu dengan Tamara. Wanita yang Darren perkenalkan sebagai kekasihnya, yang membuat rasa benci tumbuh.
Clara memejamkan matanya setelah menghentikan mobilnya ke sisi kiri. Ia kembali teringat saat Tamara melahirkan.
Flashback On
"Kamu kuat, ya sayang." Darren, mengecup lembut kening istrinya. Tamara, hanya tersenyum selama berbaring di atas brankar. Wajahnya tidak terlihat cemas, walau sebentar lagi ia akan melahirkan secara sesar.
"Clara, apapun yang terjadi selamatkanlah istriku." Darren meminta kepada Clara, agar menyelamatkan Tamara walau harus kehilangan bayinya.
Tatapan Clara terus tertuju kepada Tamara. Wanita, itu merasa sakit ketika Darren lebih mempedulikan Tamara daripada bayinya.
"Darren, aku harus bawa Tamara ke ruang operasi." Clara, pun menarik brankar ranjang milik Tamara yang dibantu oleh dokter dan perawat lain.
Tamara terlihat gugup hingga ia mempercayakan semuanya kepada Clara. Ia meminta Clara untuk menyelamatkannya juga bayinya, dan tidak hentinya Tamara mengingatkan jika ia alergi anastesi. Karena hanya Clara yang tahu soal itu.
Namun, cintanya kepada Darren telah membutakan hatinya, yang merubahnya menjadi monster.
Clara, menyuntikkan anastesi pada cairan infusnya, padahal ia tahu jika pasien memiliki alergi terhadap obat itu. Dengan, santai Clara, menyuntikkan cairan anastesi itu sebelum dilakukannya operasi sesar. Tidak ada yang curiga, karena Clara memasukkan kembali botol obat itu ke dalam saku bajunya.
Setelah satu menit kesadaran Tamara pun hilang. Bius total itu membuatnya tertidur, para dokter dan perawat mulai melakukan operasi. Hingga pada detik terakhir, semua orang di ruang operasi riuh mereka cemas karena Tamara tidak merespon. Detak jantungnya semakin melemah, dan nadinya semakin turun hingga tidak terdengar lagi denyutnya.
Semua orang panik, mereka mempertanyakan apa yang terjadi pada pasien, tetapi Clara, mengatakan pada mereka jika mereka harus mengatakan kepada keluarganya jika ini sudah takdir, dan mereka harus menyelamatkan salah satu di antara mereka. Dan yang mereka bisa selamatkan hanyalah bayinya.
Salah satu dokter yang melakukan operasi itu merasa aneh, karena sebelumnya pasien tidak punya riwayat penyakit apapun. Mereka melakukan sesar karena pasien tidak kuat ngeden. Tapi kenapa harus meregang nyawa.
"Kalian tenang saja, aku yang akan bicara dengan keluarga pasien. Tapi sebelumnya ... aku ingin kalian bungkam."
"Maksudmu?"
"Kita tidak bisa melakukan operasi tanpa bius total, sedangkan pasien memiliki alergi terhadap obat itu."
"Maksud dokter Clara jadi ...."
"Tidak ada yang tahu, selama kalian tidak mengatakan apapun."
"Tapi dokter Clara, seharusnya kamu tidak menyuntikkan anastesi kepada pasien, kita bisa melakukan kelahiran normal dan berdiskusi dengannya. Dia pasti mengerti jika seperti ini ... keluarga pasien akan menuntut kita."
"Selama kalian diam, tidak akan ada yang terjadi. Kalian diam saja karena aku yang akan menghadapi keluarga pasien, aku yang tahu dan memiliki data kesehatannya, percayakan padaku tidak akan terjadi apapun selagi kita bungkam," tegas Clara.
Satu dokter dan dua perawat hanya diam, mereka tidak bisa melakukan apapun kecuali mengikuti ucapan Clara.
Clara, akhirnya keluar dari ruang operasi, ia mengatakan pada Darren dan Maudy jika Tamara tidak bisa diselamatkan, karena sebelumnya Clara mengatakan kepada Darren jika dia harus memilih antara ibu dan anaknya, padahal semua itu hanya rencana Clara. Dia merubah semua data pasien yang asli dengan yang palsu.
Kenyataan, Tamara baik-baik saja dan bisa melahirkan secara normal. Namun, Clara sengaja melakukan itu dan membawanya ke ruang operasi supaya ia bisa menyuntikkan anastesi yang selama ini tidak boleh diterima tubuh Tamara.
Flashback Off
Clara, mengerjap dengan nafas yang terengah-engah. Ia merasa sesak setelah bayangan Tamara kembali diingat. Clara, segera melajukan mobilnya lagi meninggalkan jalanan itu.
"Susah, payah aku menyingkirkan Tamara, jika pada akhirnya Darren harus menjadi milik orang lain. Pernikahan aku dan Darren harus dipercepat," katanya yang memutar bundaran setir dengan cepat.
...----------------...
Aduh ... semalam aku ketiduran jadi baru bisa up lagi ini