Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.
"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"
Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.
Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?
ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 22|Lucu Gini Masa Cerai?
Aroma lembut dari soup cream panas menyeruak memenuhi ruang makan keluarga. Kepulan asap yang mengepul dari balik wajan menambah kesan nikmatnya sarapan pagi ini.
"Tada... sarapan sudah siap." suara Anala mengalun begitu Elliot dan Nathael sampai tepat di meja makan. Tangannya membawa semangkok soup panas yang wangi dan meletakkannya dengan hati-hati diatas meja.
Nathael duduk dikursi yang biasa ia tempati, terpukau dengan mata berbinar menatap cream soup panas yang tersaji didepan matanya. Seketika matanya melebar, senyumnya menyeruak sambil bersorak riang dengan menunya.
"Hore Mama masak cream soup kesukaan Nael." si kecil itu tersenyum sambil menciumi aroma cream soup itu lebih dekat. "Aah enaknya..." tukasnya bahkan sebelum sempat mencoba.
Anala terkekeh dengan tingkah lucu sang anak, sengaja memuji bahkan sebelum mencicipi. Bibirnya tiba-tiba mengecup pipi Nathael "Jangan lupa dihabisin ya sayang."
"Siap boss!" si kecil itu langsung menyunggingkan senyum sambil memasang tampang hormat ala tentara. Matanya langsung beralih pada makanan diatas meja dan segera menikmatinya.
Sementara itu disisi lain ada sosok yang nampak tak tertarik dengan menu diatas meja. Ia hendak meraih selembar roti tawar dengan tambah selai coklat, tapi Anala menahan tangannya. "Aku juga masak miso soup buat kamu kok, aku tau kamu nggak suka cream soup."
Semangkok miso soup sudah tersaji didepannya, dan hal itu justru bikin Elliot terpana hingga matanya mengerjap. Ujung matanya ragu-ragu melirik pada Anala, bibirnya sedikit terangkat. "Makasih."
Anala mengerucutkan bibirnya, pura-pura tidak puas dengan jawaban. "Makasih doang?" pertanyaan itu justru membuat Elliot mengernyit hingga garis alisnya bersatu. "Terus mau apa?"
Ia menunjuk pipi kanannya dengan jari, matanya mengedip sengaja menggoda. "Kasih sun disini."
Cuup.
Satu kecupan ringan melayang pada pipi kanan Anala. Sesuatu yang bahkan tak disangka justru melesat cepat hingga nafasnya berhenti sedetik. Matanya membulat sementara Elliot hanya memasang wajah datar seolah bukan apa-apa.
Begoyang jantung adek bwang...
Pipi Anala memancarkan semburat merah, sedangkan si pelaku bersikap santai sambil menikmati sarapannya pagi ini. Disela momen itu, tangannya meraih gelas dan meneguknya sebelum bicara. "Besok malam ada undangan family gathering dari klien. Kamu sama Nael mau ikut?"
Anala tak langsung menjawab, sengaja mengajukan pertanyaan lain. Terlalu malu untuk langsung mengiyakan disaat jantungnya masih darderdor. "Kalau aku nggak ikut kamu pergi sama siapa?"
Elliot meletakkan sendok, lalu meneguk segelas air. "Gampang, tinggal check etalase." seperti tanpa negosiasi, bahkan tak ada tatapan mata yang mengarah pada Anala, hanya tangan yang sibuk meraih tissue dan menyeka bekas air dibibirnya.
"Eeehh jangan!" jawab Anala cepat dengan wajah panik. Elliot memperhatikan wajah itu dan tersenyum samar. "Kalau gitu nanti sore siap-siap kita fitting baju."
Anala hanya tersenyum lebar lalu mengangguk. Kedua tangannya menangkup pipi layaknya remaja yang sedang tersemu malu. Jelas dia kesenangan diajak ke butik.
Emang suami the best! tiap pergi dibeliin gaun baru...
Elliot masih mengamati Anala yang kesemsem entah kenapa. Ia berdiri dari kursi lalu meraih tangan Nathael. "Ayo Nael, kita berangkat." ujarnya memecah lamunan Anala. Sementara itu, Nathael langsung ikut berdiri dan mengambil tas sekolah yang sudah dipegang oleh pelayan rumahnya. "Oke Pa."
Tangannya meraih Anala, lalu memeluknya. "Dadah Mama." Anala pun sedikit menunduk dan mengecup seluruh wajah putranya. "Dah sayang, hati-hati dijalan."
Elliot sebagai tokoh sampingan hanya bisa diam mengamati. Tak ada kecupan pamit untuk sang istri, yang ada hanya tatapan aneh yang entah berarti apa. Mata mereka saling menemukan cahaya, namun tak ada yang bersuara.
***
Mereka bertiga kini berada disebuah butik ternama Tampilan luar yang megah dan pelayanan yang penuh kesopanan menambah kesan elit tempat ini. Anala menoleh pada Elliot, ia tiba-tiba sudah memimpin jalan tanpa mengajak istrinya bicara.
"Tolong bantu istri saya menemukan gaun yang dia suka." suaranya membuat Anala mengerjap. Entah sejak kapan dia sudah bicara dengan pegawai tempat itu.
"Baik Pak. Mohon ikut kami ke arah sini." tangannya dengan sopan menuntun arah, mempersilahkan ketiganya untuk mengikuti. Mereka menuju sebuah ruangan pribadi dengan sofa nyaman didalamnya.
Ia mempersilahkan ketiganya untuk duduk dengan tersenyum ramah. "Mohon tunggu sebentar bapak dan ibuk." langkahnya perlahan menjauh, lalu kembali dengan beberapa hanger gaun mahal ditangannya. "Kebetulan butik kami memiliki lima koleksi yang cocok untuk anda Nyonya. Anda mau coba yang mana?"
Anala terkejut sesaat lalu meneguk ludah. Matanya berjalan mengamati kelima gaun yang dipajang didepan matanya. Seketika rasa bingung langsung melanda, tangannya menunjuk ke arah gaun yang menarik hatinya. "Mungkin yang paling kanan." katanya dengan suara sedikit ragu.
Elliot langsung menginterupsi dengan gaya songong. "Coba semua aja, aku mau liat." respon itu membuat Anala melotot tajam ke arahnya, namun dia hanya memalingkan pandang pura-pura tak lihat. "Tapi—"
Tanpa tunggu lama, pegawai itu langsung membawa Anala menuju ruang ganti. Elliot duduk dengan nyaman disofa ditemani teh panas sembari menunggu setelan yang pas untuknya dan Nael, sementara Nathael sibuk dengan mainan yang sengaja disiapkan pihak butik.
Tak lama Anala keluar dengan memakai gaun berwarna biru gelap dengan sentuhan putih. Elliot memandangnya dari atas sampai bawah lalu mangguk sok iya. "Lumayan."
"Cantik Ma," puji Nathael sambil mengacungkan jempolnya. Senyum sumringah terlihat di wajah tampannya. "Aa manisnya anak Mama," katanya lebay begitu dipuji Nathael. Sementara saat beralih pada Elliot, segalanya langsung berubah suram.
Dasar pria tidak punya selera.
Anala menghela napas, lalu kembali masuk ke ruang ganti untuk memakai baju berikutnya. "Bagus tapi kurang." kata Elliot begitu Anala keluar dengan gaun kedua. Tangan Anala mengepal kuat karena dia mulai bosan dengan respon datar si suami.
Sabar Anala, jangan meledak...
Baju berikutnya dipakai Anala dan respon busuk lainnya keluar dari mulut Elliot. "Ya, not bad lah." katanya enteng. Padahal Anala udah misuh-misuh kayak nyaris lempari dia dengan heels lima centinya.
Sementara dua pegawai yang memperhatikan mereka tak dapat menyembunyikan senyum. Keluarga mereka terlihat sangat harmonis dan bikin berdebar siapapun yang melihatnya.
"Gimana dengan yang ini?" tanya Anala begitu memakai gaun berwarna hitam pekat yang elegan. Elliot terkesiap, pandangannya terpana seolah waktu berhenti berputar. Namun dia tidak akan memuji dengan gamblang.
"Hmm, next?" sudah baju ke empat dan nggak ada satupun pujian manis yang keluar dari mulutnya. Anala mulai menyerungut kesal dan melabrak Elliot secara brutal. Ia mendekat lalu memegang kedua bahu Elliot yang posisinya masih duduk nyaman di sofa.
Elliot melotot tajam, tidak menyangka diserang musang betina. Tanduk Anala sudah keluar dan bahkan lepas kendali. "Bisa nggak kamu serius dikit? aku capek tau bolak-balik ganti baju, sementara bukannya ngasih apresiasi malah bikin males."
Elliot menelan ludah, lalu merotasi pandangannya ke arah lain. "Iya maaf, lagi deh yang terakhir itu." Anala makin kesal, dia mendelik lalu melepaskan tangannya dari bahu Elliot sambil berdecak kesal. "Cih, nyebelin! kamu coba aja sendiri!"
Elliot tak bisa menahan senyumnya, seketika ia tertawa lepas hingga para pegawai dan bahkan Nael ikut tersentak. "Tolong bawa semua, kirimkan ke kediaman saya." perintahnya tiba-tiba. Pegawai itu hanya mengangguk sopan. "Baik, pak."
Nafas Anala mulai tersengal, amarahnya naik ke titik tertinggi. Ia menatap Elliot horor sambil berkacak pinggang. "Terus apa gunanya aku coba kalau ujungnya kamu beli semua?"
Elliot hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. "Ya suka-suka aku." respon yang seperti setan itu semakin membuat Anala bersungut kesal. Ia menghentakkan kakinya lalu kembali ke ruang ganti dengan satu kalimat terakhir. "Atur aja kamu kan panitia!"
Nathael yang sebelumnya sibuk main mulai mendekat pada sang Papa. "Kenapa Papa nggak jujur aja. Mama kan emang cantik pakai baju yang tadi." Elliot meletakkan jari telunjuknya dibibir memberi isyarat. "Sstt jangan dipuji, biarin aja Mama marah."
Nathael mendelik curiga lalu menyipitkan matanya. "Papa kayak anak kecil deh. Awas nanti Mama cari pacar baru gara-gara Papa jahat." Elliot menelan ludah kasar mendengar ucapan itu. Sontak traumanya langsung ke trigger, wajahnya mendadak pucat, tapi Nathael lebih dulu memeluknya untuk menenangkan.
"Maaf Pa, Nael cuma bercanda. Mama kan udah berubah, Mama nggak mungkin cari pacar baru lagi." sungguh anak kecil itu merasa bersalah, nampak jelas dari raut wajahnya yang takut dengan mata yang perlahan mengembun.
Elliot tersenyum lalu memeluk putranya erat. "Asalkan ada Nael disamping Papa, semuanya akan baik-baik aja." meski bibirnya mengatakan demikian, namun tangan yang bergetar tak dapat ditutupi. Ia takut—benar-benar takut jika Anala meninggalkannya.