Ketika dendam dan cinta datang di waktu yang sama, pernikahan bak surga itu terasa bagai di neraka.
“Lima tahun, waktu yang aku berikan untuk melampiaskan semua dendamku.”_ Sean Gelano Aznand.
“Bagiku menikah hanya satu kali, aku akan bertahan sampai batas waktu itu datang.”_ Sonia Alodie Eliezza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Membalas dan Merasa Iba
...🌼...
...•...
...•...
Sonia terbatuk setelah Sean mengangkat kepalanya dari bathub, Sonia mengatur pernapasan karena hampir mati dibuat oleh Sean.
Sean membuka ikat pinggangnya dan melayangkan ikat pinggang itu ke tubuh Sonia, rasa sakit luar biasa Sonia rasakan saat ini, sakit kemarin belum sembuh, ditambah lagi dengan sakit saat ini.
Sonia hanya bisa meringis kesakitan dan seperti biasa, dia tidak mengeluarkan suara— ia tahan sebisa mungkin.
"Kenapa kau selalu membuat aku gila hah? Tidak bisa memangnya kau itu menjaga jarak dari laki-laki lain?" Sean terus memukul Sonia menggunakan ikat pinggang di dalam kamar mandi.
"Maaf Sean," ucap Sonia.
"Kau tidak punya kata lain selain maaf?"
Setelah puas mendera istrinya, Sean keluar kamar dengan perasaan marah dan kesal, dia mengambil kunci mobil dan menuju tempat di mana Nila berada.
Sean mendatangi sebuah club malam yang terkenal di Bandung, dia mencari keberadaan Nila di sana dan benar saja, wanita itu sedang bersenang-senang dengan seorang pria seumuran dirinya. Sean melihat Nila sedang beradegan mesra dengan laki-laki itu.
"Dasar jalang sialan," umpat Sean.
Dia mendekati Nila dan menjambak kuat rambut Nila hingga pria yang bersamanya tadi kaget dan menjauh.
"Sorry bro, apa dia kekasihmu?" tanya pria itu.
"Pergi sana," usir Sean pada pria tersebut dengan gerakan kepalanya.
"Ikut aku." Sean menarik rambut Nila untuk ikut dengannya.
"Lepaskan Sean, kau keterlaluan, apa begini perlakuan mu pada orang tua?"
"Kau tidak pantas disebut orang tua, kau itu cuma sampah."
"Kurang ajar, aku akan mengadukan sikap ini pada papamu."
"Kau pikir aku takut, aku tidak peduli."
Sean mendorong Nila hingga terjungkal, Nila merasakan sakit di kepalanya akibat tarikan Sean di rambutnya tadi. Sean membawa Nila ke area belakang club, di sana sangat sepi, apapun yang akan Sean lakukan pada Nila tidak akan dilihat oleh siapapun.
Sean berjongkok di hadapan Nila dan menatap sinis pada ibu tirinya itu.
"Kenapa kau menyakiti istriku?" tanya Sean dengan nada pelan namun menakutkan.
"A-aku tidak menyakitinya."
Sreettt!
"Sakit Sean," rintih Nila, Sean menggoreskan pisau lipat dengan kuat ke lengan Nila.
"Jawab pertanyaanku dengan jujur, kenapa kau menyakiti istriku jalang?" Masih dengan nada yang pelan.
"Aku sangat membencinya, dia sudah merusak hidupku dan juga hidupmu, dia pantas mendapatkan hal itu, aku sayang padamu Sean, aku sedang berusaha menjauhkan mu dari wanita ular itu," jelas Nila membela diri.
"DIAM!!" Nila kaget mendengar teriakan Sean.
"Berani sekali kau menghina istriku, ingat satu hal, aku bisa mengurus diriku sendiri, kau tidak perlu ikut campur urusanku, jika kau berani menyentuh istriku lagi, aku tidak akan segan menjadikan kau bubur manusia," ancam Sean yang membuat Nila bergetar ketakutan, baru kali ini dia melihat Sean semarah ini.
"A-apa yang ingin kau lakukan?" tanya Nila saat melihat Sean berdiri dan memegang cambuk yang memang sudah dia sediakan.
"Bersenang-senang denganmu," jawab Sean sembari mencambuk Nila berkali-kali tanpa henti, cambuk yang digunakan bukanlah yang biasa dia gunakan untuk Sonia, namun cambuk itu memiliki duri yang akan merobek bagian kulit orang yang terkena cambukan.
"Ampun Sean, Ampun, aku tidak akan mengganggu Sonia lagi, tolong berhenti," mohon Nila pada Sean, pakaian yang dia kenakan sekarang sudah robek-robek.
Sean berhenti dan melihat wajah Nila yang masih sangat mulus tanpa luka, dia ingat bahwa Sonia memiliki bekas tamparan di kedua pipinya. Sean menampar pipi Nila berkali-kali hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Sakit hah? Itu juga yang dirasakan oleh istriku saat kau menamparnya." Sean kemudian mencekik leher Nila hingga wanita itu kesulitan bernafas dan melepaskan cekikannya saat Nila hampir mati.
"Dan ini untuk leher Sonia yang sudah kau tinggalkan bekas tanganmu," kata Sean puas.
Nila terbatuk dan beringsut menjauhi Sean, dia ketakutan saat ini melihat anak tirinya itu, tidak menyangka kalau Sean bisa sekejam ini. Sean melemparkan segepok uang ke wajah Nila.
"Ini untuk bayaran mu karena telah bersedia melayani emosiku." Setelah berkata seperti itu Sean langsung pergi menuju mobilnya.
Dia begitu puas sudah menyiksa Nila, selama ini dia selalu memilih diam dan berusaha menghindari Nila tapi kali ini, Sean sudah memberikan balasan setimpal atas sakit hatinya pada Nila.
...***...
Sekarang sudah menunjukkan pukul 11 malam, Sean tidak langsung menuju ke rumahnya, dia memilih pergi ke apotik membelikan obat luka untuk Sonia.
Tak lupa dia mampir ke tempat jualan martabak manis, membeli satu porsi martabak cokelat pisang keju, rasa kesukaan Sonia.
Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Sean memacu mobilnya secepat mungkin agar cepat sampai di rumah. Sebelum menuju kamar Sonia, dia memilih untuk mandi dan membersihkan tubuhnya, Sean menggunakan pakaian santai untuk tidur dan membawakan martabak yang dia beli ke kamar Sonia.
Klek!
Sonia kaget mendengar suara pintu kamarnya dibuka. Dia sangat takut melihat Sean yang saat ini berjalan mendekatinya, Sonia menghapus air matanya dan berupaya agar terlihat lebih tenang di hadapan Sean.
"Kenapa belum tidur?" tanya Sean sambil meletakkan makanan di atas nakas samping tempat tidur Sonia.
"Aku belum ngantuk, tadi habis nonton di netflix, filmnya baru selesai," jawab Sonia dengan nada takut dan suara bergetar.
"Aku membawakanmu martabak, makanlah! Kamu pasti lapar," titah Sean sambil memberikan martabak itu pada istrinya, sikap Sean pada Sonia sangat berubah dari yang terakhir kali Sonia lihat.
"Terima kasih," ucap Sonia sambil mengambil martabak dan memakannya, dia memakan dengan perlahan karena rahangnya masih terasa ngilu akibat ditampar oleh Sean tadi.
Sonia memakan martabak itu dengan penuh tekanan, dia takut jika tidak makan, Sean akan menjejalkan makanan itu ke mulutnya. Sesekali Sonia tersenyum pada Sean yang sedari tadi memperhatikannya.
Sean melihat tangan Sonia penuh dengan bekas pecutan ikat pinggangnya tadi, wajah istrinya juga lebam karena bekas tangannya.
Sean langsung memeluk Sonia, kali ini dia merasa iba dan kasihan pada istrinya itu. Sonia berusaha menahan tangis, menangis dalam pelukan Sean. Sonia tidak bisa membalas pelukan itu karena kedua tangannya saat ini sedang memegang martabak.
"Buka baju! Aku akan mengobati luka ini," perintah Sean dan Sonia menurutinya, Sean dengan telaten mengobati luka Sonia yang ada di punggung, kaki dan tangan.
Sonia sesekali meringis karena rasa perih akibat obat yang dioleskan Sean. Setelah selesai, Sonia kembali mengenakan pakaiannya dan menyantap martabak lagi.
"Kamu mau nggak? Ini bakalan habis sama aku," tawar Sonia sembari mengulurkan tangannya.
"Tidak, makanlah!" tolak Sean dengan lembut.