Nayara Kirana seorang wanita muda berusia 28 tahun. Bekerja sebagai asisten pribadi dari seorang pria matang, dan masih bujang, berusia 35 tahun, bernama Elvano Natha Prawira.
Selama 3 tahun Nayara menjadi asisten pria itu, ia pun sudah dikenal baik oleh keluarga sang atasan.
Suatu malam di sebuah pesta, Nayara tanpa sengaja menghilangkan cincin berlian senilai 500 juta rupiah, milik dari Madam Giselle -- Ibu Elvano yang dititipkan pada gadis itu.
Madam Gi meminta Nayara untuk bertanggung jawab, mengembalikan dalam bentuk uang tunai senilai 500 Juta rupiah.
Namun Nayara tidak memiliki uang sebanyak itu. Sehingga Madam Gi memberikan sebuah penawaran.
"Buat Elvano jatuh cinta sama kamu. Atau saya laporkan kamu ke polisi, dengan tuduhan pencurian?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Saya Mau Minta Maaf.
Nayara hendak mengetuk pintu kamar Elvano, namun pria itu sudah membukanya lebih dulu.
Untung saja Nayara tidak melayangkan kepalan tangannya terlalu tinggi. Sehingga tidak mengenai kepala pria itu.
“Ada apa, Ra?” Tanya Elvano. Ia terlihat lebih segar dari sebelumnya. Bahkan rambut pria itu masih setengah basah.
“Rambut bapak masih basah.” Nayara malah fokus pada mahkota hitam legam pria itu.
“Hmm, saya malas mengeringkannya.” Ucap Elvano acuh, kemudian melangkah melewati Nayara.
Meski gadis itu sudah memakai kembali pakaian longgarnya, namun bayangan lekuk indah itu masih terlintas di benak Elvano.
Padahal dirinya sudah berada di bawah kucuran air dingin selama setengah jam lebih. Tetapi kenapa tidak bisa menghilangkan rasa gerah dalam dirinya?
Nayara benar - benar membuatnya tidak waras.
“Pak. Biar saya keringkan rambut bapak.” Ucap gadis itu.
Langkah Elvano terhenti, ia menoleh ke arah Nayara. Gadis itu meremat kedua tangan, sembari menggigit bibirnya.
‘Sial. Kenapa tingkah gadis itu terlihat menggo—da sekali?’ Umpat Elvano dalam hati.
“Biarkan saja, Ra.” Ucap pria itu yang masih mencoba tetap waras.
“Tidak. Rambut bapak harus dikeringkan. Kalau tidak, bapak bisa kena flu lagi.” Nayara menarik lengan pria itu untuk masuk kembali ke ruang ganti yang ada di dalam kamarnya.
Elvano menurut saat Nayara memintanya untuk duduk di atas kursi meja rias yang tersedia.
Gadis itu kemudian menyalakan mesin pengering rambut.
“Saya ijin memegang kepala bapak.” Ucap Nayara tepat di telinga Elvano.
Pria itu tak menjawab. Terpaan nafas Nayara pada sisi telinganya, membuat tubuh pria itu meremang.
Elvano mengumpat dalam hati. Kedua tangannya terkepal di atas pangkuan.
Ia mati - matian untuk tetap berpikir jernih. Elvano menarik dan membuang nafas kasar.
Pria itu lantas memejamkan matanya. Menikmati setiap sentuhan tangan Nayara di kepalanya. Yang menghadirkan rasa nyaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
“Sudah selesai, pak.” Ucap Nayara. Sontak membuat Elvano membuka matanya.
Sang asisten pribadi tengah menggulung kabel mesin pengering, dan meletakkan kembali ke dalam laci.
Elvano memperhatikan setiap gerak gadis itu.
“Pak.” Nayara berdiri di tempatnya. Kedua tangan gadis itu kembali bertaut di depan tubuhnya.
“Ada apa, Ra?” Suara Elvano terdengar serak, namun pria itu dengan cepat berdeham pelan.
“Saya mau minta maaf.” Ucap gadis itu pelan. Ia memilih mengikuti saran Dewi. Meminta maaf lebih dulu pada Elvano.
Elvano sontak mengerutkan keningnya. “Untuk apa kamu meminta maaf?” Tanya pria itu.
Ia menatap Nayara dengan lekat, namun tak berlangsung lama. Bayangan bentuk indah, padat dan sekal di balik kaos longgar yang gadis itu gunakan tiba - tiba kembali melintas.
“Mungkin pembicaraan kita di mobil waktu itu, membuat bapak merasa tersinggung. Karena itu, bapak mengacuhkan saya. Dan lebih memilih pergi bersama pak Gilang.” Nayara menundukkan kepalanya.
Sementara Elvano masih bungkam.
‘Saya memang sengaja tidak mengajak kamu, supaya kamu tidak bisa bertemu dengan asisten Angga Pratama itu, Ra.’
Ya. Pria itu memang sengaja. Ia tidak mau Nayara bertemu dengan Adrian.
“Pak El —
“Saya tidak merasa tersinggung, Ra. Memang kenyataannya saya tidak memiliki kekasih. Dan untuk urusan pekerjaan, saya sengaja memilih Gilang karena kita sedang turun ke lapangan.” Ucap Elvano kemudian.
“Tetapi hari ini ‘kan agendanya bermain golf dan makan siang, pak.” Cicit gadis itu pelan.
Elvano berdeham pelan. “Kalau itu menyangkut urusan para pria, Ra.”
Lebih tepatnya urusan hati. Namun Elvano masih menyangkalnya. Entah sampai kapan?
Nayara mengangguk paham. Ia tidak lagi bertanya.
“Apa bapak mau makan malam di penthouse?” Tanya gadis itu kemudian.
“Tidak. Kita pergi ke rumah orang tua saya.” Ucapnya tegas.
“Apa saya juga ikut?” Tanya Nayara yang belum mengerti ucapan Elvano.
“Hmm. Kamu ada baju ganti disini? Atau nanti sekalian kita mampir ke rumah kamu.”
“Ada, pak. Ada beberapa pakaian saya di kamar bawah.” Ucap Nayara.
Salah satu kamar di lantai satu memang di peruntukan untuk Nayara beristirahat. Namun, gadis itu tidak pernah menginap disana.
.
.
.
Pukul enam sore, mereka tiba di rumah keluarga Natha Prawira. Tidak ada acara penting, namun Madam Giselle meminta Elvano untuk datang, sekedar makan malam bersama keluarga.
“Kalau tidak mami minta, kamu tidak akan mau pulang ke rumah.” Ucap Madam Giselle saat Elvano menyapanya.
“Mami tau aku sangat sibuk.” Ucap pria itu.
Ia beralih menyapa sang papi. Dan pria paruh baya itu tidak memberikan ceramah seperti sang istri.
Sementara sang adik tidak terlihat batang hidungnya. Mungkin masih di kamar, atau tidak ada di rumah?
“Apa kabar kamu, Nara?” Tanya Madam Giselle dengan senyum yang seolah menjadi ancaman untuk Nayara.
Gadis itu memasang status waspada.
“Saya baik, Madam.” Ucap Nayara dengan senyum terpaksa.
“Ayo, kita ke dapur. Bantu saya menyiapkan makanan.” Madam Giselle menarik lengan Nayara.
Kening Elvano berkerut halus. Ia khawatir sang mami berbuat sesuatu pada sistem pribadinya itu.
“Kamu tenang saja. Mami kamu tidak akan menyakiti Nara.” Ucap papi Rivanno.
“Bukan begitu, pi. Semenjak kejadian malam itu, Nara banyak berubah. Aku takut kalau mami meminta dia melakukan sesuatu.” Ucap ga khawatir.
“Sudah. Jangan berpikir buruk tentang mami kamu.”
Namun Elvano tidak bisa mendengarkan ucapan sang papi. Ia masih saja merasa khawatir.
Sementara itu, di dapur bersih rumah mewah berlantai tiga itu. Madam Giselle meminta para asisten rumah tangganya untuk menyingkir. Ia ingin berbicara serius dengan Nayara.
“Ini sudah tiga minggu berlalu, Nara. Kenapa saya belum menerima kabar apapun dari kamu?” Tanya Madam Giselle.
Nayara menghela nafas kasar. Jujur saja, ia ingin menyerah.
“Madam, sepertinya saya tidak bisa. Pak Elvano terlalu sulit untuk ditaklukkan.” Cicitnya pelan.
“Masih ada satu minggu lagi, Nara. Kenapa kamu terkesan menyerah saat ini?” Delik wanita paruh baya itu.
“Karena memang saya tidak bisa.” Ucap gadis itu memelas.
Kini giliran Madam Giselle yang menghela nafas panjang. “Padahal menjadi pasangan Elvano itu impian banyak wanita.”
“Dan itu bukan impian saya, Madam. Saya tidak pernah terpikir sekalipun untuk merayu bapak.” Tukas gadis itu.
“Lalu siapa suruh kamu menghilangkan berlian milik saya?” Madam Giselle menatap Nayara dengan tajam. Membuat nyali gadis itu menciut.
“Sumpah demi Tuhan. Saya bahkan tidak ingat dimana dan kapan berlian itu hilang, Madam.” Nayara merasa frustrasi.
Seharusnya ia tidak ikut datang ke rumah ini. Karena pembahasan tentang berlian itu tidak akan pernah berakhir sebelum Nayara berhasil merayu Elvano.
“Kamu harus bertanggung jawab, Nara! Gunakan waktu kamu sebaik mungkin. Masih ada satu minggu, dan saya menunggu kabar baik kamu secepatnya.”
Dan Madam Giselle pun tidak mau kalah. Ia tetap pada pendiriannya. Menginginkan Nayara untuk merayu putra sulungnya.
...****************...
nungguin si el bucin sama si nay..
ayok kak hari ini upny double 🤭