Romlah tak menyangka jika dia akan melihat suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, bahkan sahabatnya itu sudah melahirkan anak suaminya.
Di saat dia ingin bertanya kenapa keduanya berselingkuh, dia malah dianiaya oleh keduanya. Bahkan, di saat dia sedang sekarat, keduanya malah menyiramkan minyak tanah ke tubuh Romlah dan membakar tubuh wanita itu.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalas dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Balasan seperti apa yang dijanjikan oleh iblis?
Yuk baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BDN Bab 21
Inah terus saja berteriak seperti orang gila, sesekali dia akan menangis, sesekali dia akan menjerit ketakutan dan sesekali dia akan muntah-muntah sampai membuat tubuhnya penuh dengan kotoran yang keluar dari isi perutnya.
Lama-lama Sugeng tidak tahan melihat kondisi istrinya tersebut, dokter juga merasa kasihan karena pasien melakukan hal yang tidak wajar. Karena Inah tiba-tiba saja memukul wajahnya sendiri, akhirnya dokter memberikan suntikan penenang kepada wanita itu.
"Saya keluar dulu, kalau ada apa-apa nanti panggil saya saja."
"Iya, Dok."
Setelah wanita itu tertidur, Sugeng setengah mati menahan bau dan juga jijik karena harus membersihkan tubuh istrinya yang penuh dengan muntah. Sugeng tidak pernah menyangka akan melakukan hal seperti ini.
"Kamu benar-benar sangat merepotkan, Inah," ujar Sugeng setelah dia mengganti baju pada wanita itu.
Hari sudah hampir pagi, tetapi Sugeng tidak peduli. Dia sungguh mengantuk dan memutuskan untuk tidur. Kali ini dia tidak tidur di dekat Inah, dia malah memutuskan untuk tidur di mushola yang ada di rumah sakit tersebut.
Dia merebahkan tubuhnya di sana, Sugeng yang lelah bahkan tidak terbangun ketika ada orang yang adzan dan ada beberapa orang yang salat di sana. Pria itu tetap tertidur lelap di dekat pintu mushola.
Di lain tempat.
Wati baru saja bangun dari tidurnya, dia juga sudah mandi dan terlihat rapi. Dia merasa heran karena rumah begitu sepi, wanita itu mencoba untuk mengetuk pintu kamar Sugeng, tetapi tidak ada jawaban.
Dia mencoba mengetuk pintu kamar Ayu, tetapi tetap tidak ada jawaban. Wanita itu menggerutu sambil melangkahkan kakinya menuju dapur.
"Sebenarnya orang orang pada ke mana sih?"
Saat tiba di dapur, dia melihat bibi yang sedang memasak. Wati menghampiri bibi dan tentunya langsung menanyakan keberadaan Sugeng, Inah dan juga cucunya.
"Bi, kamu lihat Sugeng, Inah, atau Ayu gitu?"
"Kalau tuan Sugeng dan juga nyonya Inah, saya nggak melihatnya. Tapi, kalau neng Ayu lagi dijemur di belakang rumah sama Romlah."
"Oh, cucu saya lagi di jemur ya? Terus, Sugeng sama Inah ke mana ya?" ujar Wati sambil melangkahkan kakinya menuju halaman belakang.
Wati melangkahkan kakinya menuju halaman belakang sambil menggerutu, dia merasa kesal karena tidak ada kabar dari anak dan juga menantunya.
Saat tiba di halaman belakang, Wati langsung terdiam karena melihat Romlah yang sedang menjemur cucunya. Biasanya kalau ada orang yang menjemur bayi, bayi itu akan digendong dengan bajunya yang terbuka dan melindungi beberapa bagian yang tidak boleh terkena cahaya matahari.
Namun, Wati melihat kalau cucunya itu dibiarkan tergeletak di atas meja yang ada di halaman belakang. Bayi mungil itu dibiarkan polos, badannya sudah terlihat memerah karena kepanasan oleh sinar matahari.
Akan tetapi, Wati merasa heran karena anak itu tidak menangis sama sekali. Hanya kedua tangan dan juga kedua kakinya yang bergerak-gerak dengan liar, Wati dengan cepat mendekat ke arah Romlah.
"Hey! Kenapa cucuku kamu biarkan tergeletak di atas meja dan kepanasan seperti itu?"
"Maaf, Ibu. Tapi kata dokter memang harus seperti ini," jawab Romlah.
"Apanya yang harus seperti ini? Yang ada cucu saya nanti gosong, mana matanya ngadep banget ke matahari. Bagaimana kalau nanti cucu saya malah buta?"
"Ini aman kok, Bu. Kalau Neng Ayu merasa tidak nyaman pasti dia akan menangis, dia tetap anteng dan tersenyum manis."
"Ngelawan aja kamu kalau dibilangin sama saya," ujar Wati yang dengan cepat menggendong cucunya dan membawanya ke dalam rumah.
Romlah mengikuti langkah wanita itu, Wati masuk ke dalam rumah sambil menggerutu karena kesal terhadap Romlah. Bisa-bisanya wanita itu menjemur cucunya sampai terlihat memerah seperti gosong.
"Ya ampun, cucunya Nenek kasihan banget sampai kepanasan. Badan kamu sampai gosong, kita mandi ya biar seger."
Wati masuk ke dalam kamar Ayu, dia mengambil handuk lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Wanita itu langsung mengambil air dingin dari bak mandi.
"Jangan, Bu. Jangan dimandikan dengan air dingin, Neng Ayu tak pernah mandi pakai air dingin karena memiliki alergi dingin."
"Halah! Sok tahu kamu!" pekik Wati tak senang.
Selama ini memang yang mengurus Ayu adalah Inah dibantu oleh pelayan, Wati hanya sesekali akan menggendong cucunya itu untuk jalan-jalan keluar saat pagi hari atau sore hari.
Namun, dia tidak pernah mendengar Inah bercerita tentang alergi yang dialami oleh cucunya itu. Dia merasa kalau Romlah terlalu mengada-ada.
"Saya sudah memperingatkan ibu, kalau nanti terjadi hal yang tidak-tidak terhadap Neng Ayu itu bukan urusan saya."
"Nggak usah ngomong seperti itu kamu! Saya itu adalah neneknya, mana mungkin saya menyakiti cucu saya sendiri. Sudah! Sana kamu pergi keluar," usir Wati.
"Oke," ujar Romlah dengan senyum licik yang penuh arti tanpa terlihat oleh Wati.
Romlah melangkahkan kakinya dengan cepat menuju dapur, dia menemui pembantu yang sedang menata makanan di atas piring. Melihat Romlah yang berjalan dengan begitu tergesa menghampiri dirinya, pembantu itu langsung menegur Romlah.
"Kamu itu kenapa sih, Dek? Kok kaya panik gitu?"
"Itu loh, Bi. Ibu Wati mau memandikan neng Ayu pakai air dingin, padahal saya sudah bilang kalau neng Ayu itu alergi dingin. Gimana dong, Bi?''
"Ya ampun, ayo kita cepat lihat. Kita harus cegah, takutnya nanti neng Ayu kenapa-kenapa."
"Ya," jawab Romlah.
Keduanya melangkahkan kaki mereka dengan tergesa menuju Ayu, saat mereka tiba di dalam kamar, Wati sedang berteriak dengan begitu kencang dari dalam kamar mandi.
"Tolong! Tolong! Siapa pun tolong!"
Bibi sempat memandang wajah Romlah, tak lama kemudian keduanya langsung berlari menuju kamar mandi. Karena keduanya merasa ada yang tidak beres dari dalam kamar mandi itu.
"Ada apa, Bu Wati? Kenapa berteriak-teriak seperti orang yang begitu panik?" tanya Bibi.
GI ambil duit dulu baru indehoy enak betul maunya gratisan emang Inah wekkkkk