NovelToon NovelToon
Mahar Pengganti Hati

Mahar Pengganti Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Pengganti / Bercocok tanam / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Pengganti
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Acara resepsi masih berlanjut dan Para tamu mulai menikmati hidangan.

Husna dan Jovan masih berdiri berdampingan tersenyum ke para tamu yang silih berganti mengucapkan selamat.

Mama Riana dan Burak duduk di meja utama, memandangi pasangan itu dengan bangga dan haru.

Suasana mulai terasa lebih ringan, seolah kejadian barusan telah berlalu begitu saja.

Beberapa saat kemudian, pembawa acara kembali naik ke atas panggung, membawa mikrofon dengan senyum ramah.

Suara musik pelan mulai mereda, dan semua tamu kembali menatap ke arah panggung utama.

"Para tamu undangan yang saya hormati. Malam ini adalah malam istimewa, malam di mana cinta, kesabaran, dan takdir berpadu dalam satu kisah yang indah.”

Semua mata tertuju ke arah panggung dimana Husna dan Jovan menoleh perlahan, tersenyum sopan.

“Dan untuk menambah kemeriahan malam ini. Keluarga telah menyiapkan penampilan spesial dari seorang penyanyi terkenal"

Para tamu yang mendengarnya langsung berbisik-bisik dan saling bertanya siapa penyanyi yang dimaksud.

Lampu-lampu gantung mulai meredup perlahan dan sorotan lampu panggung berputar ke arah sisi taman yang kini diselimuti cahaya temaram berwarna keemasan.

"Mari kita sambut Arkan Mahesa Narendra."

Tepuk tangan tamu undangan langsung menggema memenuhi ruangan.

Suara musik lembut dari piano mulai mengalun, menciptakan suasana tenang dan syahdu.

Dari balik tirai samping panggung, seorang pria muncul dengan langkah tenang dan percaya diri.

Jas hitamnya berkilau di bawah cahaya lampu, dan senyum sopannya membuat beberapa tamu wanita berbisik kagum.

Arkan sudah berada di tengah panggung dan ia menundukkan kepalanya ke arah Burak dan Mama Riana.

Burak mengangguk pelan sambil tersenyum ramah, memberi isyarat bahwa acara boleh dimulai.

Mama Riana ikut tersenyum lembut, meski dalam hati ia masih mengingat jelas bagaimana Arkan tadi sempat menolong Husna dari dorongan kasar Liliana.

Arkan kemudian mengangkat mikrofon, menatap sekilas ke arah tamu, lalu pandangannya terhenti pada sosok Husna yang berdiri di samping Jovan.

Arkan menarik napas pelan, lalu musik mulai mengalun.

Dentang piano menyatu dengan gesekan lembut biola, membentuk harmoni yang membawa semua mata tertuju padanya.

Suara Arkan terdengar jernih, penuh emosi, mengisi seluruh ruangan dengan makna yang dalam:

“Bintang di langit jadi saksi bisu,

Cinta yang tersembunyi, tak terjamah restu,

Mungkin sekarang kita di persimpangan,

Tapi percayalah ini hanya penantian…”

Husna menahan air matanya saat mendengar nyanyian Arkan.

Ia ingat betul bagaimana Arkan menciptakan lagu ini untuknya.

Jovan melirik ke arah istrinya yang sedang menundukkan kepalanya.

Setelah bait terakhir lagu berakhir, suara biola pelan mereda, dan keheningan yang khidmat menyelimuti seluruh ruangan.

Suara Arkan menggantung di udara, seolah setiap kata terakhirnya masih bergetar di hati para tamu.

Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya tepuk tangan bergema memenuhi taman resepsi.

Sorot lampu kembali menerangi panggung, dan Arkan berdiri tegak di tengah, menunduk dengan senyum tulus.

Namun bukannya langsung turun dari panggung, Arkan melangkah perlahan ke arah meja utama.

Semua mata mengikuti setiap langkahnya.

Para tamu berbisik-bisik pelan, mencoba menebak apa yang hendak ia lakukan.

Mama Riana dan Burak saling berpandangan, sementara Jovan menegakkan tubuhnya, tatapannya tajam penuh waspada.

Arkan berhenti di depan Husna dan Jovan dan ia tersenyum sopan, lalu menunduk sedikit ke arah mereka berdua.

“Terima kasih sudah mengizinkan saya menyanyi di malam bahagia ini,” ucapnya dengan suara tenang.

Husna mengangguk kecil, berusaha membalas dengan senyum sopan.

“Terima kasih, Tuan Arkan. Lagu Anda sangat indah,” ucap Husna.

Arkan menganggukkan kepalanya dan ia memanggil seorang kru yang juga naik ke atas panggung sambil membawa kotak beludru kecil berwarna krem.

Ia mengambilnya, kemudian berbalik dan menyerahkannya langsung kepada Husna.

“Hadiah kecil, untuk mengingatkan seseorang agar selalu mengangkat wajahnya, tidak peduli seberapa berat dunia menundukkannya.” ucap Arkan.

Husna menatap kotak itu ragu-ragu, tapi akhirnya menerimanya dengan kedua tangan.

“Terima kasih, Tuan Arkan,” ucap Husna sambil mengambil hadiah yang diberikan oleh Arkan.

Arkan menundukkan kepalanya dan tiba-tiba ia mencium punggung tangan Husna dengan hormat.

Gerakannya penuh tata krama, tanpa niat lain, namun tetap saja membuat suasana ruangan seketika sunyi.

Jovan yang melihatnya langsung mencengkram erat kedua tangannya dengan perasaan yang cemburu.

Ia tidak menyangka jika Arkan akan mencium tangan istrinya.

Husna juga sama terkejutnya dengan Jovan dan ia langsung menarik tangannya.

“A-Arkan…” suaranya nyaris tak terdengar, hanya berupa bisikan yang tertelan oleh keheningan para tamu.

Arkan tersenyum kecil, bukan senyum yang menantang, tapi yang terasa seperti perpisahan.

“Semoga kalian berdua berbahagia,” ucapnya lirih, sebelum perlahan mundur beberapa langkah dan menundukkan kepalanya sopan pada Burak dan Mama Riana.

Mama Riana menatapnya dengan pandangan campur aduk antara hormat dan rasa iba.

Sementara Jovan menatap Arkan tajam, matanya menyala dengan emosi yang sulit disembunyikan.

Musik lembut kembali mengalun, mencoba menenangkan suasana yang baru saja beku.

Para tamu kembali berbincang pelan, meski sebagian masih mencuri pandang ke arah panggung tempat Arkan tadi berdiri.

Husna menunduk, menatap kotak kecil di tangannya yang kini terasa begitu berat.

Jovan berdiri di sampingnya dan masih mencengkram erat kedua tangannya.

Mama Riana memperhatikan mereka dari kejauhan.

Melihat wajah Jovan yang mulai tegang, ia mengira anak dan menantunya hanya butuh waktu sejenak.

“Biarkan saja mereka istirahat sebentar, mungkin Husna lelah.”

Jovan menggandeng tangan Husna dengan sangat erat sekali.

Husna merintih kesakitan saat suaminya menggenggam tangannya.

Begitu mereka cukup jauh dari tamu, genggaman Jovan terlepas.

Ia berdiri membelakangi Husna, menahan napas panjang, bahunya naik turun menahan emosi.

Husna berdiri diam, memeluk kotak kecil yang masih ia genggam.

“Van, kalau ini tentang tadi, aku.."

“Kenapa dia yang menyanyi di acara resepsi kita? Kamu yang mengundangnya?" potong Jovan cepat, nadanya berat.

Husna menggelengkan kepalanya dan mengatakan tidak tahu apa-apa.

“Kenapa harus dia, Husna? Dari sekian banyak penyanyi yang bisa Mama sewa kenapa Arkan?” tanya Jovan dengan nada cemburu

“Aku tidak tahu, Van. Aku juga terkejut dan tidak tahu kalau dia akan datang,” jawab Husna pelan.

Jovan berbalik, menatap istrinya dengan sorot mata tajam.

“Oh ya? Kau kaget? Tapi kau tidak menolak ketika dia mencium tanganmu, kan?”

Husna menelan salivanya saat mendengar perkataan dari Jovan.

“Itu spontan, Van. Dia hanya bersikap sopan. Tidak ada apa-apa antara aku dan dia.”

Jovan tertawa kecil dan langsung menatap dengan tatapan sinis.

“Sopan? Atau mungkin itu kenangan yang belum selesai?”

“Jovan, cukup! Kenapa kamu selalu tidak pernah percaya kalau aku itu tulus?”

Jovan menatapnya lama, lalu mendekat ke arah istrinya.

“Tulus? Wanita sepertimu yang tiba-tiba muncul dalam hidupku, membuat ibuku percaya bahwa kau malaikat, membuatku berpikir kau berbeda…”

Husna memandangnya, air matanya mulai jatuh perlahan.

"Ternyata kamu datang bukan karena cinta, tapi karena nama, karena harta. Karena kau ingin hidup nyaman di bawah namaku!"

PLAK!

Suara tamparan keras dari Husna mendarat di pipi Jovan sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya.

“Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu padaku? Aku menikah denganmu bukan karena harta, tapi karena aku ingin bersama dengan Ava ."

Husna menatapnya dalam-dalam, air matanya menetes di pipinya yang berkilau di bawah cahaya lampu taman.

“Tapi ternyata aku salah. Mungkin aku memang tidak pantas di sisimu.”

Jovan meninggalkan Husna dan ia kembali ke panggung acara.

Husna menghela nafas panjang dan ia menghapus air matanya.

Setelah itu ia kembali ke panggung dan berdiri di samping suaminya.

BOOM!

Suara ledakan yang terdengar keras di kamar atas milik mendiang Aisyah.

"API! API DIKAMAR MENDIANG NYONYA AISYAH!" teriak Bi Marta.

Husna yang mendengarnya langsung melepaskan sepatunya dan berlari masuk kedalam.

Ia tahu kalau dikamar itu banyak kenangan mendiang Aisyah yang disimpan oleh Jovan.

Mama Riana menjerit, tangannya menutup mulutnya saat melihat Husna berlari tanpa alas kaki menaiki tangga yang sudah dipenuhi asap.

“Husna! Jangan ke sana! HUSNA!”

Husna tidak menghiraukan perkataan dari Mama Riana yang melarangnya untuk masuk kedalam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!