Arsenio Elvarendra, mafia kejam yang dihianati orang kepercayaannya, terlahir kembali di sebuah singgasana yang sangat megah sebagai Kaisar Iblis. Di dunia barunya, ia bertemu seorang wanita cantik—Dia seorang dewi yang menyembunyikan identitasnya.
Bisakah Arsenio mengungkap jati diri sang Dewi? Akankah cinta mereka mengubah jalan takdir di antara kegelapan dan cahaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BUBBLEBUNY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Kemenangan yang Abadi
Setelah sorakan rakyat mereda, Lucifer naik ke pucuk panggung sekali lagi, dengan Lilith tetap di sisinya. Suaranya tenang tapi tegas, terdengar jelas di seluruh lapangan.
"Rakyat Kerajaan Iblis!" panggilnya. "Kalian telah membuat keputusan yang mulia. Hari ini, kita tidak hanya memilih ratu tetapi kita juga melangkah ke masa depan yang baru, di mana nilai dan kesetiaan lebih berharga daripada darah dan nama keluarga!"
Suara sorak dan tepuk tangan kembali melambung. Di barisan depan, para petinggi bangsawan masih berdiri dengan wajah muram, tapi mereka tidak berani lagi membantah. Azazel melihat Lilith dengan tatapan yang penuh perhatian — tidak lagi hanya kemarahan, tapi juga sedikit rasa hormat yang tersembunyi.
Setelah rapat umum selesai, Lucifer, Lilith, dan Ezra berjalan kembali ke istana. Di jalan, Seraphim — putri Samael — mendekati mereka. Lilith segera merasa waspada, tapi Seraphim hanya tersenyum dengan sopan.
"Maafkan aku jika aku terlalu sombong tadi, Lilith," katanya. "Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku layak. Tapi setelah mendengar cerita-cerita rakyat, aku tahu bahwa kamu memang yang paling pantas menjadi ratu."
Lilith terkejut, lalu tersenyum kembali. "Terima kasih, Seraphim. Aku harap kita bisa menjadi teman."
Seraphim mengangguk. "Aku juga harap begitu."
Ketika mereka tiba di istana, Azazel sudah menunggu di pintu masuk. Lucifer mengerutkan kening, siap menghadapi pertarungan lagi, tapi Azazel hanya membungkuk hormat.
"Yang Mulia," kata Azazel, suaranya lebih lembut dari biasanya. "Rakyat telah memilih, dan aku akan menghormati keputusan mereka. Lilith seorang ratu yang akan datang dan aku juga minta maaf atas kata-kataku yang buruk. Aku akan melayani kerajaan dengan setia, bersama kalian berdua."
Lilith merasa dada terasa lega. Dia mendekati Azazel dan membungkuk juga. "Terima kasih, Azazel. Aku tahu tradisi berarti banyak bagimu. Aku berjanji akan menjadi ratu yang layak, untuk semua rakyat."
Beberapa minggu kemudian, upacara pernikahan Lucifer dan Lilith diadakan di halaman istana. Seluruh kerajaan datang menyaksikannya — rakyat, petinggi bangsawan, bahkan tamu dari kerajaan tetangga. Seraphim dan Mazikeen membantu Lilith mengenakan gaun pernikahannya yang indah, sambil Ezra menjadi saksi utama.
Ketika mereka berdiri di hadapan pendeta kerajaan, Lucifer menatap Lilith dengan mata penuh cinta. "Lilith, hari ini, aku bersumpah akan mencintaimu selamanya, melindungimu, dan membimbing kerajaan kita bersama mu. Kau adalah hati dan jiwaku."
Lilith menangis air mata bahagia. "Lucifer, aku juga bersumpah akan mencintaimu selamanya, melayanimu, dan bekerja sama dengan mu untuk membuat kerajaan kita lebih baik. Kau adalah segalanya bagiku."
Setelah mereka mencium satu sama lain, langit di atas istana menyala dengan cahaya kemerahan dan ungu — tanda kebahagiaan dari seluruh alam. Rakyat bersorak dengan penuh kegembiraan, dan para petinggi bangsawan pun bergembira bersama mereka.
Di tengah kegembiraan itu, Lilith memandang ke sekelilingnya — melihat pria yang dia cintai, rakyat yang mencintainya, dan masa depan yang cerah. Dia tahu bahwa jalan yang dilaluinya tidak mudah, tapi semua tantangan itu telah membawanya ke sini — ke hari kemenangan yang abadi.
Beberapa bulan berlalu sejak pernikahan akbar yang menyatukan Kaisar Iblis Lucifer Morningstar dengan Ratu Lilith. Kerajaan Iblis perlahan mulai merasakan perubahan. Bukan lagi hanya kekuatan yang menjadi penentu, tetapi juga empati dan keadilan yang dibawa Lilith. Namun, kedamaian ini tidak bertahan lama.
Suatu sore, Lucifer dan Lilith sedang meninjau laporan di ruang kerja mereka. Lilith duduk di meja besar, meneliti peta perbatasan timur, sementara Lucifer bersandar di jendela, mengamati langit yang mulai dihiasi bintang-bintang neraka.
"Laporan dari pos perbatasan timur ini mengkhawatirkan, Yang Mulia," kata Lilith, tanpa mengangkat pandangannya dari gulungan perkamen. "Ada peningkatan aktivitas makhluk-makhluk bayangan di dekat wilayah Shadowfen. Mereka tidak lagi hanya mengintai, tetapi mulai melakukan serangan kecil terhadap karavan dagang kita."
Lucifer berbalik, ekspresinya serius. "Shadowfen? Bukankah itu wilayah yang baru saja kita stabilkan setelah insiden Kultus Bayangan?"
"Betul," jawab Lilith, menunjuk sebuah titik di peta. "Ezra telah mengirimkan beberapa unit pengintai, tapi mereka belum bisa mengidentifikasi sumber serangan ini. Ini lebih terorganisir dari sekadar sisa-sisa kultus."
Pintu terbuka dan Ezra masuk, membawa gulungan laporan lain. "Yang Mulia, Ratu," sapanya, membungkuk. "Laporan tambahan dari Zarthus. Dia berhasil menangkap salah satu penyerang. Bukan Pemburu Bayangan, bukan Kultus Bayangan. Mereka menyebut diri mereka 'Pecah Belah'."
"Pecah Belah?" ulang Lucifer, alisnya terangkat. "Nama yang aneh. Apa tujuan mereka?"
"Tujuan mereka adalah menciptakan kekacauan, Yang Mulia," jelas Ezra. "Mereka menyerang titik-titik lemah di perbatasan, memprovokasi konflik antara faksi-faksi kecil, dan menyebarkan desas-desus yang memecah belah. Zarthus mengatakan mereka sangat pandai memanipulasi."
Lilith mengetukkan jarinya di meja. "Ini bukan hanya serangan fisik, tapi juga perang informasi. Mereka mencoba mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan kita. Terutama setelah perubahan tradisi yang kita buat."
Lucifer mendekati meja, menatap peta dengan pandangan tajam. "Jadi, mereka ingin melihat apakah fondasi baru yang kita bangun ini cukup kuat untuk menahan badai. Mereka ingin melihat apakah keputusan rakyat untuk menerima Lilith sebagai ratu bisa digoyahkan."
"Tepat sekali," kata Ezra. "Beberapa bangsawan yang masih tidak setuju dengan pernikahanmu, seperti Azazel, meskipun dia sudah menyatakan kesetiaannya, bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok ini untuk kepentingan mereka."
Lilith menoleh ke Lucifer, matanya penuh tekad. "Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kita telah bekerja keras untuk menyatukan kerajaan. Kita harus menunjukkan bahwa persatuan kita lebih kuat dari segala upaya untuk memecah belah."
"Aku setuju," kata Lucifer. "Tapi bagaimana kita melawan musuh yang tujuannya adalah kekacauan dan kebohongan? Kekuatan saja tidak cukup."
"Kita melawan mereka dengan kebenaran dan persatuan, Yang Mulia," jawab Lilith. "Kita tidak hanya mengirim pasukan ke Shadowfen, tapi juga mengirim utusan ke seluruh wilayah untuk berbicara langsung dengan rakyat. Kita harus meyakinkan mereka bahwa kita ada untuk mereka, dan bahwa rumor yang disebarkan 'Pecah Belah' itu adalah kebohongan."
Ezra mengangguk setuju. "Ratu benar. Kita harus memperkuat ikatan antara istana dan rakyat. Menunjukkan bahwa keputusanmu untuk memilih Ratu Lilith adalah demi kebaikan semua."
Lucifer tersenyum tipis, menatap Lilith dengan bangga. "Ide yang bagus, Ratu ku. Kita akan mengirimkan pasukan terbaik kita ke Shadowfen di bawah komando Zarthus. Tapi kau dan aku, kita akan melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah yang paling terpengaruh oleh desas-desus ini. Kita akan berbicara langsung dengan rakyat."
"Apakah itu bijaksana, Yang Mulia?" tanya Ezra. "Risikonya terlalu besar jika kalian berdua pergi bersama. Terutama setelah apa yang terjadi di Kuil Kuno."
"Risiko selalu ada, Ezra," kata Lucifer, melingkarkan tangannya di pinggang Lilith. "Tapi ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa kita adalah satu, dan bahwa keputusan kita adalah untuk kebaikan mereka. Dan aku tidak akan melakukan ini tanpa ratuku di sisiku."
Lilith membalas tatapan Lucifer, hatinya menghangat. "Kita akan menunjukkan kepada mereka bahwa cinta dan kesetiaan lebih kuat dari tradisi usang dan upaya memecah belah. Kerajaan ini dibangun di atas fondasi yang baru, dan kita akan mempertahankannya."
"Kalau begitu, mari kita siapkan perjalanan," kata Lucifer, matanya berkilat penuh semangat. "Ezra, koordinasikan dengan Zarthus. Lilith, kita akan merencanakan rute dan pesan yang akan kita sampaikan. Ini akan menjadi ujian, tapi aku tahu kita akan melewatinya."
Ezra membungkuk. "Seperti yang Anda perintahkan, Yang Mulia."
Lilith tersenyum pada Lucifer. "Bersama, kita tidak akan terkalahkan."
Lucifer mencium keningnya. "Tepat sekali, Ratu ku."