Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lapis kukus
Saif baru saja sampai di rumah sakit. Sebelumnya ia mampir di outlet lapis kukus Surabaya untuk membeli beberapa kue dan dibawanya ke rumah sakit. Karena pintu kamar Tania tidak dikunci, Saif pun langsung membukanya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. " Sahut perawat dan Tania.
"Wah ini abangnya sudah datang, Mbak Tania."
Tania mengulum senyum.
"Sus, Terima kasih sudah menjaga Tania."
"Sama-sama, Pak."
"Ini untuk suster." Saif memberikan satu box lapis kukus kepada Perawat. Perawat pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
Setelah kepergian perawat, tinggal Tania dan Saif berdua di kamar itu. Suasana canggung mulai menyelimuti ruangan tersebut.
"Kamu mau lapis kukus? " Tanya Saif.
"Em, boleh."
Saif pun mendekati Tania dengan membawa lapis kukus yang sudah dipotong-potong dari tempatnya. Saif mengatur brangkar Tania agak ke atas agar Tania dalam posisi setengah duduk. Tania hampir saja mengambil bolu kukus dengan tangannya yang masih diinfus.
"Tidak, jangan pakai tanganmu. Biar aku suapin. "
Saif mengambil sendok dan memotongnya lebih kecil, lalu menyuapkannya kepada Tania.
"A... "
Tania membuka mulut dan mengunyahnya dengan pelan. Jangan tanyakan bagaimana keadaan jantung mereka saat ini. Setelah menghabiskan satu potong, Tania pun angkat suara.
"Sudah, bang. Sudah kenyang."
"Hem."
Saif menberikan selembar tisu kepada Tania.
"Itu, di bibirmu."
Tania pun mengusap serpihan bolu yang masih nempel di ujung bibirnya dengan tisu tersebut.
Saif pun meletakkan bolu tersebut di atas laci samping brangkar. Lalu ia duduk di sofa sambil berpikir.
"Ya Allah, maafkan hamba tidak bisa menahan diri untuk tidak menyuapinya. Kalau begini terus, disaku akan semakin menumpuk." Batin Saif, sambil menangkup kan kedua tangannya di depan wajahnya.
Diam-diam Tania memperhatikannya.
"Bang Saif tampan, mapan, baik, apa yang kurang darinya. Kenapa dia ingin menikah denganku yang tidak ada apa-apanya ini? Apa karena dia kasihan? Tapi bang Saif itu orangnya susa ditebak. Kadang perhatian kadang cuek." Batinnya.
Nampak Saif menerima telpon dari seseorang. Ia keluar dari kamar Tania. Ternyata orang yang menyelidiki kecelakaan Tania yang sedang menelponnya. Orang tersebut memberitahu bahwa berdasarkan rekaman CCTV dari sebuah toko dekat kejadian, pemilik pick up itu telah ditemukan di daerah Surabaya Barat. Tadi malam pick up tersebut sedang membawa muatan berupa jerigen.
Setelah selesai menelpon, Saif pun masuk lagi ke dalam kamar.
"Kamu mau makan apa lagi?"
"Ndak dulu, bang."
"Hem... "
Saif mengambil satu apel lalu memakannya.
Tania ingin menghilangkan kecanggungan. Ia pun mencoba memulai pembicaraan terlebih dahulu dengan berbasa-basi.
"Bang, Shasa belum pulang?"
"Belum."
"Oh... "
"Aku sudah mengajukan cuti untukmu. Jadi kemungkinan untuk dua bulan ini kamu tidak akan ke kampus. "
"Du-dua bulan?"
"Iya. Kamu harus menjalankan proses penyembuhan dan pemulihan secara optimal."
"Apa ndak bisa saya ikut kuliah secara online?"
"Ndak bisa."
"Brarti nanti saya ndak lulus bareng Shasa?"
"Kemungkinan."
Tania menghela nafas panjang.
"Ndak pa-pa, yang penting kamu sehat dan kembali seperti dulu. Fokus pada kesembuhan mulai dulu. Masalah kuliah bisa diatur."
"Hem.. "
"Kenapa kok cemberut begitu? "
"Hah... mana ada cemberut?" Tania langsung memegang kedua pipinya.
Saif pun mengulum senyum.
"Demi apa bang Saif tersenyum kepadaku. MasyaAllah senyumnya itu lho. Eh, astaghfirullah... Tania." Batinnya.
Adzan Maghrib berkumandang. Saif pergi ke kamar mandi untuk berwudhu'. Setelah itu, ia shalat Maghrib di dalam kamar.
Diam-diam Tania memperhatikannya dari samping.
Tidak lama kemudian, Shasa datang. Ia langsung masuk karena pintu kamar tidak dikunci.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Hai Hai Hai, kamu pasti sudah kangen sama aku, kan?"
"Hem, iya kangen bawel mu."
"Ish, biar bawel tapi kan sayang."
"Sstt... abang lagi shalat."
Shasa langsung menutup mulut.
Setelah selesai shalat, Saif pamit.
"Dek, abang ada perlu sama orang. Malam ini kamu nginep di sini, kan? "
"Iya bang."
"Ya sudah. Itu tadi abang sudah beli makanan. Makanlah!"
"Oh okey."
Saif mengambil tasnya lalu keluar dari kamar.
Entah mengapa Tania agak kecewa karena Saif pergi terlalu cepat.
"Heh, malah bengong."
"Eh iya, hehe... Sha, memang abang mu mau ke mana?"
"Mana aku tahu. Aku mau shalat dulu."
Ternyata Saif sedang menuju ke rumah orang yang punya pick up bersama dengan kuasa hukumnya. Ia juga membawa bukti rekaman CCTV.
30 menit kemudian, Saif sampai di rumah orang tersebut. Dan kebetulan pick up yang dimaksud sedang terparkir di samping rumah.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Seorang wanita paruh bayar keluar dari rumah itu. Wanita itu agak heran melihat orang yang datang karena tidak mengenali mereka.
"Cari siapa ya, Pak?"
"Yang punya pick up ini?"
"Suami saya, Pak."
"Iya, kami ingin bertemu dengan suaminya, bu."
"Silahkan duduk dulu, Pak. "
"Terima kasih."
Mereka pun duduk menunggu orang yang dimaksud.
Tidak lama kemudian keluar seorang Bapak paruh baya.
"Bapak mencari saya?" Tanyanya dengan bingung.
"Iya, Pak. Bapak pemilik pick up ini?"
"Iya, saya sendiri."
"Perkenalkan saya Saif dan ini pengacara saya."
Bapak tersebut mengernyitkan dahinya.
"Saya Yanto. Ada perlu apa ya, Pak?"
Kuasa hukum Saif pun menjelaskan kronologinya serta memutar rekaman CCTV. Bapak tersebut menyimak dengan tenang. Setelah semuanya selesai, Bapak itu pun angkat bicara.
"Sebelumnya saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tadi malam memang mobil ini keluar mengangkut minyak. Dan yang membawa adalah anak saya. Saya tidak tahu jika dia sudah menabrak orang."
Terlihat dari raut wajahnya bapak tersebut, memang dia berkata jujur.
"Lalu di mana anak bapak itu sekarang?"
"Di rumah istrinya, Pak."
"Di mana alamatnya?"
Bapak itu pun memberikan alamat lengkap anaknya.
"Baik, terima kasih. Kami langsung saja pergi ke sana."
"Pak, sekali lagi saya mohon maaf. Dan bila nanti bapak mau minta kerugian, saya siap membantu pengobatan adik bapak. Mungkin saya bisa jual pick up itu."
"Bapak tidak perlu khawatir, asal anak bapak punya i'tikat baik, InsyaAllah klien saya ini tidak akan menuntut apa-apa. Kami permisi. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Kembali ke rumah sakit.
Shasa, sedang makan malam. Ia makan nasi pecel yang dibeli Saif. Sedangkan Tania makan lapis kukus. Setelah uru, Tania minum obat.
"Sha... "
"Iya, ada apa?"
"Em... gimana ya ngomongnya."
"Tumben kamu bingung yang mau ngomong. Biasanya asal ceplos saja, hehe... "
Tamia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil nyengir kuda.
"Sha, seumpama ada yang melamarmu."
"Ndak usah pake seumpama, Tamia. Pasti sudah ditolak sama, ayah karena aku belum lulus kuliah. Ndak tahu juga kalau orangnya pilihan ayah."
"Aku belum selesai ngomong, Sha."
"Eh iya, ayo lanjutkan."
"Seumpama ada yang melamarmu, orang itu baik banget, mapan, dan.... "
"Bentar-bentar ini ceritanya kamu yang dilamar apa bagaimana?"
Tamia menggigit bibirnya. Ia bingung untuk menjelaskannya.
"Ngomong nggak ya?" Batinnya.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Syafakillah kakak author...dan sukses selalu 🤲😘
terimakasih sudah menyempatkan untuk up...🙏😍🤗