Terlahir Kembali Sebagai Kaisar Iblis
Arsenio Elvarendra, atau Seno, berdiri di balkon penthouse mewahnya. Lampu Bandung berkelap-kelip, tapi pikirannya jauh dari sana. Sambil menyesap anggur merah kegemarannya, ia menatap kosong ke kejauhan.
"Malam yang indah, bukan, Seno?" sapa Raka, sahabat kecil sekaligus tangan kanannya, yang berdiri di ambang pintu. Seno hanya tersenyum tipis, matanya dingin menatap pemandangan kota yang cukup ramai.
"Ya, Raka. Indah, tapi palsu."
Raka tertawa kecil, mendekat. "Palsu? Apa maksud perkataanmu?"
Seno meletakkan gelasnya, tanpa menoleh pada Raka yang tampak gelisah. "Kau tahu maksudku, Raka. Jangan berpura-pura bodoh."
Raka berhenti, senyumnya hilang. "Aku tidak mengerti, Seno. Jelaskan padaku."
Seno berbalik, menatap tajam. "Selama ini aku percaya padamu, Raka. Kau sudah ku anggap seperti saudaraku. Tapi kau menikamku dari belakang!"
Raka terdiam, menarik napas panjang. "Aku melakukan ini demi kebaikanmu, Seno."
"Kebaikan? Kau menghancurkan semua yang telah kubangun! Kau berkhianat pada keluarga Elvarendra!"
"Keluarga Elvarendra terlalu lama bergelimang dosa, Seno. Aku ingin menghentikannya. Aku ingin kau keluar dari dunia ini."
Seno tertawa sinis. "Keluar? Setelah semua yang kulakukan, semua darah yang tertumpah? Kau pikir semudah itu?"
"Tidak ada kata terlambat untuk berubah, Seno. Kau bisa menjadi orang yang lebih baik."
"Kau terlalu naif, Raka. Dunia ini tidak seindah yang kau bayangkan. Aku tidak bisa keluar, dan kau tahu itu."
"Kalau begitu, aku akan memaksamu keluar, Seno. Aku akan melakukan apapun untuk menghentikanmu."
Seno menggeleng. "Kau tidak akan bisa, Raka. Aku lebih kuat dari yang kau kira."
"Kita lihat saja nanti, Seno. Siapa yang akan menang."
Raka berbalik pergi, meninggalkan Seno yang terpaku. Amarah membara dalam dadanya. "Kau telah membuat kesalahan yang sangat besar, Raka. Kau akan menyesalinya."
Seno meneguk habis anggurnya, bersumpah akan membalas pengkhianatan Raka. Ia membanting gelasnya hingga pecah berkeping-keping. Pecahan kaca berserakan di kakinya, tapi ia tak peduli. Matanya menyala penuh amarah.
"Raka... Raka..." desisnya geram. "Kau pikir bisa mengendalikanku? Kau salah besar."
Kemudian Ia membuka laci tersembunyi di meja kerjanya, mengambil pistol hitam legam. Seringai dingin menghiasi wajahnya.
"Kalau kau ingin perang, Raka, akan kuberikan perang yang sesungguhnya," bisiknya, mengokang pistol itu.
Di luar, langit Bandung berubah abu-abu. Hujan mulai turun. "Malam ini, akan ada darah yang tertumpah," gumamnya, menghilang ke dalam penthouse-nya.
Keesokan harinya, Seno sudah berada di markasnya, sebuah bangunan tua di kawasan industri Bandung. Di sana, para anak buahnya menunggu perintah.
"Raka telah berkhianat," kata Seno dingin. "Dia pikir bisa menghentikanku, tapi dia salah. Dia telah menandatangani surat kematiannya sendiri."
"Aku ingin kalian menemukannya," lanjut Seno. "Cari dia sampai ke ujung dunia. Bawa dia padaku, hidup atau mati."
"Siap, Bos!" jawab mereka serempak.
"Dan satu lagi," kata Seno, menghentikan langkah mereka. "Kirimkan pesan pada seluruh jaringan kita. Siapa saja yang berani membantu Raka, akan menerima nasib yang sama."
Setelah memberikan perintah, Seno menyandarkan tubuhnya, mencoba menenangkan diri. "Kenapa kau melakukan ini, Raka? Kenapa kau mengkhianatiku?"
Tekadnya semakin bulat. Raka harus membayar pengkhianatannya. "Mulai hari ini, perang dimulai," gumamnya, tersenyum sinis. "Dan aku pastikan, aku yang akan memenangkannya."
Seno melangkah keluar markas, menghirup aroma tanah basah dan aspal. "Bos, mobil sudah siap," ujar seorang anak buahnya.
Seno mengangguk, masuk ke dalam mobil yang segera meluncur menuju sebuah klub malam mewah di pusat kota. Di sana, para pelayan dan pengunjung menyambutnya. Ia duduk di meja VIP yang telah dipesan, dikelilingi wanita-wanita cantik.
Sambil menikmati minuman, pikirannya tetap tertuju pada Raka. "Di mana kau sekarang, Raka? Apa yang sedang kau lakukan?"
Seorang wanita berambut pirang mendekatinya. "Seno, kau terlihat sedang banyak pikiran. Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa," jawabnya singkat.
Wanita itu tersenyum menggoda. "Kalau begitu, biarkan aku membuatmu melupakan semua masalahmu."
Seno mengangguk, meraih tangan wanita itu, mengajaknya berdansa.
Sementara itu, Raka bersembunyi di sebuah rumah kontrakan sederhana di pinggiran kota Bandung. Ia telah memutus semua komunikasinya, berusaha untuk tidak terlacak. Sambil menatap foto-foto lamanya bersama Seno, ia merasa bersalah dan menyesal. "Maafkan aku, Seno. Aku harus melakukan ini. Aku tidak punya pilihan lain."
Ia tahu, keputusannya mengkhianati Seno adalah kesalahan besar. Namun, ia yakin, ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan kejahatan keluarga Elvarendra.
Tiba-tiba, pintu rumahnya diketuk dengan keras. "Siapa di sana?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Buka pintunya, Raka! Kami tahu kau ada di dalam!" Raka menghela napas panjang. Ia harus menghadapi mereka.
Di hadapannya, berdiri beberapa pria berbadan tegap dengan tatapan bengis. "Raka Elvarendra, kau telah melakukan kesalahan besar. Sekarang, kau harus membayar atas perbuatanmu."
"Aku tidak takut pada kalian," jawab Raka. "Aku siap menghadapi segala konsekuensinya."
Para pria itu menyerbu masuk, memukuli, menendang, dan menyeret Raka keluar. "Bawa dia ke hadapan Bos," perintah salah seorang dari mereka.
Malam itu, Seno kembali ke markas, menunggu kedatangan Raka. Tak lama kemudian, para anak buahnya datang, menyeret Raka yang babak belur ke hadapannya.
"Lihatlah dirimu sekarang, Raka," kata Seno mengejek. "Dulu kau adalah sahabatku, tangan kananku. Sekarang, kau hanyalah seorang pengkhianat yang hina."
"Aku tidak pernah menyesal telah mengkhianatimu, Seno," jawab Raka. "Kau adalah seorang monster yang harus dihentikan."
Seno tertawa. "Monster? Mungkin saja. Tapi aku adalah monster yang berkuasa. Dan kau, Raka, akan menjadi korban dari kekuasaanku."
Seno memberi isyarat, dan anak buahnya mengikat Raka di sebuah kursi. Seno mendekat, membawa pisau. "Aku sangat menyayangimu, Raka. Tapi kau telah mengkhianatiku. Dan pengkhianatan, harus dibayar dengan darah."
Seno menusukkan pisaunya ke perut Raka berkali-kali, hingga tubuh sahabatnya itu terkulai lemas.
Seno menjatuhkan pisaunya, menatap Raka dengan tatapan kosong. "Kenapa kau melakukan ini, Raka? Kenapa kau membuatku melakukan ini?"
Ia meninggalkan ruangan itu, ingin melupakan semua yang telah terjadi.
Keesokan harinya, Seno memerintahkan anak buahnya untuk membuang mayat Raka. Namun, mayat Raka ditemukan oleh seorang petani. Polisi menemukan bukti-bukti yang mengarah kepada Seno.Ia pun terkejut. Ia tahu, ini adalah akhir dari segalanya. Ia memerintahkan anak buahnya untuk bersiap-siap. Ia akan melawan polisi sampai titik darah penghabisan.
Polisi mengepung markas Seno, menyerukan agar ia menyerah, namun Seno menolak. Terjadi baku tembak yang dahsyat. Seno sendiri terluka parah.
Ia mencoba melarikan diri, namun polisi berhasil mengepungnya. "Kalian tidak akan pernah bisa mengalahkanku! Aku akan selalu hidup dalam ingatan kalian!" teriak Seno dengan sangat lantang.
Seno mengangkat pistolnya, dan menembak dirinya sendiri di kepala. Ia jatuh tersungkur ke tanah dan tewas seketika
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments