Anya gadis cantik berusia 24 tahun, terpaksa harus menikahi Revan CEO muda anak dari rekan bisnis orangtuanya.
Anya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kesepakatan kedua keluarga itu demi membayar hutang keluarganya.
Awalnya ia mengira Revan mencintai tulus tapi ternyata modus, ia hanya di jadikan sebagai Aset, untuk mencapai tujuannya.
Apakah Anya bisa membebaskan diri dari jeratan Revan yang kejam?
Jika ingin tahu kisah Anya selanjutnya? Langsung kepoin aja ya kak!
Happy Reading...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Revan terbangun dengan kepala berdenyut-denyut. Sisa-sisa wiski semalam masih terasa pahit di lidahnya. Pagi ini, bayangan Anya terasa lebih nyata, lebih menyakitkan. Ia teringat mimpinya, mimpi tentang Anya yang tersenyum bahagia, tapi bukan bersamanya.
Ia menghela napas kasar. Rasa bersalah dan penyesalan menghantuinya. Renata benar, ia terlalu kejam pada Anya. Tapi mengakui kesalahan bukan berarti ia akan mengubah perilakunya.
Revan adalah Revan. Ia sudah terbiasa dengan sikap arogannya dari sejak kecil, Ia tidak tahu bagaimana cara bersikap lembut, bagaimana cara mencintai. Ia hanya tahu bagaimana cara memiliki, bagaimana cara mengendalikan.
Merasa lelah dengan pikirannya sendiri ia akhirnya memutuskan untuk keluar, ia tidak mengajak siapapun, ia pergi sendiri tanpa bodyguard ataupun sang asisten yang biasanya selalu berada di dekatnya.
Ia berpikir udara segar mungkin bisa menjernihkan pikirannya. Ia mengendarai mobilnya tanpa tujuan yang jelas. Hingga akhirnya, ia berhenti di sebuah mini market. Ia ingin membeli air mineral, tenggorokannya terasa kering.
Tak berapa lama setelah Revan masuk, Anya dan Damian juga memasuki mini market yang sama. Mereka membutuhkan beberapa bahan dapur untuk makan malam nanti. Anya masih merasa canggung berada di dekat Damian setelah kejadian semalam. Ia berusaha menjaga jarak, tapi Damian selalu berusaha mendekat, dan beralasan bahaya jika Anya keluar sendirian.
"Kau yakin tidak apa-apa?" tanya Damian, khawatir melihat wajah pucat Anya.
Anya mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah." balasnya datar.
Saat mereka sedang memilih sayuran, Revan yang tengah mengantri di kasir, tak sengaja tertuju pada sosok yang selama ini ia cari, "Anya?" gumamnya pelan. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak menyangka akan bertemu Anya di sini. Dan secara refleks ia menyunggingkan senyum tipisnya.
Namun, senyumnya langsung lenyap saat melihat Damian berdiri di samping Anya, tertawa bersamanya. Api cemburu tiba-tiba muncul membakar hatinya. Ia tidak bisa menahan amarahnya.
Tanpa berpikir panjang, Revan menghampiri Anya dan menarik tangannya dengan kasar. Anya terkejut dan menoleh ke arah Revan dengan tatapan ketakutan.
"Revan?" bisiknya tak percaya jika ia akan ketemu Revan.
Damian terkejut dengan tindakan Revan. Ia mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak memukul Revan. Ia tahu Revan adalah suami Anya, tapi ia tidak suka melihat Anya diperlakukan kasar.
"Kau ikut denganku!" bentak Revan, suaranya menggelegar di dalam mini market yang semula tenang. Beberapa pengunjung menoleh ke arah mereka dengan rasa ingin tahu.
Anya mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Revan, tapi Revan mencengkeramnya semakin erat. "Revan, sakit! Lepaskan aku!" ujar Anya dengan suara sedikit bergetar.
Damian tidak tahan lagi. Ia maju selangkah, berusaha membela Anya. "Revan, jangan bersikap kasar padanya! Dia tidak pantas diperlakukan seperti ini!" tegas Damian dengan suara dinginnya.
Revan menoleh ke arah Damian dengan tatapan meremehkan. "Kau siapa, hah!? Apa hakmu ikut campur urusan rumah tanggaku?" sinis Revan.
"Aku hanya tidak suka melihatmu menyakiti Anya," jawab Damian dengan nada tegas. Tangannya mengepal kuat di sisi badannya. Ingin rasanya ia menghantam Revan sekarang juga, tapi sekuat tenaga ia menahan diri supaya tidak membuat keributan di tempat umum.
"Menyakiti? Lucu sekali! Aku suaminya! Aku berhak melakukan apapun padanya!" balas Revan dengan arogan .
"Kau tidak berhak menyakitinya! Kau seharusnya menjaganya, mencintainya!" Damian tidak bisa menahan emosinya lagi.
Revan tertawa sinis. "Mencintai? Aku tidak tahu apa itu cinta. Aku hanya tahu bagaimana cara memiliki. Dan kau tahu Anya adalah milikku istriku!" ujar Revan menekan setiap katanya, seolah menegaskan posisinya.
Anya semakin ketakutan melihat pertengkaran antara Revan dan Damian. Ia berusaha menenangkan Revan, tapi Revan sama sekali tidak menghiraukan ucapan Anya.
"Revan, sudahlah! Jangan membuat keributan di sini!" pinta Anya dengan suara bergetar, ia merasa risih dan malu melihat tatapan ingin tahu para pengunjung ke arah mereka.
Revan mengabaikan Anya dan terus menatap Damian dengan tatapan menantang. "Kau ingin melindunginya? Kau ingin merebutnya dariku? Silakan saja kalau kau berani!" tantang Revan penuh percaya diri.
Damian terdiam. Ia tahu ia tidak punya hak untuk merebut Anya dari Revan. Ia hanya bisa melindungi Anya dari kejauhan.
Revan menarik Anya keluar dari mini market dengan kasar. Anya tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah mengikuti Revan.
"Lepaskan aku, Revan! Aku tidak mau ikut denganmu!" teriak Anya, tapi Revan tidak mendengarkannya.
Revan menyeret Anya masuk ke dalam mobilnya dan mengunci pintunya. Ia menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi.
Damian hanya bisa terpaku menatap mobil Revan yang melaju kencang, membawa Anya pergi. Perasaan bersalah dan khawatir bercampur aduk dalam benaknya. Ia merasa gagal melindungi Anya.
"Sial!" umpatnya, menendang kaleng minuman yang ada di dekatnya.
Ia tahu, Revan lebih berhak atas Anya karena mereka masih terikat dalam pernikahan. Tapi ia tidak bisa memungkiri, ia sangat khawatir dengan keadaan Anya. Revan terlihat sangat marah dan cemburu. Ia takut Revan akan melakukan hal buruk pada Anya.
Di dalam mobil, Anya berusaha melepaskan diri dari Revan. "Revan, hentikan mobilnya! Aku mau turun!" teriak Anya.
Revan tidak menghiraukan permintaan Anya. Ia terus melaju dengan kecepatan tinggi, membuat Anya semakin was-was.
"Revan, kumohon! Aku takut!" ujarnya. Matanya mulai berkaca-kaca tapi sekuat tenaga ia tahan supaya air mata itu tidak keluar di hadapan Revan.
Revan akhirnya menginjak rem dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Ia menoleh ke arah Anya dengan tatapan penuh emosi.
"Kenapa kau bersamanya? Ada hubungannya apa kau dan pria itu?" tanya Revan dengan nada menuduh.
"Itu bukan urusanmu, Revan?" jawab Anya dengan tatapan menantang. Revan semakin murka daranya mendidih mendengar ucapan Anya.
Revan mencengkeram bahu Anya dengan kasar. "Kau lupa! Aku suamimu! Aku berhak atas dirimu! Apa kau menyukainya?" bentak Revan.
"Tidak! Aku tidak menyukainya!" elak Anya, berbohong untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari murkanya Revan. Revan menatap Anya dengan tatapan tidak percaya.
Lalu Revan tertawa sinis. "Kau milikku, Anya. Kau milikku selamanya."
Revan mendekatkan wajahnya ke wajah Anya. Anya memejamkan matanya, bukan karena takut, tapi karena muak. Muak dengan sikap posesif dan arogan Revan. Muak dengan perlakuan kasarnya. Ia bukan lagi Anya yang lemah dan penurut. Selama tinggal bersama Damian, ia telah belajar banyak hal, termasuk bagaimana membela diri.
"Kau milikku, Anya. Kau milikku selamanya," desis Revan dengan nada penuh percaya diri.
Anya membuka matanya dan menatap Revan dengan tatapan menantang. "Aku bukan milik siapa-siapa, Revan. Aku adalah milikku sendiri." tegas Anya memasang wajah datarnya.
Bersambung ...
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Terima kasih buat sudah mengikuti karya sederhana ini mohon bantu support ya, jangan lupa like dan review ya jika kalian suka. Happy reading...