NovelToon NovelToon
Whispers Of A Broken Heart

Whispers Of A Broken Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)

Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Tryas melajukan mobilnya dengan panik.

Tangannya gemetar di atas setir, matanya basah. Setiap detik pikirannya berputar pada ucapan polisi.

"Linda dan Prabu menculik Rianti…? Itu mustahil… tapi polisi nggak mungkin asal bicara."

Ia menginjak pedal gas lebih dalam. Mobilnya berhenti di depan rumah Mama Dewi.

Tok tok tok!

Mama Dewi keluar dengan wajah keheranan.

“Tryas? Kok kamu datang sepagi ini?”

Tryas menunduk, suaranya bergetar.

"Mama, aku harus bicara. Penting sekali.”

Mama Dewi langsung mempersilakan masuk. Di ruang tamu, Mama Dewi menyuguhkan segelas teh.

“Ada apa? Wajah kamu pucat sekali.”

Tryas menggenggam erat gelas itu, tapi tak sempat meminumnya.

"Ma, barusan polisi datang ke rumah. Mereka bilang Prabu sama Linda terlibat penculikan Rianti.”

“APA?!”

Mama Dewi sontak berdiri, wajahnya tak percaya.

“Jangan bercanda, Tryas. Linda? Adik Rianti sendiri?! Itu keterlaluan! Tidak mungkin!”

Air mata Tryas mengalir.

“Aku juga nggak percaya, Ma. Tapi polisi bawa surat resmi. Mereka nyebut nama Linda jelas-jelas. Aku nggak tahu harus bagaimana.”

Mama Dewi menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya gemetar.

"Astaga Linda, adik kandungnya sendiri tega menculik kakaknya? Demi apa dia sampai melakukan itu?”

Tryas hanya bisa menunduk, menahan isak.

Mama Dewi duduk kembali, menepuk dadanya berulang kali, berusaha mengendalikan napasnya yang memburu.

“Ya Tuhan, kenapa cobaan sebesar ini harus menimpa keluarga kami? Rianti sudah menderita cukup banyak dan sekarang adiknya sendiri yang menusuk dari belakang…”

Ia memejamkan mata, air matanya menetes.

Tryas menatapnya dengan rasa bersalah.

“Ma, aku janji akan cari Prabu. Aku harus tahu kebenarannya. Kalau dia benar-benar bersalah, aku sendiri yang akan menyerahkan dia ke polisi.”

Mama Dewi mengangguk lemah, lalu menggenggam tangan Tryas.

“Kamu menantu yang baik, Nak. Jangan biarkan rasa cintamu membutakan hati. Kalau benar Prabu salah dia harus bertanggung jawab.”

Setelah Tryas pergi, Mama Dewi langsung mengambil ponselnya dengan tangan gemetar.

Ia menekan nomor Bramantya tanpa berpikir panjang.

Beep… beep…

“Halo, Ma?” suara Bram terdengar di seberang, sedikit berat seperti orang kurang tidur.

Mama Dewi berusaha menahan tangis.

“Bram, anakku. Rianti di mana sekarang? Mama dengar kabar yang… yang nggak masuk akal…”

Suara Mama bergetar. Bram terdiam sejenak, lalu menarik napas panjang.

"Ma, Rianti sudah bersamaku sekarang. Dia… sempat diculik. Tapi aku berhasil menemukannya.”

“YA ALLAH…” Mama Dewi langsung menutup mulutnya, air mata jatuh satu per satu.

“Bram, siapa yang tega melakukan itu? Siapa yang menculik anak Mama?”

Bram menahan amarahnya yang masih mendidih.

"Linda.”

“APA?!”

“Linda dan Prabu. Mereka berdua bersekongkol. Linda yang membius Rianti. Dia kerja sama dengan Prabu buat bawa Rianti kabur.”

Mama Dewi terduduk lemas di sofa saat mendengar perkataan dari Bramantya.

“Tidak mungkin. Linda, kenapa kamu jadi seperti ini…”

Bram melanjutkan, lebih pelan namun penuh tekad:

"Tapi tenang, Ma. Aku sudah koordinasi dengan polisi Maldives dan Indonesia. Prabu dan Linda sekarang lagi dicari. Mereka nggak akan kabur jauh.”

Mama Dewi mengusap air matanya.

"Rianti, bagaimana kondisi dia sekarang?”

Bram menoleh sekilas ke arah kamar, melihat Rianti yang sedang duduk di balkon bersama psikolog.

"Secara fisik dia baik-baik saja. Tapi dia masih syok. Trauma. Aku akan berusaha semampu aku untuk sembuhin dia. Sekalipun aku harus mulai dari awal lagi…”

Mama Dewi menangis haru sekaligus sedih.

"Bram, jaga anak Mama baik-baik. Tolong jangan tinggalin dia. Mama titip Rianti sama kamu.”

Bram tersenyum tipis, meski suaranya masih berat.

"Aku janji, Ma. Selama aku masih bernafas nggak akan ada yang bisa sentuh Rianti lagi. Bahkan bayangan mereka pun nggak boleh dekat.”

Mama Dewi mengangguk pelan, merasa sedikit lega.

"Baiklah, Mama percaya sama kamu, Nak.”

Bram menutup ponselnya perlahan, lalu mengembuskan napas lega.

Saat ia berbalik, pandangannya langsung jatuh pada sosok Rianti yang sedang duduk di balkon, menatap laut biru tanpa ekspresi.

Melamun lagi. Namun kali ini bukan dengan tatapan takut seperti beberapa hari lalu tetapi lebih seperti seseorang yang sedang berusaha memahami perasaannya sendiri.

Bram tersenyum tipis dan berjalan mendekatinya pelan-pelan.

Ia berdiri di samping kursi Rianti, lalu menyandarkan tangannya ke sandaran kursi seolah hendak menggoda.

"Permisi, Nona…”

Rianti menoleh heran.

"Boleh kenalan?” tanya Bram dengan ekspresi sok tampan.

Rianti mengernyitkan keningnya dan Bram lanjut dengan gaya sok keren.

“Sudah punya pacar?”

Rianti mendelik, lalu BRUK! — sebuah bantal langsung mendarat ke wajah Bram.

"KAMU GILA YA!” teriak Rianti sambil tertawa ngakak.

Bram pura-pura jatuh ke lantai sambil memegangi dadanya.

“Aduh! Serangan pertama langsung ke hati! Kejam sekali wanita idaman ini!”

Rianti semakin tak bisa menahan tawanya saat melihat tingkah suaminya.

“Udah-udah! Sana mandi dulu, dasar pelawak pagi-pagi.”

Bram bangkit sambil menunjuk Rianti dramatis.

“Baik! Tapi ingat, setelah ini aku kembali untuk menembak kamu lagi!”

Setelah selesai mandi, Bramantya keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Ia bersiul kecil, merasa lebih segar dan siap melanjutkan misi “menaklukkan hati istri untuk yang keseratus kalinya.”

Namun…

Kosong.

Tempat tidur kosong. Balkon kosong. Bahkan di balik tirai pun tidak ada siapa-siapa.

“Hah? Ke mana si Nona Melamun?” gumamnya sambil menoleh ke kiri dan kanan.

Baru ia mau melangkah mencari—

“BOO!”

“AAAA—!”

Rianti muncul tiba-tiba dari belakang pintu lemari, kedua tangannya terangkat seperti zombie.

Refleks, Bramantya langsung terlompat setengah meter. Dan tanpa aba-aba Bram jatuh ke lantai dan pura-pura pingsan.

“Aduh, serangan hantu putiih.Aku tidak sanggup…” ucapnya dramatis sambil memegang dada.

Rianti melongo.

“Bram, SERIUS?”

Tidak ada respon dari suaminya yang sedang pura-pura pingsan.

“Bram?”

Masih diam dan Rianti jongkok dan menyenggol pipinya.

“Hoi, Konglomerat Lebay, bangun.”

Bram tetap tak bergerak, makin meyakinkan seperti aktor sinetron bertaraf internasional.

Rianti akhirnya mendesah pasrah lalu dengan suara kecil ia berkata:

“Ya ampun, masa suamiku ganteng banget pingsan gitu.”

BRAK!

Bram langsung bangkit seketika dengan senyum lebar.

"AKU TAU KAMU MASIH SAYANG AKU!”

Rianti terkejut dan memukulnya pakai bantal—lagi.

“DASAR PENIPU!!!”

Bram tertawa sambil mengangkat kedua tangan menyerah.

“Aku bukan penipu. Aku cuma korban cinta.”

Rianti berusaha menahan senyum, tapi akhirnya menyerah juga.

“Yaudah. Ayo sarapan sebelum kamu drama lagi.”

"Siap, Bu Marah!”

Setelah itu mereka berdua bersiap-siap untuk sarapan.

Pagi itu, sarapan disajikan di balkon villa menghadap laut jernih berkilau.

Angin sepoi-sepoi membuat rambut Rianti sedikit berantakan, tapi Bram justru menatapnya dengan senyum mabuk cinta.

“Kamu tau nggak,” ujar Bram sambil menyendokkan pancake ke piring Rianti.

“Sejak kamu bangun, aku nggak fokus makan. Aku fokus kamu.”

“Gombal pagi-pagi. Makan tuh pancake sebelum aku lempar ke laut.”

“Kalau aku dilempar ke laut, kamu ikut dong? Biar kita jadi duyung couple.”

Rianti pura-pura muak, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan.

Mereka terus bercanda, mulai dari berebut stroberi, sampai akhirnya Rianti kehilangan kesabaran manisnya.

Ia berdiri dari kursinya dan berjalan mendekat ke Bramantya, lalu memeluknya dari samping.

Bram sempat kaget.

“Lho, ini taktik baru apa pelukan random?”

Rianti tak menjawab. Ia hanya menatap Bram… lalu perlahan mencium bibirnya, lembut dan hangat, lama seperti ingin berkata.

“Aku aman bersamamu.”

Bram membalas pelan, tangannya melingkari pinggang istrinya.

Dan saat mereka masih dalam suasana penuh cinta itu…

PLAK PLAK PLAK PLAK!!!

Suara tepuk tangan tiba-tiba terdengar dari belakang.

Mereka sontak terlonjak dan menoleh.

Seorang staf villa berdiri di ujung balkon sambil membawa keranjang roti tambahan, senyum lebar di wajahnya.

“Beautiful moment, Sir, Ma’am!” serunya sambil memberi thumbs up.

Rianti refleks menutup wajahnya dengan kedua tangan, pipinya merah padam.

Bram justru mengangkat tangan seperti aktor yang baru menang penghargaan.

“Terima kasih, terima kasih! Nantikan episode berikutnya!”

“BRAM!!!” Rianti memukulnya pakai taplak meja.

Staf tertawa kecil dan berjalan pergi sambil kembali bertepuk tangan.

Rianti masih menunduk malu.

Bram mendekatkan wajahnya ke telinga istrinya dan berbisik,

“Kalau gitu, nanti kita ciuman di tempat yang nggak ada penonton.”

“Bram!”

“Di kamar mandi lagi?”

“BRAM!!!”

Bram tertawa kencang sementara Rianti menutup wajahnya, tapi pelukannya tak dilepaskan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!