Ia adalah Echo bernama Jae, idol pria berwajah mirip dengan jake Enhypen. Leni terlempar kedua itu dan mencari jalan untuk pulang. Namun jika ia pulang ia tak akan bertemu si Echo dingin yang telah berhasil membuat ia jatuh cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEO dan Gema yang Tersembunyi
Seminggu berlalu sejak pesta peluncuran yang kacau itu. Media masih membicarakan pelarian dramatis CEO Kim Leni dari panggung, tapi Leni bergerak cepat. Ia memakai kuasa J-Cosmetic untuk mengendalikan narasi, pura-pura pingsan karena kelelahan dan stres berlebihan. Publik percaya. Para pemegang saham lega. Dan Leni resmi menjadi salah satu CEO paling kontroversial—dan paling diawasi—di Seoul.
Namun, di balik citra publik yang kuat itu, hidup Leni mengecil menjadi lingkaran kecil: Manajer Park yang kini sangat penurut, Sekretaris Choi yang terus bingung tapi kagum, dan Jae—gema yang kini menjadi pusat dunianya.
Ia tidak lagi sekadar mencari pintu pulang. Ia mulai mempelajari cara menjaga Jae tetap nyata.
Leni bahkan membuat aturan baru di apartemen untuk menjaga stabilitas Jae—aturan yang awalnya dikritik Jae sebagai “konyol”, tapi tetap ia patuhi.
Tidak boleh membahas hal-hal yang memicu emosi ekstrem, seperti ibunya, minimarket, atau Jake.
Tidak boleh membiarkan Jae kehilangan kontak fisik terlalu lama; Leni harus memberikan “suntikan emosi” berupa sentuhan stabil seperti menggenggam tangan atau menyentuh bahunya.
Dan apartemen harus selalu hangat. Jae membenci dingin—atau mungkin, Leni yang membenci melihat Jae memudar saat udara terlalu dingin.
Suatu malam, Leni tertidur di sofa setelah bekerja tanpa henti. Jae berdiri di dekatnya, memandanginya lama—lebih lama daripada yang seharusnya dilakukan oleh gema.
Ia menyentuh rambut Leni, pelan. Sentuhan itu tidak dingin, tidak samar—untuk pertama kalinya, itu seperti sentuhan manusia.
“Kau seharusnya tidak kembali untukku, Leni,” bisik Jae. Suaranya jernih, stabil… nyaris seperti manusia seutuhnya. “Kau mengorbankan segalanya.”
Leni membuka mata, perlahan. Ia mendapati Jae berdiri di atasnya, tampak lebih nyata dari sebelumnya.
“Aku tahu apa yang aku korbankan,” katanya lembut. “Tapi sekarang aku punya dirimu. Dan itu sepadan.”
Jae berlutut di depannya, tatapan dinginnya berubah menjadi kehangatan yang jarang ia tunjukkan. “Aku tidak tahu apa itu cinta… tapi setiap kali kau menyentuhku, aku merasa lebih nyata. Aku… aku menyayangimu, Leni.”
Leni menariknya lebih dekat, dan Jae membalas ciumannya—dingin, tapi penuh janji.
Dengan keadaan Jae yang semakin stabil, Leni mulai berani memikirkan sesuatu yang lebih besar: cara menciptakan resonansi tanpa harus menunggu celah realitas muncul sendiri. Mereka butuh energi besar, energi kreatif, energi emosional.
Dan Leni tahu hanya ada satu sumber terbesar yang menghubungkan Jake dan Jae: musik.
Ia menyusun rencana baru—gila, ambisius, tapi mungkin berhasil.
“Kita akan membuat album OST untuk film Jae,” kata Leni, matanya penuh tekad. “Aku akan pakai semua kekuatan J-Cosmetic untuk membuat lagu itu meledak.”
Jae terkejut. “OST? Musik?”
“Ya. Kau mungkin hanya gema, tapi kau punya mimpi yang sama dengan Jake Shim: menjadi musisi. Dan kalau karya kalian saling ‘mencapai’ satu sama lain, resonansi itu akan jauh lebih kuat daripada apa pun sebelumnya.”
Jae terdiam, terpikat sekaligus cemas.
Namun rencana Leni tidak berhenti di sana.
“Dan… aku akan mencari cara agar Jake Shim menyanyikan duet virtual denganmu,” lanjutnya. “Stage digital, real-time visual sync. Kau tampil sebagai aktor Lee Jae-Yoon yang sedang naik daun.”
Wajah Jae menegang. “Leni. Itu sangat berbahaya. Itu… itu melibatkan diriku yang asli.”
“Aku tahu.” Leni mendekat, suaranya rendah namun pasti. “Tapi hanya duet itu yang bisa memicu Resonansi Puncak yang cukup besar untuk membuka Gerbang Realitas. Untuk mengembalikanku ke rumah. Dan… untuk menstabilkanmu selamanya.”
Jae menatapnya lama. “Jika kita gagal?”
“Kita tidak akan gagal,” jawab Leni. “Kali ini kita membuat takdir kita sendiri.”
Dan malam itu, untuk pertama kalinya sejak ia terjebak di dunia asing ini, Leni merasa ia tidak lagi sendirian. Ia punya cinta. Ia punya kekuasaan. Ia punya rencana.
Dan ia punya gema yang ingin ia selamatkan, apa pun harganya.
...****************...