Kalandra merupakan siswa pintar di sekolah dia selalu datang tepat waktu, Kalandra bertekad untuk selalu membahagiakan ibunya yang selama ini sendiri menghidupinya. Kalandara ingin memiliki istri yang sifatnya sama seperti ibunya dan setelah dia berkata seperti itu, ternyata semesta mendengar doanya Kalandra bertemu seorang gadis cantik ketika dia membaca buku di perpustakaan. Kalandra terpesona oleh gadis itu yang belakangan di ketahui bernama Aretha. Apakah Aretha juga punya perasaan yang sama seperti Yang Kalandra rasakan. Jangan lupa selalu tunggu cerita menarik dari Kalandra dan Aretha ya...!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani Syahada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 CPPP
“Maaf nek, saya tidak bermaksud kurang ajar sama Retha!” saya tadi refleks peluk dia, saya minta maaf ya.. Nek!” ujarku, sambil menunduk di depan nenek Retha.
Aku benar-benar terbawa suasana tadi, namun secara tidak langsung, Retha tidak menolak pelukan ku dan hanya diam terpaku. Itu berarti, dia hanya ingin laki-laki yang benar-benar tulus. Dan aku masih punya kesempatan untuk terus menunjukkan cintaku sama Retha. Namun aku tidak tahu apa yang di pikirkan nenek Retha tentangku setelah ini, aku hanya berharap semoga nenek Retha mendukung aku untuk mengejar Retha.
“Nek, saya benar-benar minta maaf atas kejadian tadi, namun saya sungguh-sungguh mencintai cucu nenek! Saya tidak ingin banyak janji apapun, supaya nenek suka sama saya karena yang jelas, saya akan berusaha untuk membahagiakannya!” Jadi mohon doa dan restu nenek!” ujarku sambil menatap mata nenek Retha dengan serius.
Aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menunjukkan keseriusanku sama Retha, meskipun badanku ini memberi sinyal kalau aku tiba-tiba keringat dingin dan ingin pingsan tetapi tidak menyurutkan niatku untuk berbicara sama nenek Retha, namun setelah mengatakan hal itu aku pun mendadak pingsan.
“Brak..Brak..."
Suara nyaring ketika aku jatuh, membuat Retha dan neneknya menjadi panik, mereka mencoba membangunkanku, namun tidak berhasil bahkan nenek juga memberikan aku minyak kayu putih agar aku cepat siuman, namun hal tersebut belum membuahkan hasil dan akhirnya nenek serta Retha membawa aku ke puskesmas di ujung desa.
“Andra! Andra! Bangun kamu jangan bikin aku khawatir! Andra, bangun! Kamu kenapa tiba-tiba-tiba terjatuh! Aku akan bawa kamu ke puskesmas, Andra kamu harus bertahan, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa!” ujar Retha yang kemudian meminta tolong warga untuk mengangkat ku.
Aku tidak tahu kenapa aku bisa pingsan padahal sebelumnya aku sudah makan di rumah tetapi setelah aku mengutarakan isi hatiku tiba-tiba aku pingsan, apa mungkin aku terkena ganguan panik atau mungkin aku terlalu tegang sehingga membuat aku pingsan, Retha kemudian membawaku ke puskesmas dengan mobil desa bersama beberapa warga.
“Pak, ayo.. cepat! antar teman saya ke puskesmas! Ucap Retha kepada beberapa bapak-bapak yang membantunya.
"Baik mba, jagan panik ya.. Kami akan mengantarkannya ke puskesmas!" ujar bapak-bapak tersebut sambil mengangkat ku ke mobil.
Perjalanan dari rumah nenek Retha ke puskesmas tidaklah jauh, hanya sekitar 25 menit dan setelah tiba Retha pun segera membantu bapak-bapak untuk mengangkat ku turun dari mobil ke puskesmas, Retha kelihatan sekali sangat khawatir kepadaku apalagi ketika dia mengantarku ke puskemas, ada kejadian yang lucu yaitu sendal Retha beda sebelah yang satu biru dan satu lagi merah, Retha baru menyadarinya ketika sudah berada di ruang UGD.
“Ya.. Ampun! Bagimana bisa aku salah sendal begini! Perasaan tadi sudah benar aku pakek sendalnya, kenapa pas sampai ke puskesmas jadi beda! Apa karena aku terlalu khawatir sama Andra, tapi kenapa aku khawatir sama dia!”
Aku juga tidak menyangka kalau Aretha akan sepanik ini ketika aku pingsan, aku merasa bahwa dia sebenarnya punya perasaan yang sama sepertiku, hanya saja dia tidak mau mengakuinya tapi terlepas apa pun itu aku malah senang karena dia peduli terhadapku.
Sampai Retha tidak memperhatikan dirinya sendiri, seperti salah memakai sendal, jika waktu itu, aku bisa melihat dia panik dan sampai lupa pakek sendal mungkin aku akan menggoda dia, sayangnya aku hanya mendengar cerita lucu itu dari nenek. Retha pun segera memanggil dokter untuk memeriksaku.
“Dokter, tolong cepat tangani teman saya! Ujar Retha kepada orang-orang yang berada di ruang UGD.
Di desaku, untuk dokter sendiri masih kurangan, sehingga jika sakit parah harus di rujuk ke kota, karena kalau di sini fasilitasnya belum memadai. Sehingga tak jarang ada pasien yang meninggal di perjalanan ke rumah sakit, namun aku sangat beruntung karena ketika aku sampai di puskesmas ada beberapa perawat yang berjaga, sehingga aku pun segera di tangani.
Para perawat pun memasang infus di tanganku, kemudian mereka menunggu dokter yang datang, karena dokter yang bertugas tinggal di desa lain, sehingga aku harus menunggu beberapa jam dan setelah dokter datang, dia pun memeriksaku sambil Retha terus memegang tanganku dan sepertinya dia begitu mengkhawatir aku.
Aku pun, samar-samar merasakan dia memegang tanganku sangat erat, seolah-olah tidak ingin di lepaskan, kemudian dia pun bertanya kepada dokter tentang kondisiku kenapa bisa pingsan tiba-tiba.
“Dok, bagaimana kondisinya? Kenapa dia tiba-tiba pingsan dok? Ucap Retha khawatir sambil tetap memegang tanganku.
“Jadi begini mbak, pacar mba ini mungkin lagi stres secara emosional kayak dia terus mikirin mba! Dia takut mengecewakan mba!Atau dia ini terlalu banyak berharap sama dirinya sendiri untuk bisa pantas di dekat mba!
“Makanya dia emosional seperti ini dan karena itu dia pingsan dia tidak bisa mengendalikan emosinya!
“Saran saya, ya.. mba, coba lebih dekat dengan dia, kasih dia kepercayaan kalau dia layak untuk mba, dan hilangkan rasa takutnya!
“Bujuk dia, supaya tidak memikirkan hal negatif karena itu sangat berpengaruh ke psikisnya. Mba, jadi tolong ya.. mba, jaga dia dengan baik, agar kejadian ini tidak terulang kembali!”
Ujar dokter itu, yang kemudian memberikan berapa vitamin ke Retha untukku.
Dokter berkata, kalau aku lagi stres banget secara emosional dan apa yang aku rasakan juga persisi yang dokter bilang dan hal itu terjadi setelah Retha tahu perasaanku, di situ aku mulai takut, kecewa dan panik sendiri secara tidak langsung karena Retha tidak memberikan jawab tentang perasaannya kepadaku setelah dia tahu hal itu.
Sehingga, aku merasa butuh penjelasan dan kata-kata Retha tentang tidak mau merubah orang lain agar mencintainya, semakin membuat aku panik dan bingung yang kemudian refleks memeluknya, serta menyebabkan aku semakin tidak bisa mengendalikan emosional ku dan akhirnya pingsan, namun ada poin penting yang di ucapkan dokter itu yaitu dia menyebut aku sebagai pacar Retha dan menyuruhnya untuk menjagaku, hal itu tidak tahu kenapa membuatku senang.
Mungkin kalian bingung, kenapa aku bisa tahu tentang yang dokter katakan sama Retha. Hal itu karena aku sudah sadar setelah di suntikan infus, namun aku ingin berbaring lebih lama karena Retha menggenggam tanganku, aku ingin berlama-lama di dekatnya dan mungkin dokter yang memeriksaku sudah tahu kalau aku sudah sadar, sehingga dia mencoba membantuku untuk lebih dekat dengan Retha dan sengaja memanggilku dengan sebutan pacar.
“Baik dok, saya akan menjaga dia dengan baik! Ucap Retha sambil memegang tanganku kembali.
“Kalau begitu saya pamit ya!” ucap dokter itu yang kemudian pergi meninggalkan ruangan.
Namun sebelum dokter itu meninggalkan ruangan, dia berbisik kepadaku.
“Anak muda, harus lebih berani dalam cinta! Ayo.. semangat maju pantang mundur”
Bisikan dokter itu, seketika membuat aku ingin terbangun dari tempat tidur karena aku sudah menduga, kalau dokter itu tahu aku sudah sadar, namun aku tidak pernah berpikir kalau dokter itu akan berbisik di telingaku yang seketika membuat telingaku merah karena malu.